Di Barat—terutama di negara tempat Patung Liberty kokoh berdiri, pragmatisme memiliki peranan penting. Kemunculannya sebagai aliran filsafat kehidupan kontemporer, telah membawa perubahan dan kemajuan. ‘Kearifan filsafat’ ini oleh sebagian kalangan, dianggap melekat sebagai identitas Amerika dan membantu menghantarkan kepada modernisasi.[1] Pragmatisme memberikan jalan baru dalam mensikapi hal-hal metafisis-filosofis yang sukar dipahami apa manfaatnya. Ia sebuah usaha jalan tengah dan upaya sintesis antara idealisme dan empirisme.
Bagai sesuatu yang dipandang sebelah mata, makna terdalam menjadi tak terbaca. Di masyarakat umum, pragmatime dikenal tidak sebagai ‘salah satu aliran filsafat’. Pragmatisme hanya dianggap sebagai ‘watak’ atau ‘sifat’: rendah diri, licik-egois, materilis, dan lain-lain yang senada. Adanya stereotip negatif tersebut, membuat pragmatisme tidak disukai banyak orang dan sering dikaitkan dengan materialisme. Adanya anggapan minor tersebut, berdampak pada maksud kehadirannya sebagai aliran filsafat sering tidak dipahami.
Padahal di Benua Biru dan setting tempat film Avengers tersebut, filsafat pragmatisme adalah kearifan yang diakui. Pragmatisme sebagai kearifan yang penting, dibuktikan juga dengan adanya kajian-kajian mengenai pragmatisme terus dikembangkan sampai saat ini. Ada beberapa penelitian yang terus mengembangkan pragmatisme di Eropa, Italy, dan Prancis, diantaranya: “European Journal of Pragmatism and American Philosophy”; journal milik Brill “Contemporary Pragmatism”; “Pragmata”; “Associazione Culturale Pragma”; “European Pragmatism Association”; "Centro Studi Peirce”, dan lain-lain.[2]
Dikarenakan adanya deviasi pemahaman diatas, buku saku ini akan membahas pragmatisme dengan pendekatan filosofis ensiklopedik. Tujuannya untuk mengenali ‘makna terdalam’ pragmatisme secara umum. Selain itu, kita sebagai Muslim berkepentingan untuk mengenali dan mengetahui kearifan itu dalam bentuk kajian oksidental dengan bijak, agar mampu belajar mengetahui apa saja ketidaksesuaiannya paham ini dengan Islam, dan mengetahui ‘kemungkinan’ adanya ‘insight’ yang berguna, sehingga kita bisa menempatkan pragmatisme secara adil.
___________
[1] David A. Hollinger, “The Problem of Pragmatism in American History”, The Journal of American History, Vol. 67. No. 1, 1980, 88.
[2] European Journal of Pragmatism and American Philosophy (EJPAP) menerbitkan artikel yang mengeksplorasi tradisi Amerika dalam filsafat, dengan fokus khusus pada pragmatisme dan hubungannya dengan ilmu sosial. Link: https://journals.openedition.org/ejpap/. Contemporary Pragmatism (COPR) adalah jurnal interdisipliner internasional untuk diskusi penerapan pragmatisme, yang dipahami secara luas, untuk masalah-masalah saat ini. Jurnal ini mendorong karya yang memiliki orientasi interdisipliner, menjembatani antara filsafat pragmatis dan bidang lain, misalnya: teologi, psikologi, pedagogi, sosiologi, ekonomi, kedokteran, ilmu politik, atau hubungan internasional. Link: https://brill.com/view/journals/copr/copr-overview.xml. Link jurnal lainnya: Link: www.pragmataaep.wordpress.com; uropeanpragmatism.org
___________
Buku dapat dipesan di https://www.instagram.com/cios.unida.gontor/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H