Kesenjangan global ini semakin diperparah oleh fakta bahwa pengembangan AI membutuhkan sumber daya yang tidak merata, termasuk akses ke data besar dan infrastruktur komputasi canggih. Negara-negara yang memiliki akses ke kedua hal ini akan terus maju, sementara negara-negara yang tidak memilikinya akan semakin tertinggal.
Lalu, apakah AI hanya akan memperluas kesenjangan ekonomi? Tidak selalu. Jika dikelola dengan baik, AI justru bisa menjadi alat untuk menciptakan ekonomi yang lebih inklusif. Ini berarti kita perlu memastikan bahwa pengembangan dan penerapan AI dilakukan dengan memperhatikan dampak sosialnya, serta memastikan bahwa semua orang, tidak peduli latar belakang ekonomi atau geografisnya, memiliki kesempatan yang sama untuk merasakan manfaat dari AI.
Pemerintah perlu berperan aktif dalam menciptakan kebijakan yang memastikan bahwa AI tidak hanya menguntungkan segelintir orang. Ini bisa melalui program-program pelatihan keterampilan, pembangunan infrastruktur teknologi yang merata, hingga insentif bagi perusahaan-perusahaan yang menggunakan AI untuk menciptakan lapangan kerja baru, bukan hanya menggantikan tenaga kerja manusia.
Pada akhirnya, AI adalah teknologi yang memiliki potensi luar biasa, baik untuk menciptakan kemajuan ekonomi maupun memperlebar kesenjangan. Yang menentukan dampaknya adalah bagaimana kita memilih untuk menggunakannya. Apakah kita akan membiarkan AI memperbesar jurang antara yang maju dan tertinggal, ataukah kita akan menggunakan AI untuk mempersempit kesenjangan tersebut? Ini adalah pilihan yang ada di tangan kita semua. Kita pilih sekarang atau akan terlambat, setuju?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H