Â
Pilkada serentak tahap pertama akan digelar 9 Desember 2015. Sayangnya, Pilkada tujuh daerah kemungkinan diundur 2017 karena tidak memenuhi syarat terdapat minimal dua pasang calon. Kemana partai politik?
Jika Pilkada di tujuh daerah ditunda, maka rakyat akan dirugikan. Kerugian itu bisa langsung maupun tidak lansung. Seperti diketahui KPU sudah menggunakan uang Pemda untuk melaksanakan tahapan pemilihan.Dan karena uang daerah sejatinya uang rakyat juga, maka rakyat dirugikan karena uang itu dikeluarkan percuma.Â
Uang daerah yang telah digunakan diantaranya dialokasikan untuk membayar honor Panitia Pemungutan Suara, Panitia Pemilihan Kecamatan, serta untuk bimbingan teknis. Jumlah uang yang dikeluarkan itu lumayan besar. Pengakuan Anggota KPU Jawa Timur, Dewita Ayu Shinta, uang yang telah digunakan KPU untuk Surabaya, Pacitan, dan Biltar sebesar Rp 34,8 M (print.kompas.com).
Penundaan Pilkada juga merugikan rakyat dalam jangka panjang. Daerah yang Pilkadanya diundur dipastikan tidak akan memiliki kepala daerah definitif. Seperti diketahui periode bupati/wali kota di tujuh daerah itu segera habis. Berdasarkan aturan mereka harus pensiun dan itu berarti digantikan oleh pelaksana tugas (Plt).
Apa yang salah dengan Plt? Pertama, legitimasinya kurang karena tidak dipilih langsung oleh rakyat. Plt hanya menjadi perpanjangan tangan pemerintah (Plt direkomendasikan gubernur dan penempatannya ditentukan Menteri Dalam Negeri).Â
Berikutnya, dan lebih penting, Plt tidak bisa berlaku seperti pejabat definitif. Kewenangan Plt terbatas diantaranya, dilarang membuat sebuah kebijakan pembangunan yang bertentangan dengan kebijakan sebelumnya (PP 2008Â Pasal 132A). Bisa dikatakan, Plt hanya meneruskan kebijakan yang telah digariskan pejabat sebelumnya. Pertanyaannya, bagaimana jika kebijakan pejabat sebelumnya itu dianggap tidak prorakyat atau tidak menguntungkan rakyat banyak? Berdasarkan aturan Plt tidak bisa berbuat apa-apa.
Kenapa terjadi kurang dari dua pasang? Â
Kata Siti Zuhro, sepinya kontestan dikarena partai mematok uang mahar terlalu tinggi. Sudah bukan rahasia partai mematok duit dalam jumlah tertentu bagi orang yang mau dicalonkan. Orang yang tidak bersedia membayar jangan harap dapat restu.
Kabar ini misalnya disampaikan calon bupati dan wakil bupati Toba Samosir Asmadi Lubis dan Jisman Hutapea. Asmadi yang Kader PKPI (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia) ini mengaku ditarget 1,6 Milyar oleh PKPI. Sementara Jisman yang kader Gerindra diminta 2,5 Milyar oleh partainya. Keduanya tidak menyanggupi dan akibatnya hanya gigit jari karena partai tidak memberikan rekomendasi (Kompas.com 3 Agt 2015)
Sebab berikutnya masih terkait partai yang gagal menyediakan calon pemimpin. Diduga partai-partai tidak mengajukan calon di beberapa daerah takut rugi. Di Kota Surabaya, misalnya. Risma yang kembali maju menjadi perhitungan sendiri bagi beberapa partai untuk mengajukan calon. Pasalnya untuk saat ini Risma dianggap sangat populer dan kadung mendapat tempat di hati warga Surabaya. Orang-orang partai bepikir, daripada buang-buang duit menantang Risma, lebih baik tidak mengajukan calon sama sekali.