Mohon tunggu...
Dartim Ibnu Rushd
Dartim Ibnu Rushd Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sedang belajar menjadi seorang Penulis yang sungguh-sungguh.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menebarkan Rahmah

7 Maret 2024   13:02 Diperbarui: 7 Maret 2024   13:10 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Secara perspektif, Islam selalu identik dengan beragam frase. Ada banyak frase yang ditunjukkan kepada Islam. Sebagian orang mengatakan Islam itu tradisional, sehingga ada istilah Islam tradisional. Sebagian lagi mengatakan Islam itu liberal sehingga ada istilah Islam liberal. 

Bahkan Islam dijadikan sebagai semacam stigma. Seperti ada yang mengatakan bahwa Islam itu radikal, ekstrimis, intoleran, bahkan teroris dan lainnya. Atau mungkin masih banyak lagi frase lain yang disematkan kepada Islam dengan pemahaman tertentu terkait dengan pemikiran mereka tentang Islam.

Memang benar, ada sebagian ajaran Islam yang sesuai dengan konsep "radikalisme", tapi tidak semua ajaran Islam adalah "radikal", maka Islam itu bukan Islam radikal. Ada juga sebagian dari ajaran Islam yang mungkin bersesuaian dengan konsep "liberalisme", tapi tidak semua ajaran Islam adalah liberal, sehingga Islam itu juga bukan Islam liberal. 

Atau bahkan ada sebagain dari ajaran Islam yang bersesuaian dengan konsep-konsep "sosialisme", tapi Islam itu bukan "sosialisme", dan tidak ada istilah Islam sosialis. Dengan logika yang sama, sering kita dengar, masih ada frase-frase lain yang mengikuti kata "Islam" di belakangnya. Sebagaimana contoh Islam progresif, Islam moderat, Islam nasionalis, Islam berkebudayaan dan lain sebagainya.

Benar memang dan tidak ada salahnya jika frase-frase itu muncul sebagai bagian dari konsep teknis untuk memahami Islam. Tetapi secara substansial Islam itu hanya satu (Islam is one) yang sumber ajarannya berasal dari Al-Quran dan Sunnah (ruju illa quran wa sunnah). Islam itu hanya satu dari dulu hingga sekarang dan untuk sampai kapanpun.

Sah-sah saja dalam tanda petik, jika ada sebagian dari ajaran Islam yang dikategorikan liberal, radikal, modern, atau tradisional oleh sebagian orang (ilmuwan). Tapi hakikatnya tidak semua benar bahwa Islam itu liberal, Islam itu radikal, Islam itu tradisional atau Islam itu modern. Prinsipnya adalah ajaran Islam bersumber dari Al-Quran dan Sunnah yang mungkin sebagian bersesuaian dengan konsep-konsep teknis di atas.

Prinsip ini tidak membuat Islam sebagai bagian dari konsep-konsep tersebut, di sisi lain tidak menjadikannya (konsep-konsep di atas) bagian dari Islam seluruhnya. Sebagai satu contoh Jika ada ajaran Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan konsep liberalisme, itu bukan karena berasal dari konsep liberal, tapi karena dari ajaran Al-Quran dan Sunnah yang bersesuaian denganya.

Jika Islam itu hanya satu (Islam is one), maka ajaran Islam telah sempurna (Q.S. Al-Maidah: 3). Jika ada ajaran yang ditambahkan (sengaja atau tidak), maka ajaran tambahan itu menjadi bid'ah, dan jika ada ajaran yang dikurangi (sebagian kecil atau sebagian besar dari ajaran Islam itu), maka membuat Islam menjadi tidak lagi sempurna.

Melengkapi penjelasan di atas, maka semangat berIslam adalah rahmatan lil 'alamin (Q.S. Al-Anbiya: 107). Semangat menebarkan kebaikan bagi semua dengan cara terbaik, dengan adab dan etika yang tinggi. Di saat yang sama berIslam itu harus secara kaffah, menyeluruh dan tidak sepotong-sepotong. (Q.S. Al-Baqaroh: 208). Ini menunjukkan bahwa berislam harus totalitas. 

Oleh karenanya, sebagai seorang muslim dalam berislam harus dapat menghadirkan solusi terhadap beragam realitas empiris kehidupan (orientasi kemasyarakatan). 

Prinsipnya bukan Islam yang harus menyesuaikan dengan tradisi (realitas), tapi tradisi itulah yang seharusnya menyesuaikan dengan ajaran Islam. Keduanya dapat bersesuaian.  

Tapi menariknya terkadang hukum asal dalam syariat bisa berbeda dengan kondisi realitas kehidupan di masyarakat. Sebagai contoh di lapangan, seperti haramnya hukum memakan babi bagi setiap muslim. Hukum ini dalam keadaan normal adalah haram. Tapi jika dalam keadaan (realitas) betul-betul tidak ada makanan selain babi, maka hukumnya menjadi mubah. Boleh tapi sekedarnya saja agar terhindar dari kematian.

Termasuk hukum potong tangan bagi pencuri. Jika realitas hidup dalam suasan atau keadaan paceklik atau sulit, maka boleh untuk tidak dilaksanakan hukum potong tangan itu. Artinya bisa jadi kita menganggap suatu keadaan atau fenomena dengan berbagai label dan istilah. Tapi terkadang tidak semua istilah dan label yang sama, cocok untuk semua keadaan.

Secara umum dapat ditarik benang merah, jika dalam ajaran Islam ada kesesuaian dengan konsep-konsep teori sosial, ekonomi dan politik sekalipun, sama sekali tidak menjadikan "Islam" berubah. Tetapi hanya ada kesesuaian saja antara teori yang berkembang dengan nilai-nilai Islam. Sekali lagi Islam itu ya Islam. Islam is one. Islam hanya satu. 

Dampak pengamalannya (aktualisasi), mari kita tinggalkan perdebatan untuk masalah fikih yang boleh berbeda, dan mari berijtihad untuk pengamalan terbaik dari masing-masing. Selanjutnya kita dapat bekerja sama untuk masalah-masalah yang bisa dikompromikan. Semangatnya santun dalam perbedaan dan adil dalam menempatkan.

Maka, jangan terlalu serius dengan istilah atau frase-frase berbagai "varian Islam" yang terkadang menggambarkan kalangan dan kelompok muslim tertentu. Karena sesama muslim adalah bersaudara. Apalagi secara teknis, istilah-istilah itu sebenarnya ditunjukkan bukan pada Islam tapi pada kaum muslimin. 

Oleh karenanya bagi kita kaum muslimin, semangatnya adalah semangat rahmatan lil 'alamin sebagai modal interaksi positif.

Maknanya apa? Maknanya adalah semangat menebar kasih sayang (dari kaum muslimin) bagi semesta alam. Di mana kata rahmah itu mengindikasikan sikap kebesaran hati, komunikasi-musyawarah yang mencerahkan dan semangat persatuan dengan kembali kepada nilai-nilai Islam (dasar etika dan moral) sebagai pemersatu. Tidak memaksa dan selalu menghargai perbedaan dengan akhlak terbaik (toleran).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun