Mohon tunggu...
Ladder
Ladder Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

May God Be With Us

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Leviathan (Pilpres 2024 Dalam Puisi)

7 Februari 2024   02:20 Diperbarui: 10 Februari 2024   18:21 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
OpenArt/https://openart.ai/

In the tangled thicket's deep embrace,
Where shadows dance and secrets trace,
Three souls embarked on fateful flight,
In search of Honey of the Gods, their plight.

Their names resound,
Through strife and turmoil, their quest unbound,
Yet lurking in the shadows, a bear untamed,
Threatened to obscure destinies unnamed.

But 'twas the second, with heart aglow,
Amidst the discord, chose to bestow,
His courage bold, his path unfurled,
To guide his brethren through the world.

Yet Once then Thrice, consumed by pride,
In selfish pursuits, did thus divide,
Their unity, a fractured dream,
Lost in desires' relentless stream.

In darkness deep, where truth does wane,
The second man, with courage slain,
Did reach the village fair and bright,
With Honey of the Gods, a beacon's light.

Thus in the forest's depths profound,
The Honey of the Gods was found,
A symbol of compassion true,
That bound the fractured hearts anew.

Yet amidst this tale of trial and plight,
Lies a lesson in the depths of night,
Of unity lost and regained,
In pursuit of healing, souls unchained.

So let this tale of forest lore,
Remind us of what's gone before,
That in the darkest hour, we may find,
The strength to heal and hearts entwined.

Bahasa Indonesia

Dalam pelukan mendalam semak-semak yang kusut,
Dimana bayangan menari dan rahasia menelusuri,
Tiga jiwa memulai penerbangan yang menentukan,
Mencari Madu Para Dewa, nasib mereka.

Nama mereka bergema,
Melalui perselisihan dan kekacauan, pencarian mereka tidak terikat,
Namun bersembunyi di balik bayang-bayang, seekor beruang liar,
Terancam akan mengaburkan takdir yang tidak disebutkan namanya.

Tapi itu yang kedua, dengan hati yang bersinar,
Di tengah perselisihan, memilih untuk melimpahkan,
Keberaniannya berani, jalannya terbentang,
Untuk membimbing saudara-saudaranya melintasi dunia.

Namun Sekali, Tiga Kali, termakan oleh kesombongan,
Dalam pengejaran yang egois, mereka terpecah belah,
Persatuan mereka, mimpi yang retak,
Tersesat dalam arus nafsu yang tiada henti.

Dalam kegelapan yang dalam, dimana kebenaran memudar,
Orang kedua, dengan keberanian terbunuh,
Telah mencapai desa yang cerah dan cerah,
Dengan Madu Para Dewa, cahaya suar.

Demikianlah, di kedalaman hutan yang sangat dalam,
Madu Para Dewa ditemukan,
Simbol kasih sayang sejati,
Hal itu mempersatukan kembali hati yang retak.

Namun di tengah kisah cobaan dan penderitaan ini,
Terletak sebuah pelajaran di kedalaman malam,
Persatuan hilang dan diperoleh kembali,
Dalam mengejar kesembuhan, jiwa-jiwa tidak dirantai.

Jadi biarlah kisah tentang pengetahuan hutan ini,
Ingatkan kami akan apa yang telah berlalu sebelumnya,
Bahwa di saat-saat paling gelap, kita mungkin menemukan,
Kekuatan untuk menyembuhkan dan hati terjalin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun