Seperti kita pahami bersama, kecerdasan artifisial (AI) dan machine learning (ML) telah menjadi bagian penting dari kehidupan kita. Dari asisten virtual di ponsel hingga rekomendasi film di platform streaming, AI membantu kita dalam banyak hal. Namun, ada satu hal yang sering kali terlewatkan yaitu peran penting manusia dalam melatih AI. Mengapa kita harus melatih AI sendiri dan tidak hanya mengandalkan model yang sudah siap pakai?
Model AI yang sudah dilatih sering kali memiliki keterbatasan. Bayangkan Anda membeli sebuah mobil yang sudah dirakit, tetapi tidak sesuai dengan kebutuhan Anda. Mobil itu mungkin tidak cocok untuk medan yang Anda hadapi setiap hari. Begitu juga dengan model AI, Â mereka mungkin tidak dapat menangani situasi spesifik yang Anda hadapi.
Data adalah bahan bakar bagi AI. Tanpa data yang berkualitas, model AI tidak akan mampu belajar dengan baik. Misalnya, jika Anda ingin melatih model untuk mengenali gambar kucing dan anjing, Anda perlu memberikan banyak contoh gambar kucing dan anjing agar model dapat belajar membedakannya. Apakah Anda pernah berpikir, "Bagaimana jika data yang saya berikan tidak mencakup semua variasi?" Ini adalah tantangan nyata yang harus dihadapi saat melatih AI.
Setiap konteks penggunaan AI berbeda. Misalnya, model yang dilatih untuk mengenali wajah di lingkungan terang mungkin tidak bekerja dengan baik di tempat gelap. Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai pengguna untuk melatih AI sesuai dengan konteks spesifik kita.
Apa saja model Pelatihan AI? Â Ada beberapa model pelatihan AI yang umum digunakan, terutama dalam konteks machine learning. Berikut adalah beberapa jenis model pelatihan AI yang paling signifikan.
Metode pertama, Supervised Learning, atau pembelajaran terbimbing, adalah jenis pelatihan di mana model dilatih menggunakan data yang telah dilabel. Tujuan utama adalah untuk membuat model yang dapat memprediksi output berdasarkan input yang diberikan. Contohnya adalah ketika kita mengajarkan anak-anak membaca, kita memberikan mereka buku dengan huruf-huruf yang sudah jelas dan terstruktur. Dengan cara ini, mereka belajar mengenali huruf dan kata-kata.
Misalkan kita ingin membuat model untuk mengenali angka tulisan tangan. Kita akan memberikan banyak contoh angka dari 0 hingga 9 beserta labelnya (misalnya "0", "1", "2", dll.). Dengan begitu, model belajar mengenali pola masing-masing angka berdasarkan contoh-contoh tersebut.
Contoh penerapannya adalah penyaring email spam dan identifikasi warna. Â Penyaring Email Spam. Model yang digunakan untuk menyaring email spam dilatih menggunakan dataset berupa contoh-email yang diberi label "spam" dan "bukan spam". Identifikasi Warna. Model yang digunakan untuk identifikasi warna objek dalam foto dilatih menggunakan dataset berupa foto-foto yang dilabel dengan warna-warnanya.
Metode kedua, Unsupervised Learning, atau pembelajaran tidak terbimbing, adalah jenis pelatihan di mana model dilatih menggunakan data yang tidak dilabel. Tujuan utama adalah untuk menemukan pola atau struktur tersembunyi dalam data.
Berbeda dengan supervised learning, unsupervised learning menggunakan data tidak berlabel untuk menemukan pola atau struktur dalam data tersebut. Bayangkan Anda memasuki sebuah ruangan baru tanpa petunjuk, Anda harus menjelajahi ruangan tersebut untuk menemukan barang-barang di dalamnya.
Contoh nyata dari unsupervised learning adalah pengelompokan pelanggan berdasarkan perilaku pembelian mereka. Dengan menganalisis data transaksi tanpa label tertentu, perusahaan dapat menemukan segmen pelanggan yang berbeda dan menyesuaikan strategi pemasaran mereka. Contoh lainnya adalah clustering nasabah kartu kredit. Model yang digunakan untuk mengelompokkan nasabah kartu kredit berdasarkan karakteristik mereka, seperti rata-rata nilai batas kartu kredit, frekuensi panggilan ke bank, atau frekuensi kunjungan ke website bank. Contoh lain, Analisis Segmentasi Pasar. Model yang digunakan untuk mengidentifikasi segmentasi pasar berdasarkan perilaku pembelanjaan konsumen.
Sebenarnya masih ada 3 metode pelatihan AI lagi yang belum disebutkan disini, dan akan dibahas di tulisan selanjutnya.Â
Model pelatihan AI merupakan tools yang sangat penting dalam pengembangan kecerdasan artifisial, dan setiap jenis model memiliki manfaat dan aplikasi yang spesifik dalam berbagai domain.
Salah satu isu terkini adalah perkembangan kecerdasan artifisial generatif seperti ChatGPT. Meskipun teknologi ini sangat canggih, ada tantangan etis yang muncul terkait penggunaannya, seperti potensi penyalahgunaan informasi atau bias dalam hasil keluaran. Apakah kita sudah siap menghadapi tantangan ini?
Kekhawatiran terhadap bias dalam model juga menjadi perhatian utama. Jika data pelatihan memiliki bias tertentu, misalnya kurangnya representasi kelompok tertentu, model akan mencerminkan bias tersebut dalam hasilnya. Bagaimana kita bisa memastikan bahwa AI berfungsi secara adil bagi semua orang?
Tips untuk Pemula dalam Melatih AI. Bagi pemula yang ingin terjun ke dunia machine learning, ada beberapa hal yang patut dilakukan. Misalnya baca dan ikuti sumber daya belajar. Ada banyak buku dan kursus online gratis maupun berbayar tentang machine learning. Selalu lakukan evaluasi berkala terhadap model dan jangan ragu untuk melakukan eksperimen dengan berbagai algoritma.
Bagaimana kita dapat melatih model AI? Berikut langkah-langkah dasar melatih model AI. Langkah pertama adalah mengumpulkan data dari berbagai sumber. Misalnya, jika Anda ingin membuat model untuk mendeteksi penyakit tanaman, Anda perlu mengumpulkan gambar berbagai jenis tanaman yang sehat dan sakit.
Setelah mengumpulkan data, langkah selanjutnya adalah membersihkannya. Data sering kali memiliki nilai hilang atau duplikasi. Bayangkan Anda sedang memasak, jika bahan-bahan tidak bersih, hasil masakan Anda mungkin tidak enak. Jika Anda menggunakan supervised learning, Anda perlu memberi label pada data. Misalnya, jika Anda memiliki gambar kucing dan anjing, Anda harus menandai mana yang kucing dan mana yang anjing.
Setelah data siap, bagi dataset menjadi dua bagian: satu untuk pelatihan dan satu untuk pengujian. Biasanya rasio 80:20 digunakan, 80% untuk pelatihan dan 20% untuk pengujian. Mengapa ini penting? Agar kita dapat menguji seberapa baik model bekerja dengan data baru. Pilih algoritma yang tepat berdasarkan jenis masalah yang ingin diselesaikan. Misalnya, jika Anda ingin mengklasifikasikan email sebagai spam atau bukan spam, algoritma klasifikasi seperti Decision Tree bisa menjadi pilihan.
Saatnya melatih model. Gunakan data pelatihan untuk menemukan pola dan hubungan dalam data tersebut. Seperti seorang murid belajar dari guru, semakin banyak contoh yang diberikan, semakin baik pemahaman mereka. Setelah model dilatih, evaluasi kinerjanya menggunakan data pengujian. Apakah akurasi model memuaskan? Jika tidak, mungkin ada yang perlu diperbaiki.
Terakhir, lakukan penyempurnaan pada model dengan tuning parameter atau menambah data agar kinerjanya lebih baik. Seperti seorang atlet yang terus berlatih untuk meningkatkan performa mereka.
Melatih AI bukanlah tugas yang bisa dianggap sepele. Sebagai pengguna, kita memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa model AI berfungsi dengan baik dan relevan dengan konteks penggunaan kita sendiri. Dengan melibatkan diri dalam proses pelatihan, kita dapat menciptakan solusi teknologi yang lebih efektif dan adil.
Apakah Anda siap untuk mulai belajar dan berkontribusi pada pengembangan AI? Mari berdiskusi! Apa pendapat Anda tentang pentingnya peran manusia dalam pelatihan AI?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H