Penggunaan AI dapat menyebabkan kebingungan antara usaha nyata mahasiswa dan hasil yang dihasilkan oleh mesin. Misalnya, jika seorang mahasiswa menyerahkan tugas yang sepenuhnya ditulis oleh AI tanpa memberikan atribusi yang tepat, ia berisiko melanggar prinsip integritas akademik. Hal ini bisa berujung pada sanksi akademik yang serius, termasuk pencabutan gelar atau dikeluarkan dari universitas.
Dosen memiliki pandangan beragam tentang penggunaan AI dalam pendidikan. Beberapa melihatnya sebagai alat bantu yang dapat meningkatkan kualitas tulisan, sementara yang lain khawatir akan dampaknya terhadap integritas akademik. Misalnya, ada dosen yang mendorong mahasiswa untuk menggunakan AI sebagai alat brainstorming sebelum menulis draf akhir mereka sendiri. Apakah kita bisa menemukan titik tengah antara inovasi dan etika?
Mahasiswa sering kali merasa terjebak antara kebutuhan untuk memenuhi tuntutan akademik dan keinginan untuk menggunakan teknologi modern secara efektif. Diskusi terbuka tentang etika penggunaan AI sangat diperlukan agar mahasiswa memahami tanggung jawab mereka dalam menjaga keaslian karya mereka.
AI seharusnya digunakan sebagai alat bantu, bukan pengganti kerja keras mahasiswa. Sebagai contoh, setelah menyelesaikan draf awal esai mereka sendiri, mahasiswa dapat menggunakan AI untuk memperbaiki struktur tulisan atau mengecek tata bahasa sebelum menyerahkannya.
Institusi pendidikan perlu mengembangkan kebijakan yang mendukung penggunaan teknologi secara bertanggung jawab sambil tetap menekankan pentingnya keaslian dan integritas akademik dalam setiap aspek pembelajaran.
Pendidikan tentang etika penggunaan teknologi harus menjadi bagian integral dari kurikulum agar mahasiswa memahami batasan-batasan dalam menggunakan alat generatif seperti AI.
Penggunaan AI generatif di kampus dapat dilakukan secara etis dengan mengikuti panduan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Indonesia.
Misalnya dalam pembelajaran dan penugasan, dosen dapat meminta mahasiswa untuk menggambarkan cara mereka menggunakan AI generatif dalam menyelesaikan tugas, serta tantangan yang dihadapi dan pengalaman yang didapat. Ini mendorong refleksi kritis terhadap penggunaan teknologi.
Dalam evaluasi kritis, mahasiswa diharuskan untuk mengevaluasi hasil output dari AI generatif, mempertimbangkan akurasi dan potensi bias. Ini membantu mereka mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan analitis. Mengadakan sesi diskusi di mana mahasiswa dapat berbagi pengalaman mereka dengan AI generatif, termasuk kesalahan yang ditemukan dan cara memperbaikinya. Ini membangun komunitas belajar yang saling mendukung.
Mahasiswa didorong untuk menyampaikan hasil tugas dalam bentuk kreatif seperti podcast, video, atau infografis, sehingga mereka dapat mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata.
Institusi dapat menggunakan alat seperti Turnitin AI Detection untuk mendeteksi ketidakjujuran akademik dalam penggunaan AI generatif, memastikan integritas akademik terjaga.