Dalam melakukan prediksi atau bahasa kerenya adalah forecasting memang tidak boleh sembarangan apalagi menggunakan persepsi atau pandagan diri sendiri sebagai seorang individu. Semua itu harus didasarkan pada bagaimana kondisi riel yang ada di lapangan sehingga mampu mengukur dengan akurat (walau tidak 100%) apa yang mungkin akan terjadi pada hari atau minggu atau bahkan tahun berikutnya.
Hal yang sama juga berlaku ketika memprediksi siapakah calon yang akan menang dalam kontestasi politik di 2017 ini terutama di DKI yang sedang anget angetnya. Semua orang yang melek politik pasti dalam hatinya masing – masing juga memprediksi siapa calon yang sekiranya akan menang dalam pemilihan nanti.
Cara untuk memprediksi tersebut selama ini umumnya adalah menggunakan lembaga survei untuk bisa menilai dengan angka bagaimana elektabilitas dari masing – masing calon sehingga sebelum pemilihanpun terlihat bagaimana reson pemilih terhadap masing – masing paslon. Dari situ akhirnya terlihat urutan paslon paling tinggi elektabilitasnya dan paslon yang paling rendah.
Hasil survei tersebut juga biasanya memang digunakan oleh tim sukses dari masing – masing paslon untuk mengetahuai seberapa besar hasil kinerjanya dalam rangka memnangkan paslon mereka. Ditambah juga akhirnya dengan hal itu bisa menjaidkan mana pesaing yang kuat dan mana yang relatif mungkin bisa dihadapi dengan normal. Sehingga memang survei – survei yang dilakukan di saat proses menjalankan kampanye politik sangat membantu dari masing – masing tim sukses untuk membuat strategi yang lebih jitu dalam menghadapi persaingan dengan paslon lain.
Dari skema yang seperti itu dari saya sendiri sebenanrya tidak masalah, bahkan bagus karena menunjukan bahwa setiap tim sukses bekerja keras dan kompetitif dalam meramaikan demokrasi di Indonesia tercinta. Dan secara harapan saya memang dengan seperti itu akan menjadikan pendidikan politik kepada masyarakat juga semakin baik sehingga dalam memilih juga ada aspek rasional yang masuk, bukan sekedar suku atau kedekatan personal saja.
Tetapi apalah daya dunia tak seindah mulut Om Mario Tegoeh. Lembaga survei bukanya menjadi titik ukur yang rasional dalam menunjang demokrasi justru yang ada malah menjadi sebuah alat bagi paslon untuk mempengaruhi publik bahwa mereka yang paling unggul dari selainya. Bayangin gimana ngga gitu, gilee dari 3 survey lembaga yang katanya kredibel yang itu dilakukan dalam waktu yang tidak jauh masa hasilnya beda jauh.. uwowww
Poltracking
Paslon 1 30,25%, Paslon 2 28,88%, Paslon 3 28,63%
LSI
Paslon 1 36,7%, Paslon 2 32,6%, Paslon 3 21,4%
PT Grup Riset Potensial
Paslon 1 45,0%, Paslon 2 23,3%, Paslon 3 23,5%
Muke gile ngga tuh?? Ayo lah lembaga survey ngga usah main main hal bginian deh.. emang sih uangnye gede, tapi ngga gini juga kaleee..
Klo gini caranya lu kayak orang ngaku pecinta alam tapi kerjaanya Cuma nyampah di gunung.. ayo nyebut om nyebut.. kite kite ngga bodo bodo amat om.. kalo mau ngibulin cerdas dikit dong..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H