Semenjak berlakunya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional, sehingga Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya serta Permendiknas No. 35 tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional guru dan Angka Kreditnya pun tidak berlaku lagi. Salah satu dampak dari peraturan baru tersebut adalah “hilang”nya pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) bagi guru, khususnya dalam kegiatan publikasi ilmiah (PI) dan karya inovatif (KI).
Dalam kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB), terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu pengembangan diri (PD) Publikasi ilmiah (PI) dan karya inovatif (KI). Selama ini ketiga kegiatan tersebut sangat familiar bagi guru-guru dalam pengusulan kenaikan pangkat dan jabatannya. Karena dalam pengusulan kenaikan pangkat memerlukan prasyarat yang harus dipenuhi, baik dari unsur pengembangan diri (PD), Publikasi ilmiah (PI) dan/karya inovatif (KI). Jika syarat minimal yang diwajibkan tidak terpenuhi, maka guru tidak dapat diusulkan untuk kenaikan pangkat dan ataupun jabatannya. Sehingga, banyak guru-guru yang terkendala kenaikan pangkatnya, baik karena kekurangan angka kredit pada sub unsur pengembangan diri (PD) ataupun pada sub unsur Publikasi ilmiah (PI) dan/karya inovatif (KI).
Berlakunya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional, maka memberikan angin segar kepada PNS termasuk guru-guru di seluruh Indonesia. Kegembiraan ini terlihat dari tidak adanya kewajiban bagu guru dalam mengumpulkan angka kredit minimal yang dipersyaratkan, yaitu sub unsur pengembangan diri (PD), sub unsur Publikasi ilmiah (PI) dan/karya inovatif (KI). Sebagai contoh, guru Pertama dengan pangkat/gol/ruang III.b akan mengusulkan kenaikan pangkatnya ke gol/ruang III.c, maka guru tersebut harus memiliki angka kredit pada sub unsur pengembangan diri (PD) minimal 3, dan angka kredit Publikasi ilmiah (PI) dan/karya inovatif (KI) minimal 4 dengan jumlah angka kredit komulatif minimal 200.
Meskipun diakui bahwa selama berlakunya peraturan yang lama, kenaikan pangkat dengan mensyaratkan angka kredit minimal pada pada sub unsur pengembangan diri (PD) ataupun pada sub unsur Publikasi ilmiah (PI) dan/karya inovatif (KI), banyak “pelanggaran” yang dilakukan oleh guru itu sendiri. Mereka berlomba-lomba mengumpulkan angka kredit dengan berbagai cara, agar kewajiban pemenuhan angka kredit pada sub unsur pengembangan diri (PD) ataupun pada sub unsur Publikasi ilmiah (PI) dan/karya inovatif (KI) tercapai. Banyak agen “distributor” yang menyediakan sertifikat diklat, bahkan agen penyedia jasa penulisan karya tulis ilmiah, seperti penelitian tindakan kelas (PTK), makalah, jurnal, best praktis, dan lain sebagainya. Tetapi tidak sedikit yang memang guru melakukan pemenuhan angka kredit pada sub unsur pengembangan diri (PD) ataupun pada sub unsur Publikasi ilmiah (PI) dan/karya inovatif (KI) dengan jalan yang benar.
Salah satu hal yang paling berdampak dari kebijakan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional adalah aspek pengembangan kreativitas guru dalam mengembangkan kompetensinya khususnya dalam kegiatan Publikasi ilmiah (PI) dan/karya inovatif (KI). Hal ini sangat beralasan bahwa, dengan tidak adanya kewajiban pemenuhan angka kredit dari sub unsur Publikasi ilmiah (PI) dan/karya inovatif (KI), maka guru-guru tidak ada beban lagi dalam pengusulan pangkatnya.
Selain itu, pengembangan karya inovatif yang selama ini dapat dilakukan oleh guru, baik dalam pembuatan karya seni, teknologi tepat guna, dan lain sebagainya sangat memberikan manfaat pagi pengembangan kompetensi yang dimiliki oleh guru.
Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional, dijelaskan bahwa angka kredit jabatan fungsional keahlian dan ketrampilan, adalah hasil konversi kinerja. Sehingga, nilai angka kredit yang diperoleh seorang PNS, sangat tergantung dari hasil penilaian atasan. Angka kredit yang diperolah sesuai dengan jenjang jabatan masing-masing dan sesuai dengan kriteria hasil penilaian yang diperoleh saat itu. Sebagai contoh, guru pada jenjang jabatan ahli Muda (III.c dan III.d), jika mendapat nilai predikat kinerja per tahun sangat baik (150%), nilai angka kreditnya (37,5), jika nilai predikat kinerja per tahun sangat baik (100%), nilai angka kreditnya (25), nilai predikat kinerja per tahun butuh perbaikan (75%), nilai angka kreditnya yang diperoleh (18,75), jika nilai predikat kinerja per tahun kurang (50%), nilai angka kreditnya (12,5), dan jika nilai predikat kinerja per tahun sangat kurang (25%), maka nilai angka kredit yang diperoleh per tahun (6,25).
Oleh karena itu perolehan angka kredit yang akan diperoleh guru sepenuhnya sangat tergantung dari hasil penilaian atasan (kepala sekolah dan kepala Dinas Pendidikan). Apalagi, untuk mencapai predikat kinerja minimal “Baik” relative lebih mudah dicapai oleh bawahan, selama penilaian saat observasi dan penilaian perilaku kerja semua terpenuhi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H