Menyambut datangnya bulan suci Ramadhan bisa dilakukan dengan berbagai cara. Di Yogya, tempat kini saya tinggal, terdapat istilah padusan, yakni membersihkan diri di sumber-sumber mata air.Â
Sebulan sebelumnya, di sini juga terdapat istilah nyadran, yakni upacara adat pembersihan tempat pemakaman umum dan dilanjutkan dengan doa dan makan bersama. Di desa-desa di Gunungkidul, Sleman, dan Bantul serta Kulonprogo, acara ini masih tetap lestari hingga sekarang.Â
Begitu juga dengan di kota Yogya sendiri, tempo hari lalu saya sudah melihat di kompleks pemakaman Krapyak sudah dipenuhi pengunjung.
Namun demikian, bukan berarti acara penyambutan datangnya bulan suci Ramadhan tidak ada. Acara-acara seperti bersih-bersih masjid dan musala, bersih-bersih tempat pemakaman umum, dan bersih-bersih rumah selalu dilakukan menyongsong datangnya bulan Ramadhan. Karena sifatnya yang sudah sangat umum, maka itu semua tidak akan saya bahas di sini. Ada hal lain yang saya pikir menarik untuk diketahui terkait dengan cara masyarakat di kampung saya menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.
Di kampung saya terdapat istilah yang mendadak populer menjelang datangnya bulan puasa. Bisa dibilang, ini merupakan istilah yang langka dan khusus. Istilah itu yakni "prepekan" (baca huruf "e" seperti ketika membaca "seperti ketika").
Apakah prepekan itu? Begini gambarannya:
Jadi, sehari sebelum hari pertama puasa tiba, orang-orang akan berbondong-bondong ke pasar. Untuk berbelanja tentu saja, walaupun ya tidak semua begitu. Karena para bujang ada yang datang ke pasar hanya untuk mencari senggolan, dolan, atau nyawang para gadis yang biasanya juga berhamburan ke pasar pada hari itu.
Koyo cendol. Demikianlah kata yang tepat dan sering kami sebut, untuk menggambarkan tumplek bleknya manusia di pasar menjelang datangnya bulan puasa.
Pada saat prepekan, nyaris semua pedagang akan menyiapkan barang dagangan dengan jumlah yang lebih banyak dari biasanya. Karena memang tingkat pembelian akan sangat tinggi.
Momen Ramadhan dan juga hari raya yang istimewa itu kami sambut dengan sesuatu hal yang istimewa pula: berbelanja. Untuk diketahui, bagi orang-orang desa, pergi ke pasar tidaklah menjadi rutinitas. Sehari-hari segala kebutuhan rumah tangga dipenuhi melalui warung milik tetangganya, kecuali bagi orang-orang yang rumahnya dekat dengan pasar.