Mohon tunggu...
Dartim Ibnu Rushd
Dartim Ibnu Rushd Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sedang belajar menjadi seorang Penulis yang sungguh-sungguh.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Refleksi Pemilu dan Pendidikan Politik

26 Februari 2024   10:46 Diperbarui: 26 Februari 2024   11:14 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kemarin, salah satu agenda pesta demokrasi yaitu pemilihan umum (pemilu) telah terlaksana pada Hari Rabu, 14 Februari 2024 dengan semangat riang gembira dan antusisme tinggi. Meskipun juga tidak jarang ditemui beragam masalah-masalah seputar pemungutan suara di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Tapi hal demikan tidak mengurangi antusias masyarakat untuk berpartisipasi dan berbondong-bondong menuju ke TPS setempat dengan membawa sejuta harapan. Apalagi Pemilu yang berlangsung secara serentak ini dalam rangka memilih presiden (eksekutif) hingga memilih anggota dewan (legislatif) mulai dari tingkat daerah hingga tingkat pusat.

Pemungutan suara memang telah dilakukan, namun hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu belum diumumkan. Sementara menunggu hasil rekapitulasi resmi dari KPU maka sangat dibutuhkan semangat menjaga "kewarasan" di tengah-tengah situasi was-was dalam menunggu hasil Pemilu itu. Maka, meskipun Pemilu sudah selesai tetapi proses demokrasi harus tetap berjalan.

Proses demokrasi yang jujur, adil, adi luhung, beretika dan visioner untuk Indonesia lebih baik adalah harapan kita semua. Oleh karena itu meskipun pemilu sudah terlaksana tapi pendidikan politik harus tetap berjalan. Etika pendidikan politik ini merupakan sebuah upaya untuk menjaga kewarasan berdemokrasi di tengah-tengah panasnya beragam narasi yang muncul. Seperti yang kita saksikan pada pemberitaan di berbagai media.

Tulisan inipun hanya sebuah refleksi dari penulis sebagai seorang akademisi bukan sebagai seorang politisi terhadap salah satu proses demokrasi ini. Tulisan ini ingin mencoba memotret apa kaitan pemilu dan pendidikan politik. Dan bagaimana hubungan proses pemilu ini bisa menjadi bagian dari proses pendidikan politik. Pemilu bukan hanya sebagai sarana meraih kekuasaan tapi juga sarana pendidikan bagi masyarakat.

Berpijak dari teori pendidikan (secara teoritis), maka secara umum pendidikan politik dapat diartikan sebagai suatu proses yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan politik kepada masyarakat (mendewasakan masyarakat atau pemilih). Sedangkan, menurut kaca mata sosiologis, pendidikan politik adalah reproduksi nilai atau pewarisan nilai dan etika berpolitik antar lintas generasi.

Adapun tujuan utama pendidikan politik menurut M. Numan Somantri (2001) adalah agar tercipta masyarakat yang dapat menjadi warga negara aktif, berpartisipasi secara konstruktif dalam kehidupan politik dan memahami tanggung jawab mereka dalam menjaga stabilitas demokrasi. Di sisi lain masyarakat diharapkan mampu memberikan narasi-narasi positif berdasarkan data yang valid.  

Tapi perlu dipahami bahwa pendidikan politik bukan sekedar pemberian atau penyampaian informasi yang berisi materi maupun etika berpolitik saja. Akan tetapi juga melibatkan pengembangan keterampilan analitis, kritis dan pemahaman yang mendalam terhadap kebijakan-kebijakan atau bahkan mekanisme politik berdemokrasi itu sendiri.

Tujuan Pendidikan Politik

Secara etis atau normatif, tujuan utama pendidikan politik adalah membentuk masyarakat (terutama pemilih pemula) yang dapat berpartisipasi secara cerdas, memahami hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara, serta dapat membuat keputusan politik yang berlandaskan pada pengetahuan (rasional) dan nilai (moralitas). Lebih tinggi lagi mampu mempertimbangkan moralitas yang adi luhung pada setiap mekanisme dalam menyalurkan aspirasi politis mereka pada setiap proses demokrasi.

Sementara itu, fenomena pemilu 2024 kali ini didominasi oleh pemilih pemula (Gen-Z dan Milenial) sebagai akibat dari pertumbuhan bonus demografi penduduk. Pemilih pemula adalah warga negara yang berusia antara kisaran 17 hingga 21 tahun dan baru pertama kali menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum. Definisi ini sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Di sisi lain, pemilih pemula memiliki keunikan tersendiri karena mereka sedang dalam proses adaptasi politik pada tahap mengenal dan memahami proses demokrasi.

Terlebih pada pemilu kali ini ada kecenderungan pragmatis dan penggunaan masif media baru (new media) sebagai alat komunikasi politik dan penyampaian media pendidikan politik dari para pemilih pemula. Dalam konteks ini, maka pentingnya pendidikan politik adalah untuk memberikan perhatian secara khusus terhadap pemilih pemula.

Tujuannya tidak lain adalah agar kalangan pemilih pemula ini dapat memahami peran serta mereka dalam menjaga kesehatan demokrasi di tengah-tengah simpang-siurnya laju arus informasi. Baik itu dalam proses pengawasan, pelaksanaan maupun menyuarakan aspirasi mereka sesuai dengan kondisi (latar belakang) mereka masing-masing. 

Oleh karena itu, pendidikan politik bagi masyarakat (terkhusus bagi pemilih pemula) bukan hanya sekedar tentang bagaimana memberikan informasi mendasar. Tapi juga melibatkan "pembelajaran interaktif" yang membangun pemahaman mendalam tentang nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia dan mekanisme serta proses politik. Terutama dalam memberikan aspirasinya di Pemilu dan turut serta mengawasi setiap pelaksanaannya jika terjadi kecurangan.   

Dengan demikian, pemilih pemula dapat lebih percaya diri, cerdas dan bertanggung jawab saat menggunakan hak pilihnya. Di sisi lain dapat menjadikan mereka sebagai bagian integral dari proses demokratisasi negara. Ditambah mereka memiliki kesadaran untuk bersuara dan terlibat aktif dalam menentukan bagaimana arah pembangunan negara di masa mendatang (setidaknya untuk masa lima tahun mendatang).  

Melanjutkan bahasan tentang pendidikan politik, maka pendidikan politik harus melibatkan sejumlah bentuk strategi yang ditujukan untuk memberikan pemahaman mendalam kepada masyarakat mengenai aspek-aspek nalar kritis, etis dan rasional dalam setiap episode kehidupan politik. Beberapa bentuk pendidikan politik yang umum dijumpai adalah melibatkan partisipasi aktif dari berbagai lembaga dan entitas.

Apalagi di era serba digital seperti sekarang, pemanfaatan media sosial dan platform digital dapat menjadi sarana efektif untuk menyebarkan informasi dan materi pendidikan politik. KPU dan Kementerian terkait dapat menciptakan konten yang menarik, mudah dipahami dan dapat diakses secara luas. Hal ini mungkin, dalam rangka meningkatkan aksesibilitas materi-materi pendidikan politik yang edukatif. Terutama di kalangan pemilih pemula yang lebih aktif dalam menggunakan media sosial atau digital ini.

Tapi juga perlu diwaspadai, adanya resiko penggunaan media sosial (digital) ini adalah munculnya beragam jenis hoaks. Hoaks di sini dipahami sebagai informasi-informasi yang tidak berdasarkan pada data dan fakta yang objektif, akurat dan terpercaya. Maka, harus ada upaya untuk menanggulangi masalah hoaks dan disinformasi ini. Apalagi hoaks-hoaks seputar politik dan pemilu yang terkadang panasnya melebihi berita-berita yang lain.  

Oleh karenanya, salah satu peran pendidikan politik adalah kampanye anti hoaks yang dilakukan oleh pemerintah; pemilik media massa itu sendiri; lembaga pendidikan dan bahkan tokoh-tokoh partisan politis (politisi) agar dapat berperan menyampaikan informasi yang jujur dan terpercaya.

Pemberitaan yang faktual dan kampanye tentang bahaya hoaks dapat membantu membangun literasi informasi yang kuat di kalangan pemilih pemula. Peran ini tidak hanya berfungsi pada saat pemilu berlangsung tetapi juga setelah pemilu, agar tidak terjadi perpecahan dan meminimalisir disintegrasi. Tujuan Pemilu adalah demi kepentingan bangsa dan keutuhan persatuan, maka pendidikan politik ini juga harus berfungsi untuk menjaga kedamaian bangsa.

Melalui upaya-upaya ini, diharapkan pendidikan politik dapat menjadi lebih efektif dan merata, mempersiapkan masyarakat dengan pengetahuan yang mendalam, sikap nalar kritis dan kemampuan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses politik. Sinergi antara lembaga pemerintah, pendidikan dan media akan membentuk fondasi kuat untuk menciptakan masyarakat yang berpengetahuan dan bermoral dalam konteks demokrasi. Melalui pendidikan politik ini, maka demokrasi akan menemukan kontestasi etikanya yang sangat dijunjung tinggi.

Pendidikan politik ini memiliki peran penting dalam membekali masyarakat dan pemilih pemula agar mereka dapat memahami sistem politik dan demokrasi secara mendalam. Hal ini akan memungkinkan mereka untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam menggunakan hak pilihnya pada pemilu sebagai wadah aspirasi mereka. Di tambah mereka dapat ikut serta menjaga marwah demokrasi setelah pemilu dilaksanakan.

Terakhir efektivitas pendidikan politik dapat diukur dari tiga aspek, yaitu tingkat pengetahuan politik pemilih, sikap kritis mereka terhadap informasi politik dan partisipasi nyata mereka dalam proses politik dan Pemilu. Setidaknya kita dapat memberikan indikasi, jika semakin tinggi kualitas ketiga aspek tersebut, maka semakin efektif pula pendidikan politik yang diterima oleh masyarakat.

Simpulannya, pemilu sebagai sebuah agenda demokrasi yang menghormati hak masyarakat untuk turut serta dalam menentukan pemimpin masa depan bangsa bukan hanya sekedar ajang atau agenda lima tahunan semata. Tapi sebagai sarana pencerdasan masyarakat. Setidaknya untuk melatih kedewasaan dalam menerima secara bijak setiap hasil pemilu yang adil. Maka, pendidikan politik adalah memastikan bahwa semua alur itu dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya mulai dari pra, pelaksanaan dan pasca pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun