Di antara remang lampu, wajah kita bertemu, kata-kata berjumpa, kemudian cahaya berpendar mengiringi setiap kalimat yang keluar dari bibir kita yang gemetar oleh rasa lapar.
Di atas sepasang kursi kayu panjang yang membentang di depan gerobak ini, Â setiap diri kita adalah saksi bahwa aroma teh melati yang kental dan panas telah menjadi penghangat perbincangan tentang harga hidup yang terus melonjak tinggi dan harga diri yang terus diinjak-injak.
Lewat merah nyala bara di lubang tungku, kauceritakan padaku tentang kemarahanmu pada orang-orang di kota ini yang kian enggan beramah-tamah tersebab telah terbakar syak wasangka. Kau sepertinya lupa, kita sekarang memang hidup di zaman yang semakin menipiskan rasa saling percaya. Masing-masing terbutakan oleh ilmu pengetahuan yang dangkal dan doktrin agama yang sempit, serta ancaman kehidupan yang kian menghimpit.
Lewat bungkusan nasi kucing, aku berkisah padamu perihal kesederhanaan yang semakin mahal. Lalu  kau gantian mengingatkanku bahwa kita saat ini memang tengah hidup di zaman yang lebih memuja kemewahan sebagai simbol keberadaan.
Di angkringan ini kita bertemu untuk sama-sama menyantap menu utama yang terhidang di meja gerobak; perbincangan tentang diri kita yang lucu dan sengsara.
(2017)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI