Mohon tunggu...
Darto Wiryosukarto
Darto Wiryosukarto Mohon Tunggu... -

Jika kita tidak bisa mencintai orang-orang yang dapat kita lihat, bagaimana kita bisa mencintai Tuhan yang tak terlihat? \r\n\r\n# dartowe@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Memacu Transaksi Non Tunai di Toko Online

27 Februari 2012   08:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:54 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Transaksi belanja di ritel modern dengan APMK terus tumbuh. Begitu juga transaksi belanja melalui toko online di internet. Agar lebih praktis, belanja di toko online harus memanfaatkan transaksi non tunai. [caption id="attachment_163643" align="alignnone" width="600" caption="TOKONE. Memacu transaksi non tunai."][/caption] TEKNOLOGI internet telah menyatukan miliaran manusia penghuni bumi. Mereka berkumpul dan berinteraksi dalam wadah virtual yang populer disebut social media (socmed) seperti Facebook, Twitter, Kaskus, dan lain-lain. Facebook adalah komunitas maya terbesar dengan anggotanya kini mencapai 800 juta orang. Di komunitas dunia maya tersebut berbagai obrolan terjadi, dari sekedar bercanda, diskusi, hingga bisnis. Situs social network kian dimanfaatkan pengaksesnya untuk berpromosi serta menawarkan jasa dan barang. Di situs-situs perdagangan online atau electronic commerce (e-commerce) aktivitas jual beli oleh pengunjung lebih mencolok lagi. Di toko online atau cybershop, penjual dan pembeli bisa berhubungan secara virtual. Volume perdagangan di ranah maya pun diam-diam cukup besar. Menurut survei Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika Kementerian Komunikasi dan Informasi ( Ditjen Aptel Kominfo), jumlah merchant yang memanfaatkan e-commerce untuk penjualan produk dan jasa terus meningkat, sehingga potensi ekonomi dan pasar yang dapat diserap sangat besar. Kominfo menyebut potensi e-commerce nilainya mencapai Rp3.000 triliun. Kendati terlampau optimis, estimasi tersebut didukung dengan statistik pasar yang sangat besar karena populasi mencapai lebih dari 240 juta jiwa dengan produk domestik bruto (PDB) yang besar hingga Indonesia termasuk dalam salah satu anggota negara yang tergabung dalam G20. Namun, potensi e-commerce sebesar itu tidak serta merta bisa digarap seketika. Menurut kajian Biro Riset Infobank, penyebabnya ada dua faktor. Pertama, bisnis online belum bisa menggantikan bisnis tradisional (offline), karena kendati bisa melakukan order dengen cepat secara online namun proses pengiriman barang membutuhkan waktu dan koordinasi yang lebih rumit.  Dengan kata lain, e-commerce sebagai reinventing dunia bisnis bukan berarti menggantikan tapi komplemen dari sistem perdagangan yang sudah ada. Dua, pola berbelanja masyarakat Indonesia masih didominasi budaya transaksi tunai (cash based) dengan belanja off line di pasar tradisional masih mendominasi perdagangan ritel. PDB Indonesia pada 2011 diperkirakan mencapai sekitar Rp7.200 triliun dengan porsi pengeluaran konsumsi rumah tangga sekitar 56% atau Rp4.032 triliun. Ritel modern yang selalu disebut-sebut menggerus pasar tradisional dan merubah gaya berbelanja baru mampu mencatat nilai belanja sekitar Rp120 triliun pada 2011 atau hanya 3% dari total belanja rumah tangga. Dengan kata lain, dari nilai Rp4.032 triliun belanja rumah tangga tidak mungkin digeser ke pola belanja online dalam jangka pendek. Apalagi, kultur masyarakat Indonesia masih relatif masih tradisional dengan transaksi tunai masih mendominasi atau lebih dari 60% transaksi ritel di Indonesia. Secara perlahan, budaya berbelanja dan bertransaksi memang akan bergeser seperti yang terjadi dalam 10 tahun terakhir. Dari tahun ke tahun, pengunaan transaksi non tunai dengan menggunakan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) seperti kartu debit maupun kartu kredit terus meningkat. Di era kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi, layanan perbankan makin elektronik dengan lahirnya internet banking dan mobile banking. Sejak 2009 penggunaan uang elektronik (e-money) mulai marak dimanfaatkan masyarakat. Artinya, kendati belanja offline masih mendominasi kultur belanja di masyarakat, namun peluang belanja online makin lebar. Jika munculnya inovasi alat pembayaran non tunai pelan-pelan merubah budaya masyarakat dalam bertransaksi, maka meningkatnya jumlah pengakses internet juga akan menandai perubahan pola belanja dari offline ke online. Kendati belanja off line masih mendominasi dalam waktu 10 tahun ke depan, porsi nilai belanja online akan terus meningkat. Menurut Biro Riset Infobank, ada sejumlah faktor yang akan meningkatkan pola belanja online. Satu, meningkatnya jumlah pengakses internet seiring dengan edukasi di masyarakat yang makin paham teknologi dan internet. Dua, makin banyaknya toko online yang muncul dan diiriing dengan meningkatnya jumlah merchant yang akan memanfaatkan jaringan online untuk mendeliver produknya ke pasar. Tak dipungkiri jika membuka toko online jauh lebih murah ketimbang membuka toko konvensional. Selain lebih efisien, distribusi secara online ini lebih menjangkau pasar di Indonesia yang tersebar luas. Tiga, faktor demografi Indonesia yang didominasi usia muda atau rata-rata berusia 28 tahun. Saat ini, mayoritas pengakses internet berusia 25 tahun ke bawah. Dominasi usia muda yang sudah biasa mengakses dunia digital akan lebih mudah merespon hadirnya budaya baru dalam berbelanja di dunia maya. Bonus demografi yang akan dialami Indonesia sampai 2025 ini juga membuka peluang lahirnya jumlah kelas menengah yang memiliki kekuatan daya beli dan meningkatkan pengeluaran (spending). Empat, munculnya inovasi alat pembayaran elektronik seperti digital money yang lebih praktis dan cepat. Perubahan pola belanja masyarakat dan kemajuan teknologi ini tentu akan terus direspon bank dengan menyediakan instrumen pembayaran yang praktis. Bahkan, regulasi juga telah membuka lembaga nonbank untuk terlibat dalam penyediaan alat transaksi elektronik. Tren belanja online akan meningkatkan kebutuhan alat pembayaran yang mudah, aman dan efisien. Dunia teknologi pembayaran sebetulnya telah mengembangkan pembayaran e-commerce yang praktis seperti dengan menggunakan kartu kredit, e-cash, smartcard, maupun iCheck. Namun, masyarakat Indonesia masih yang kuat dengan budaya transaksi tunai memang terlihat sangat konservatif dalam memanfaatkan transaksi secara digital. Survei Ditjen Aptel Kominfo menunjukkan, cara pembayaran e-commerce di Indonesia 57% dilakukan dengan transfer melalui bank, 28% dengan cash on delivery (COD), 7% dengan kartu kredit, dan 9% lain-lain. Industri perbankan yang giat mengembangkan bisnis pembayaran sebetulnya terus berusaha mengedukasi nasabah untuk memanfaatkan instrumen pembayaran elektronik seperti kartu debit, kartu kredit, dan e-money yang lebih praktis untuk berbelanja ritel, baik offline maupun online. Bahkan, Bank Mandiri secara jelas mendorong nasabahnya memanfaatkan kartu kredit untuk berbelanja di e-commerce. Keseriusan Bank Mandiri mendorong nasabahnya berbelanja di e-commerce itu diwujudkan dengan membuat portal belanja online www.tokone.com November lalu. Menurut Mansyur S Nasution, Direktur Konsumer Bank Mandiri, situs belanja ini diharapkan memudahkan nasabah dalam melakukan pembelian barang dan memanfaatkan instrumen pembayaran berbasis elektronik. Tokone.com dirancang dengan konsep cyber mall (eMall) yang dilengkapi fitur cicilan dan point redemption. "Penetrasi internet dan pertumbuhan penjualan smartphone yang tinggi telah mengubah gaya hidup masyarakat, termasuk berbelanja. Itu sebabnya kami mengembangkan portal belanja ini,” ujar Mansyhur kepada wartawan saat peluncuran www.tokone.com. Sebagai bank yang serius mengembangkan bisnis pembayaran, Bank Mandiri tentu mengutamakan kemudahan, kecepatan, dan keamanan bagi konsumen yang belanja di Tokone.com. Untuk tahap awal, pembayaran di Tokone.com hanya bisa lakukan dengan kartu kredit Bank Mandiri. Namun pada tahap selanjutnya Bank Mandiri akan menyediakan berbagai alternatif pembayaran digital yang sudah terintegrasi dengan payment gateway Bank Mandiri. Handayani, Senior Vice President Consumer Cards Group Bank Mandiri menambahkan, peluncuran toko online tersebut ditargetkan mampu meningkatkan bisnis kartu kredit Bank Mandiri hingga 30%. Per September 2011 jumlah kartu kredit Bank Mandiri mencapai 2,25 juta dan ditargetkan menjadi 2,50 juta sampai akhir tahun. "Dengan diluncurkannya tokone.com paling tidak transaksi e-commerce yang sekarang rata-rata masih Rp 12 miliar per bulan bisa meningkat jadi Rp 50 miliar per bulan," kata Handayani. Langkah Bank Mandiri yang mendirikan toko online dan mendorong nasabahnya bertransaksi elektronik tentu memberi kontribusi positif bagi kemajuan e-commerce di Indonesia. Selama ini, pemanfaatan alat pembayaran yang praktis belum maksimal karena banyaknya kasus penipuan online juga menghambat kemajuan e-commerce. Ke depan, edukasi dan sosialisasi yang dilakukan situs-situs cybershop maupun lembaga-lembaga penyedia alat pembayaran elektronik diharapkan meningkatkan pemahaman masyarakat untuk lebih memanfaatkan kemudahan belanja secara online. *) Artikel ini pernah dimuat di Majalah Infobank edisi Januari 2012 dan menjadi pemenang pada Journalist Writing Competition untuk kategori Lifestyle & Business Magazine yang diselenggarakan oleh Bank Mandiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun