Mohon tunggu...
Dartim Ibnu Rushd
Dartim Ibnu Rushd Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sedang belajar menjadi seorang Penulis yang sungguh-sungguh.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Palestina dan Filanterapi

25 Mei 2024   13:45 Diperbarui: 25 Mei 2024   13:46 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejarah filantropi di dunia bermula dari filantropi tradisional atau gerakan welas asih yang bersumber dari ajaran agama. Terutama dari tradisi agama Hindu, Budha, Kristen dan Islam. Dalam konteks keagamaan di Indonesia sendiri, gerakan-gerakan filantropi sangat terkait dengan kegiatan keagamaan seperti misionaris Kristen ataupun dakwah Islam.

Gerakan filantropi muncul atas dasar kepedulian dan rasa belas kasih terhadap masalah-masalah kemanusiaan yang acap kali terjadi di masyarakat baik lokal maupun global. Terutama yang terjadi pada kalangan masyarakat termarginalkan, tertindas, miskin dan terbelakang.

Filantropi merupakan gerakan kedermawanan sosial yang dimaksudkan untuk menjembatani jurang antara kelompok kaya dengan kelompok miskin, atau kelompok lemah dengan kelompok penguasa. Dimensi filantropi sangat luas dan mencakup berbagai bidang. Seperti bidang pendidikan, sosial, kesehatan, ekonomi, hukum atau bahkan politik sekalipun.

Filantropi sendiri secara bahasa berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yakni “philien” dan “antrophos”. Kedua kata ini masing-masing bermakna “cinta” dan “manusia”. Maka secara istilah ini makna filantropi adalah sebuah gerakan cinta kepada nilai-nilai kemanusiaan (loving to humanity).

Sedikit berbeda dengan “filanterapi” sebagai sebuah wacana baru seperti yang akan kita bahas. Gerakan ini membutuhkan kedewasaan sikap dan pengelolaan aspek managerial yang baik dalam setiap praktiknya. Mulai dalam hal menghimpun bantuan atau donasi, sekaligus bagaimana efektifitas penyalurannya. Hingga dapat tertuju pada sasaran yang benar-benar tepat.

Contohnya berempati dan berdonasi yang ditunjukan pada korban bencana kemanusiaan yang melanda masyarakat Palestina. Khususnya, krisis kemanusiaan atas serangan yang tengah terjadi di wilayah Gaza yang semakin meprihatinkan. Di dalamnya sangat dibutuhkan solidaritas tinggi dan strategi terukur untuk membantu mereka. Apalagi hingga kini kondisi para korban yang kian memprihatinkan.

Seperti mengutip berita pada beberapa media masa menyebutkan, bahwa terbaru serangan Israel ke Gaza telah menewaskan hampir 35.000 warga Palestina dan melukai hampir 80.000 orang yang sebagian besar dari mereka adalah warga sipil. Serangan didalihkan oleh Israel bahwa Gaza dijadikan tempat camp persembunyian militan Hamas.

Bahkan serangan terbaru, pasukan Israel membombardir daerah-daerah di wilayah Rafah bagian timur Palestina pada Kamis (9/5/2024) setelah perundingan gencatan senjata gagal menemui kesepakatan. Serangan terjadi, usai Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengabaikan ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang akan menghentikan bantuan senjata.

Keprihatinan semakin mendalam menyelimuti seluruh warga dunia atas kontestasi pelanggaran HAM yang terus berkelanjutan dilakukan oleh Israel. Maka gerakan filantropi dari warga dunia inilah yang diharapkan dapat menjadi solusi di tengah-tengah krisis kemanusiaan itu.

Gerakan ini dapat dijadikan sebagai alat atau instrumen sosial untuk menterapi atau memulihkan kembali organ-organ kemasyarakatan menuju perbaikan dan harmonisasi atas beragam masalah sosial dan kemanusiaan. Narasi ini yang nanti akan kita sebut sebagai “Filanterapi”.

James O. Midgley, seorang Profesor dari Departemen Kesejahteraan Sosial University of California Amerika, menyebutkan bahwa filantropi merupakan satu dari tiga pendekatan sosiologis untuk menggaungkan kesejahteraan hidup masyarakat. Termasuk juga sebagai upaya dalam mengentaskan kemiskinan, dan perbaikan hubungan sosial kemanusiaan.

Tiga pendekatan sosiologis yang dimaksud adalah pendekatan social service, social network dan philanthropy. Filantropi dianggap sebagai salah satu modal sosial yang telah lama menyatu di dalam kultur dan tradisi masyarakat. Terutama pada masyarakat desa (villagers). Sebagai contoh, kita bisa belajar dari masyarakat pedesaan Jawa.

Masyarakat pedesaan Jawa memiliki rasa kepedulian tinggi yang telah lama diterapkan dengan sangat baik dan berlangsung turun temurun. Di desa tumbuh budaya seperti sambatan, gotong-royong dan kenduren sebagai bentuk perwujudan kepedulian. Ringkasnya tradisi ini dapat menumbuhkan empati kemanusiaan.

Terapi Hubungan Sosial

Senada dengan itu Robert Waldinger menyampaikan bahwa hidup yang baik bermula dari hubungan yang baik antar sesama. Ia menyebutnya dengan istilah good relationship, atau dalam istilah lain disebut silaturrahim. Meskipun nyatanya di masyarakat, banyak dijumpai fenomena hubungan sosial yang tidak baik (bad relationship) yang disebabkan oleh beragam faktor.

Seperti konflik, persaingan, perbedaan opini, dan interaksi negatif lainnya. Bahkan hubungan tidak baik itu berakibat pada rusaknya beragam tatanan sistem sosial, politik, ekonomi atau bahkan sistem hidup yang lain. Buruknya hubungan sosial, juga berdampak pada rusaknya etika sosial (kemanusiaan). Seperti yang tengah terjadi pada krisis Israel-Palestina, yang terus berkelanjutan.  

Jika sistem sosial rusak maka tidak dapat terjadi pewarisan nilai dan etika di masyarakat (regenerasi etika). Waldinger menyarankan perlu dilakukan “terapi” atau penyembuhan (healing) dalam lingkup hubungan sosial. Adapun terapi dalam konteks ini adalah penanganan intensif untuk memulihkan kembali hubungan sosial yang mulai bermasalah atau mengalami konflik.

Layaknya dalam ilmu kesehatan terapi bertujuan untuk memulihkan kembali fungsi dari organ-organ tubuh yang bermasalah. Di dalam Ilmu psikologi juga dikenal istilah psikoterapi yakni pemulihan kembali kondisi mental seseorang yang telah mengalami beragam masalah atau ganguan kejiwaan disebabkan karena stress, frustasi, konflik batin yang berkepanjangan, trauma atau putus asa.

Setali dengan itu konsep filanterapi sebenarnya mirip dengan filantropi dan psikoterapi. Karena beririsan dengan kedua istilah tersebut yang dikaitkan dengan hubungan sosial. Secara istilah, filanterapi dapat dimaknai sebagai upaya peyembuhan hubungan sosial yang terindikasi terdapat kondisi kurang harmonis.

Terapi didasari atas rasa cinta atau kasih sayang sebagai manusia. Dalam arti kemanusiaan yang lebih umum adalah kepedulian. Objek utama yang diterapi adalah pola hubungan sosial dalam aspek kemanusiaan, kultural dan kemasyarakatan.

Seperti pesan yang tersirat pada ungkapan, “Cukup menjadi manusia untuk membela Palestina”. Masalah Palestina adalah masalah kemanusiaan pada umumnya. Terapi ini menjadi sangat penting dalam rangka menjaga kenyamanan dan keamanan kehidupan kemanusiaan. Kenyamanan hidup manusia dalam arti hubungan baik untuk saling memakmurkan kehidupan di dunia.

Narasi filanterapi memiliki kesamaan dengan filantropi dalam hal motivasi. Karena semangatnya sama-sama disebabkan atas rasa cinta dan kasih sayang. Filanterapi juga memiliki kesamaan dengan fisioterapi dalam hal posisinya sebagai instrumen penyembuh (healing).

Hanya saja objek filanterapi tertuju pada aspek hubungan sosial. Filanterapi merupakan sebuah upaya terapi dari sisi kemanusiaan dengan memperbaiki pola hubungan yang baik atau good relation, jika meminjam istilah dari Robert Waldinger.

Aspek karakter yang nampak bisa dalam bentuk; menjadi pribadi yang mampu menahan diri atau sabar, tidak egois atau mau berbagi, menumbuhkan kepasrahan diri atau taat aturan, dan dermawan atau saling mengasihi.

Bayangkan jika aspek karakter dalam filanterapi ini dapat diterapkan dalam konflik seperti yang terjadi di Israel dan Palestina, pasti tidak akan ada lagi korban-korban yang terus berjatuhan.  Narasi ini mudah-mudahan dapat menginspirasi untuk menggerakkan kita menuju tatanan hidup yang lebih baik, lebih harmonis dan lebih sejahtera demi kemanusiaan universal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun