Mohon tunggu...
Darul Azis
Darul Azis Mohon Tunggu... Administrasi - Wirausahawan

Wirausahawan yang terkadang menulis

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Pengalaman Si 'Tukang' Mabuk Kendaraan dan Pertemuan Perdana yang Mengesankan

5 November 2016   17:55 Diperbarui: 5 November 2016   22:35 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gelisah, pikiran ke mana-mana, mual, sebal, dan merasa sangat tidak nyaman. Perjalanan menjadi terasa begitu lama, membosankan, dan pada titik tertentu terasa sangat menyiksa. Tak ada artinya lagi alunan musik favorit yang mengiringi perjalanan. Semua guyonan pun terasa hambar dan garing. Tak ada lagi keindahan perjalanan yang dirasakan. Karena yang ada dalam pikiran hanyalah keluhan, Ya Tuhan, kapan ini nyampenya?

Begitulah gambaran yang saya rasakan ketika mabuk kendaraan, dan rasanya itu masih belum cukup mewakili sebab pada kenyataannya penderitaannya jauh lebih daripada itu. Semua rasa bercampur jadi satu. Tak pelak, rasa trauma panjang pun kerap menghampiri dan membuat saya malas untuk berpergian jauh lagi. 

Belum lagi rasa malu yang ditimbulkan. Sebab bagaimanapun juga, saya ini laki-laki yang sudah cukup berumur, pernah gondrong, sudah berjenggot, berkumis, dan sepertinya sudah layak menikah *eh.  Masa’ masih mabuk kendaraan? 

Tetapi memang begitulah kenyataannya. Mau bagaimana lagi? 

Rasa malu itu, sebenarnya bukan tidak ada. Tetapi kalau perut sudah sangat mual dan terasa harus segera dikuras sampai tuntas dan badan mulai lemas, perlahan-lahan rasa malu itu terlupakan juga. Karena pikiran hanya akan tertuju pada bagaimana caranya agar saya tidak muntah lagi, sebab ternyata perjalanan masih cukup panjang.

Biarlah rasa malu itu muncul ketika sesekali teringat momen di mana orang langsung menutup hidung dan mulutnya serta memalingkan muka ketika melihat orang di depan atau di sampingnya muntah tak tertahankan. Biarlah rasa malu itu hadir ketika seorang teman yang menjadi saksi tragedi mabok-yang-memang-memalukan itu tiba-tiba mem-bully ketika pembicaraan soal perjalanan mencuat. Biarlah rasa malu itu hadir tatkala keluarga dan orang-orang terdekat selalu bertanya "Mabuk tidak tadi?'' ketika menyambut kedatangan saya.

Perjalanan ke Wonosobo pada Minggu pertama Bulan Oktober lalu adalah yang termutakhir saya merasakan betapa rasa trauma terhadap momen mabuk kendaraan itu membuat saya gelisah dan was-was. Terlebih perjalanan kami pada saat itu menggunakan mobil pribadi yang berdasarkan beberapa pengalaman sebelumnya, selalu membuat saya mabuk parah dibandingkan ketika naik bus. Mungkin karena goncangannya lebih kuat. Mungkin karena aroma parfum mobilyang kadang sangat menyengat, “aneh”, dan tidak bersahabat dengan hidung saya. Belum lagi AC-nya itu yang sering kali membuat saya masuk angin (Duh gusti…..kok rasanya ada banyak sekali kemungkinan penyebab saya jadi pemabuk kendaraan ya?).

Ini merupakan perjalanan pertama kami. Kami berangkat dari Jogja dinihari demi mengejar golden sunrise di puncak Sikunir. Sebagai antisipasi, berbekal belas kasihan dan pengertian dari teman-teman, saya berkesempatan untuk duduk di depan bersama sopir dengan asumsi itu tidak akan membuat saya mabuk. Dan memang benar, sampai melewati Magelang saya masih baik-baik saja. Masih segar dan bergairah. Masih bisa bercanda dan berseloroh. Demikian seterusnya sampai kami memasuki Kabupaten Wonosobo. Perjalanan saat itu, terasa lebih menyenangkan dari bayangan saya. 

Namun ternyata hal tersebut tak berlangsung lama. Karena jalanan berliku dan canda tawa di mobil yang kian surut tersebab sudah pada tidur (tinggal saya sama sopir), maka praktis saya mulai merasa puyeng, mual, dan gelisah. Sementara kalau saya ikut tidur jelas tidak mungkin, karena sesuai kesepakatan sebelumnya saya tidak boleh tidur dan harus menemani sopir ngobrol. Untunglah tak lama kemudian kami berhenti di sebuah toko ritel modern 24 jam untuk istirahat sejenak sekaligus bertanya arah jalan menuju Sikunir, setelah sebelumnya sempat nyasar.

Karena takut tragedi mabuk kendaraan menimpa saya, maka begitu mobil berhenti saya langsung turun dan bergegas masuk ke toko tersebut, mencari sesuatu yang dalam perkiraan saya bisa membuat perut tak lagi mual. Air mineral, roti, kacang, dan minyak kayu putih, secara spontan telah berpindah di tangan. Bahkan merk pun tak lagi jadi pertimbanganatau lebih tepatnya tak terpikirkan lagi. Yang ada dalam pikiran saya kala itu adalah pokoknya saya nggak boleh mabuk. Itu saja.

Selesai bertransaksi, saya langsung mengolesi perut saya dengan minyak kayu putih tersebut. Tak hanya itu, saya mencoba untuk lebih rileks dan mengikis rasa was-was di dalam hati. Karena olesan minyak kayu putih tadi, keruan saja secara perlahan membuat badan menjadi lebih hangat di tengah hawa dingin Wonosobo yang menyergap. Sekitar lima belas menit kemudian, perjalanan dilanjutkan dan ternyata medan yang kami lalui jauh lebih berliku dari sebelumnya. Untungnya teman-teman di mobil kembali terjaga, tidak tidur lagi. Sehingga candaan dan gelak tawa serta merta hadir mewarnai perjalanan kami. Namun demikian,  melewati jalan seperti itu, terus terang  sempat membuat saya pesimis dengan minyak kayu putih yang telah saya oleskan, hingga kemudian saya mengoleskannya kembali ke perut. Lebih banyak lagi.

Namun anehnya, salah seorang teman saya yang alergi dengan aroma minyak kayu putih tidak komplain kepada saya. Padahal biasanya dia yang paling cerewet setiap kali aroma minyak kayu putih menyeruak ke hidungnya, sebab itu bisa membuatnya mabuk kendaran juga. Karena itulah, saya jadi merasa lebih nyaman tersebab tidak ada yang terganggu oleh aroma minyak kayu putih.

Alhasil, perjalanan ke Wonosobo pagi itu berjalan lancar dan tanpa aksi mabuk saya. Kami sampai di lokasi menjelang subuh. Setelah bersiap-siap dan sebagian ada yang menunaikan salat subuh, kami pun bergegas naik ke puncak Sikunir yang tak terlampau tinggi itu. Lima belas menit kemudian, kami sudah dapat menyaksikan indahnya sinar matahari pagi mengawali hari. Ada cukup banyak pengunjung hari itu. Ada yang asyik berfoto dengan matahari terbit, asyik memfoto matahari terbit, ada pula yang hanya menyaksikan dan menikmati. 

Kami berada di sana cukup lama, sampai sinar matahari mulai terasa panas. Sekira pukul 8 kami turun, kemudian menikmati kentang balado Sikunir yang nikmat itu sebagai sarapan. Buat Anda yang berencana pergi ke sana, saya sarankan untuk mencicipnya juga.

Sunrise Sikunir
Sunrise Sikunir
Kentang Balado Sikunir Rp 5.000/porsi Foto by Edward
Kentang Balado Sikunir Rp 5.000/porsi Foto by Edward
Puas menikmati kentang dan perut sudah terasa kenyang, kami melanjutkan perjalanan. Kawah Sikidang, Telaga Warna, dan Dieng Plateau Theater sudah menanti kedatangan kami. Di tempat-tempat tersebut, kami benar-benar dimanjakan dengan pemandangan alam yang begitu memesona. Lahan pertanian penduduk terlihat menghijau dan duh...menyenangkan sekali. Hijaunya air telaga, goa-goa, dan asap kawah yang terus-menerus keluar dari perut bumi, mengingatkan saya untuk mensyukuri indahnya ciptaan illahi. Membuat saya sadar bahwa perjalanan tanpa aksi mabuk kendaraan itu sangat mengasyikkan. 

Keasyikan dan kegembiraan itu, tanpa terasa membawa kami pada pukul tiga sore--jam yang mengingatkan kami untuk bersiap pulang ke Jogja. Bukan apa-apa, ini hanya soal jam sewa yang akan habis pada pukul Sembilan malam. Hehe 

telaga-warna-jpg-581db3a893fdfdc553237fac.jpg
telaga-warna-jpg-581db3a893fdfdc553237fac.jpg
Di Kawah Sikidang/Foto by Wahyu
Di Kawah Sikidang/Foto by Wahyu
Meski demikian, mengingat di antara kami belum ada yang pernah menikmati Mi Ongklok, maka kami menyempatkan diri untuk singgah di Warung Mi Ongklok Longkrang saat perjalanan pulang. Saat itu saya makan dengan cukup lahap dan percaya diri,  karena tiada lagi rasa khawatir akan muntah atau apalah-apalah. 

Saat di Warung Mi Ongklok Longkrang/ Foto by Edward
Saat di Warung Mi Ongklok Longkrang/ Foto by Edward
 

*****

Dua minggu yang lalu, tidak seperti biasanya saya merasa kurang enak badan. Bisa dipastikan, kalau sudah seperti itu saya bisa langsung mendiagnosa bahwa saya sedang kemasukan angin, karena memang cuma itulah penyakit saya selama ini. Padahal saat itu saya sedang ada aktivitas di luar. Karena rasa badan sudah sangat tidak enak, saya memutuskan untuk segera pulang. Dan begitu sampai di kos, saya langsung swa-kerok di bagian dada. Kalau benar saya masuk angin, biasanya saya akan segera sembuh. 

Dan benar, saya masuk angin. Bekas kerokan saya merah semua.

Pascakerokan itulah saya baru ngeh bahwa ternyata minyak kayu putih yang saya beli beberapa minggu silam adalah minyak kayu putih Aromatherapy Ekaliptus. Saya kemudian mencoba membandingkan aromanya dengan stok minyak kayu putih lama yang saya punya, Cap Lang juga, hanya saja ukuran mini dan bukan aromatherapy

Minyak Kayu Putih Aromatherapy dan si Mini /Foto by Darul Azis
Minyak Kayu Putih Aromatherapy dan si Mini /Foto by Darul Azis
Dan ya, aromanya memang beda. Lebih segar dan lembut. Tidak terlalu menyengat sebagaimana minyak kayu putih biasa. Sekonyong-konyong aroma tersebut mengingatkan saya dengan perjalanan kami ke Wonosobo beberapa minggu sebelumnya. Pantaslah kalau teman  saya tidak ‘terganggu’ dengan aromanya. Pantaslah kalau pacar saya sempat bertanya apakah parfum saya ganti?--pertanyaan yang waktu itu membuat saya bingung.

Dan, yang paling lebih penting lagi sebenarnya adalah pertemuan perdana yang tak disengaja dengannya  hari itu, membuat saya tidak mabuk kendaraan. Tidak seperti biasanya. Sehingga perjalanan piknik kala itu jadi lebih menyenangkan.

Ini benar-benar pertemuan yang sangat mengesankan. Bagi Anda yang punya permasalahan serupa, bisa mencoba minyak kayu putih jenis Aromatherapy ini . (DA)

Yuk, berteman dengan saya di Facebook dan saling follow di Twitter saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun