Mohon tunggu...
A Darto Iwan S
A Darto Iwan S Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis bukan karena tahu banyak, tapi ingin tahu lebih banyak.

Menulis sebagai salah satu cara untuk healing :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Coding Tanpa Komputer Masih Ada Guru Gaptek, Ironi Pendidikan Digital di Indonesia

7 Januari 2025   08:12 Diperbarui: 7 Januari 2025   08:12 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Coding Tanpa Komputer. (gambar oleh Darto + AI)

Dari penggunaan smartphone hingga akses internet, teknologi mempengaruhi cara kita belajar, bekerja, dan berinteraksi. Dalam konteks pendidikan, penerapan coding dan Artificial Intelligence (AI) menjadi semakin penting. Namun, ada tantangan besar yang harus dihadapi: kesenjangan digital di kalangan guru. Mengapa hal ini penting untuk diperhatikan? Karena kesenjangan ini dapat memengaruhi kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa.

Kesenjangan digital merujuk pada perbedaan akses dan kemampuan individu dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Dalam pendidikan, hal ini terlihat dari ketidakmerataan akses terhadap perangkat teknologi, internet, dan platform pembelajaran online.

Ada beberapa penyebab, seperti akses teknologi yang terbatas, keterbatasan ekonomi, dan kurangnya pemahaman atau pengetahuan tentang teknologi di kalangan guru.  

Banyak sekolah, terutama di daerah terpencil, tidak memiliki akses ke perangkat seperti komputer atau tablet yang diperlukan untuk mengajarkan coding dan AI. Bayangkan jika seorang guru ingin mengajarkan coding tetapi tidak memiliki laptop atau koneksi internet yang stabil, bagaimana mungkin mereka bisa mengajarkan materi tersebut? Di beberapa daerah, jaringan internet masih sangat minim, membuat siswa sulit mengakses sumber belajar online.

Alat pendidikan digital seperti komputer dan smartphone sering kali memiliki harga yang tinggi. Ini menciptakan kesenjangan antara siswa dari keluarga berpendapatan tinggi yang dapat membeli perangkat tersebut dan siswa dari keluarga kurang mampu yang tidak bisa. Misalnya, seorang siswa di kota besar mungkin memiliki akses ke laptop terbaru untuk belajar coding, sementara temannya di desa hanya bisa menggunakan ponsel tua yang tidak mendukung aplikasi pembelajaran.

Banyak guru tidak mendapatkan pelatihan yang cukup untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam pembelajaran mereka. Seperti seorang koki yang tidak pernah diajari cara menggunakan alat dapur baru, mereka mungkin tahu bahan-bahan apa yang harus digunakan tetapi tidak tahu cara memasaknya dengan benar. Tanpa pelatihan yang memadai, guru akan kesulitan mengajarkan coding dan AI secara efektif kepada siswa.

Dalam dunia pendidikan, perbedaan usia dan pengalaman guru dapat menjadi faktor penting yang memengaruhi cara mereka mengajar, terutama dalam penerapan teknologi seperti coding dan AI. Mari kita lihat lebih dekat bagaimana perbedaan ini dapat menciptakan kesenjangan dalam kemampuan pengajaran.

Guru senior biasanya telah mengajar selama bertahun-tahun dan terbiasa dengan metode pengajaran tradisional. Mereka mungkin lebih nyaman menggunakan buku teks, papan tulis, dan metode ceramah. Misalnya, jika seorang guru senior telah mengajar matematika dengan cara menjelaskan rumus di papan tulis selama 20 tahun, mereka mungkin merasa kesulitan untuk beralih ke metode yang lebih interaktif seperti menggunakan aplikasi pembelajaran digital.

Analoginya, bayangkan seorang koki yang telah memasak dengan cara tradisional selama bertahun-tahun. Ketika diberikan peralatan masak modern seperti oven microwave atau blender, mereka mungkin merasa bingung atau tidak tahu cara menggunakannya. Hal ini juga terjadi pada guru senior yang harus beradaptasi dengan teknologi baru.

Di sisi lain, guru muda sering kali lebih familiar dengan teknologi karena mereka tumbuh di era digital. Mereka mungkin sangat mahir menggunakan smartphone, media sosial, dan aplikasi lainnya. Namun, meskipun mereka memiliki keterampilan teknologi yang baik, mereka mungkin kurang pengalaman dalam mengajar secara efektif.

Misalnya, seorang guru muda mungkin tahu cara menggunakan aplikasi coding untuk membuat permainan sederhana, tetapi mereka mungkin belum memiliki pengalaman dalam menyusun rencana pelajaran yang baik atau mengelola kelas saat menggunakan teknologi tersebut. Ini mirip dengan seorang pengemudi muda yang sangat mahir dalam mengoperasikan mobil modern tetapi belum pernah menghadapi situasi sulit di jalan raya.

Perbedaan antara guru senior dan guru muda dapat menciptakan kesenjangan dalam kualitas pengajaran. Siswa mungkin mendapatkan pengalaman belajar yang berbeda tergantung pada siapa guru mereka. Jika siswa diajar oleh guru senior yang kurang terbiasa dengan teknologi, mereka mungkin tidak mendapatkan pemahaman yang cukup tentang coding dan AI. Sebaliknya, jika diajar oleh guru muda yang sangat paham teknologi tetapi kurang pengalaman dalam mengajar, siswa mungkin tidak mendapatkan bimbingan yang sistematis.

Apakah kita ingin generasi mendatang hanya belajar dari satu cara pengajaran saja, atau seharusnya kita mencari cara untuk memadukan pengalaman dan pengetahuan dari kedua generasi guru ini demi masa depan pendidikan yang lebih baik? Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat mencari solusi untuk meningkatkan kolaborasi antara guru senior dan guru muda.

Disisi lain ada upaya untuk menerapkan Coding dan AI di pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.  Menteri Pendidikan Indonesia telah merencanakan untuk memasukkan coding dan AI ke dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah. 

Dengan melihat fakta -- fakta diatas, tentunya wajar jika penerapan menerapkan Coding dan AI di pendidikan dasar dan menengah akan menemui tantangan, misalnya kesiapan infrastruktur dan keterbatasan kompetensi guru.  Sekolah-sekolah di daerah terpencil sering kali tidak memiliki infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung pembelajaran berbasis teknologi. Tanpa pelatihan yang tepat, guru tidak akan mampu mengajarkan coding dan AI secara efektif.

Salah satu isu yang sedang hangat dibicarakan adalah kritik terhadap eksklusivitas pembelajaran coding dan AI di sekolah-sekolah tertentu saja. Apakah adil jika hanya sekolah-sekolah unggulan yang mendapatkan akses ke kurikulum ini? Hal ini dapat memperlebar jurang antara siswa dari latar belakang ekonomi berbeda.

Lalu apa yang bisa kita kerjakan untuk mengatasi kesenjangan digital ini ? Ada beberapa hal, contohnya, melakukan pelatihan bagi para guru yang berkelanjutan, tidak hanya sekali latihan, lalu selesai begitu saja. Program pelatihan berkelanjutan sangat penting untuk meningkatkan keterampilan digital guru. Pelatihan ini bisa berupa workshop atau seminar tentang penggunaan teknologi terbaru dalam pendidikan. Misalnya, jika seorang guru diajari cara menggunakan aplikasi pembelajaran interaktif, mereka akan lebih percaya diri dalam mengajarkannya kepada siswa.

Pemerintah perlu memastikan bahwa semua sekolah memiliki akses terhadap perangkat teknologi dan internet. Ini bisa dilakukan dengan membangun jaringan internet yang lebih baik di daerah terpencil atau memberikan bantuan perangkat kepada sekolah-sekolah kurang mampu. Penting untuk menciptakan program pendidikan yang merata agar semua siswa, tanpa memandang latar belakang ekonomi, dapat belajar coding dan AI. Misalnya, program "Coding for All" bisa diluncurkan untuk memberikan pelatihan gratis kepada siswa di daerah kurang beruntung.

Kita juga bisa menggandeng perusahaan teknologi untuk menyediakan perangkat atau pelatihan bagi guru dapat menjadi solusi efektif. Perusahaan-perusahaan ini sering kali memiliki sumber daya dan pengalaman dalam bidang teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh institusi pendidikan.

Kesenjangan digital di kalangan guru merupakan masalah serius yang perlu segera ditangani agar penerapan pembelajaran coding dan AI dapat berjalan efektif di seluruh Indonesia. Dengan langkah-langkah konkret dari pemerintah dan lembaga terkait, kita dapat menciptakan pendidikan yang lebih inklusif dan berkualitas.

Penting bagi kita semua untuk memahami bahwa kesenjangan digital bukan hanya masalah teknis, ia menyentuh aspek sosial dan ekonomi masyarakat kita. Mari kita diskusikan bagaimana kita bisa bersama-sama mengatasi masalah ini demi masa depan pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak kita! Apakah Anda setuju bahwa setiap anak berhak mendapatkan akses pendidikan berkualitas? Bagaimana pandangan Anda tentang langkah-langkah yang perlu diambil?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun