Apakah hubungan seksual tetap boleh dilakukan selama masa kehamilan? Ini adalah salah satu pertanyaan yang sering dilontarkan pasangan muda atau sang istri mengawali kehamilan pertama. Jawabannya bisa boleh dan bisa tidak, tergantung kondisi dari perempuan dan kehamilannya. “Pasangan tetap boleh melakukan hubungan seksual apabila kehamilan pada kondisi normal”. Artinya kehamilan tersebut bukan merupakan kehamilan dengan risiko tinggi, dimana salah satu ciri kehamilan risiko tinggi adalah muncul komplikasi atau menemukan gejala yang tidak biasa terjadi setelah atau selama melakukan hubungan seksual. Diantaranya rasa nyeri, kontraksi atau keluar darah. ”Jika menemukan gejala ini sebaiknya hubungi dokter sebelum melakukan hubungan seksual lagi.
Perubahan yang terjadi pada wanita hamil
Hubungan seksual selama masa kehamilan, pada umumnya diperbolehkan asalkan dilakukan dengan hati-hati. Selain perubahan fisik, wanita yang sedang hamil biasanya memiliki perubahan kebutuhan akan perhatian dan keintiman dalam hubungan dengan pasangannya. Dari sisi emosianal, wanita hamil lebih sensitif, dan keintiman sudah bisa mereka rasakan lewat sentuhan atau sekedar bicara berdua dengan pasangan di tempat tidur sambil berpegangan tangan, meski begitu hubungan seks sama sekali tidak dilarang selama masa kehamilan. Hubungan seksual sebaiknya dilakukan setelah kehamilan 16 minggu serta 6 minggu sebelum dan 6 minggu setelah persalinan.
Perubahan hormon juga mempengaruhi hasrat seksual selama hamil. Tiga bulan pertama perempuan hamil biasanya lebih bergairah walaupun rasa mual dan pusing sering menyerang. Sedangkan tiga bulan selanjutnya sensasi baru akan terasa karena adanya perubahan fisik tubuh.
Hanya saja, walau perubahan hormonal bisa membuat hasrat bertambah besar, namun kondisi fisik bisa saja mempengaruhi suasana hati sehingga dapat membungkam hasrat itu. Seperti pada triwulan pertama, walau hormon membuat libido naik, tetapi rasa mual, muntah dan sakit kepala bisa saja membekukanhasrat tersebut.
Begitu bulan ketiga terlewati, umumnya libido timbul kembali. Biasanya, karena tubuh telah terbiasa dengan kondisi kehamilan. Kehamilan juga belum terlalu besar sehingga tidak terlalu memberatkan. Hasrat seksual bisa turun kembali pada triwulan terakhir. Banyak ibu merasa sangat tidak nyaman, merasa pegal di punggung dan pinggul, dan nafas lebih sesak dan kembali merasa mual.
Tidak ada patokan batas seberapa sering hubungan seksual dapat dilakukan selama hamil. Sepanjang kondisi kehamilan Anda baik-baik saja, berapa kalipun tidak masalah.
Yang penting, anda dan suami harus mempertimbangkan kebugaran tubuh anda berdua. Jangan sampai frekuensi hubungan seks malah menimbulkan kelelahan dan bisa-bisa penyakit lain malah menyerang karena tubuh lelah rentan terserang virus.
Posisi dalam berhubungan seksual
Dalam melakukan hubungan seksual ada beberapa posisi yang dapat digunakan, yaitu;
§Posisi wanita diatas. Posisi ini yang paling nyaman untuk banyak ibu hamil terutama karena wanita hamil dapat mengontrol kedalaman penetrasi.
§Posisi duduk. Posisi ini biasanya pada kehamilan pertengahan atau lanjut dimana tidak memerlukan banyak gerakan. Pria duduk dan wanita duduk diatasnya saling berhadapan atau membelakangi yang pria bila perut sudah sangat besar. Posisi ini juga memungkinkan wanita untuk mengontrol kedalaman penetrasi.
§Posisi laki-laki diatas tetapi berbaring hanya separuh tubuh.
§Posisi berlutut atau berdiri.
Yang paling penting saat melakukan semua posisi seks selama kehamilan ini adalah jangan meletakkan berat badan anda ke perut ibu hamil selama hubungan seksual atau batasilah tekanan diperut ibu hamil4.
Dalam melakukan hubungan seksual yang aman selama kehamilan perlu diketahui rambu - rambu/batasan, sehingga kehamilan ibu tidak mengalami gangguan :
·Posisi woman on top atau menyamping adalah posisi yang nyaman untuk wanita hamil.
·Sebelum melakukan penetrasi yang dalam, yang harus diutamakan adalah kenyamanan dan kebebasan ibu hamil.
·Penggunaan benda asing di sekitar vagina atau alat bantu seks, sebisa mungkin dihindari.
·Rasa pengertian, empati, kreatifitas dan humor adalah aspek yang sebaiknya ada ketika melakukan hubungan seksual pada saat kehamilan.
·Kapan pun, ibu hamil berhak mengatakan ’Tidak’
·Jika kehamilannya memiliki resiko tinggi, penetrasi dan orgasme sebaiknya dihindari sampai dokter menyatakan aman. Rangsangan melalui puting juga harus dihindari pada kondisi kehamilan seperti ini.
·Hindari penetrasi jika air ketuban bocor atau pecah.
·Kontak seksual dalam bentuk apa pun harus dihindari jika ibu hamil atau pasangannya telah terkontaminasi atau terkena virus HIV. Gunakan kondom jika memang tetap ingin melakukan aktivitas seksual.
Faktor Risiko
Seorang wanita yang hamil namun memiliki riwayat infertilitas, abortus habitualis dan primi tua sebaiknya diajurkan tidak melakukan hubungan kelamin dalam kehamilan muda ( sebaikya > 16 minggu ). Jika terjadi perdarahan selama kehamilan walaupun sedikit, merupakan kontraindikasi untuk melakukan hubungan seksual5. Perlu diingat sikap hati-hati saat bersenggama, sebaiknya tetap diperhatikan pasangan pada empat bulan pertama kehamilan, karena dikhawatirkan bisa terjadi abortus spontan. Hal ini bisa terjadi, karena placenta sebagai pelindung kehamilan belum terbentuk sempurna, padahal selain fungsinya sebagai bantalan (pelindung) janin, placenta ini menghasilkan hormon progesteron yang dikenal sebagai hormon penguat kehamilan.
Sikap hati-hati ini, juga harus diperhatikan oleh suami-istri saat kehamilan 7 sampai 9 bulan karena dikhawatirkan adanya kontraksi rahim, dapat memicu kelahiran prematur (kelahiran saat usia kehamilan 28-37 minggu).
Keguguran bisa disebabkan karena banyak hal antara lain, infeksi kandungan, infeksi mulut rahim, atau hanya karena asupan gizi yang kurang baik. Selain itu abortus bisa terjadi karena benturan seperti jatuh atau akibat hubungan seksual. Kontraksi rahim saat hubungan seksual terjadi, bila istri mencapai orgasme, yakni otot vagina dan rahim mengalami kontraksi. Jika kontraksinya kuat bisa menyebabkan perdarahan setelah berhubungan intim ini disebabkan karena pada saat orgasme pembuluh darah yang masuk ke dalam placenta (untuk menyalurkan oksigen) terjepit, sehingga dikhawatirkan asupan oksigen ke janin terhambat. Selama Kontraksi yang tidak berkepanjangan hal ini tak perlu dikhawatirkan. Namun buat wanita yang pernah keguguran atau kesulitan mendapat anak, disarankan hati-hati waktu melakukan hubungan seksual pada hamil muda, atau dihindari sama sekali.
Orgasme yang terjadi pada waktu kehamilan tidak berbahaya untuk bayi karena adanya lendir dari cervik (mulut rahim) dari ibu yang membantu melawan terhadap kuman / infeksi yang akan masuk ke dalam pintu rahim, dan secara alamiah Tuhan menciptakan suatu perlindungan yang aman pada bayi dalam kandungan, sehingga bayi terlindung. Bayi dalam kandungan berada dalam kantung rahim dan cairan ketuban serta otot rahim dan perut yang kuat yang melindungi bayi selama dalam proses kehamilan.
Tetapi, jika kehamilan yang ada termasuk kehamilan dengan risiko tinggi , atau dokter mengantisipasi nya kemungkinan komplikasi, atau anda menemukan sesuatu gejala yang tidak biasa setelah atau selama melakukan hubungan seksual seperti rasa nyeri, kontraksi atau keluar darah, sebaiknya hubungi dokter anda sebelum anda melakukan hubungan seksual lagi atau lakukan absensi selama kehamilan masih berlangsung.
Secara umum hubungan seksual tidak dianjurkan pada kasus-kasus kehamilan tertentu, misalnya:
·Ancaman keguguran atau riwayat keguguran.
·Placenta letak rendah (plasenta previa).
·Riwayat kelahiran premature.
·Perdarahan vagina atau keluar cairan yang tak diketahui penyebabnya serta kram.
·Dilatasi /pelebaran servik.
·STD atau penyakit seksual yang menular. Untuk kasus STD disarankan tidak melakukan hubungan seksual sampai STD sudah disembuhkan.
Namun terkadang banyak pasangan suaami istri yang tak mampu untuk melaksanakannya, misalnya sang suami masih muda atau nafsu seksualnya memang besar sedang istrinya sedang hamil tua atau istri mengalami kehamilan beresiko tinggi. Dalam hal demikian dapat dianjurkan jalan keluar, apabila sang suami memang tak dapat mengendalikan nafsu birahinya, maka dapat dilakukan manipulasi ekstragenital dengan tangan sang istri ( seperti pada masturbasi ), atau penis digosok gosokkan di antara kedua payudara atau di antara kedua paha yang dirapatkan ( koitus interfemora ). Sebagai bahan pelumas dapat digunakan air ludah, paraffinum liquidum atau gliserinum.
Mitos Mengenai Seks Selama kehamilan
Banyak mitos tentang seks dan kehamilan yang beredar luas di masyarakat, dan dianggap sebagai suatu kebenaran. Karena dianggap benar, maka perilaku seksual juga dipengaruhi dan mengikuti informasi yang salah sesuai dengan mitos itu.
1.Harus sering. Salah satu mitos yang beredar luas di masyarakat ialah hubungan seksual harus sering dilakukan selama masa hamil, agar bayi di dalam rahim dapat bertumbuh subur dan sehat. Alasannya, dengan melakukan hubungan seksual maka bayi mendapat siraman sperma sehingga bertumbuh subur dan menjadi bayi yang normal dan sehat. Maka tidak sedikit pasangan suami istri yang berupaya agar sering melakukan hubungan seksual selama hamil dengan tujuan agar sang bayi normal dan sehat. Padahal anggapan tersebut tidak benar sama sekali. Tidak ada hubungan lagi antara sperma dengan bayi yang ada di dalam rahim. Tidak ada hubungan pula antara sperma dan pertumbuhan bayi. Artinya, kalau selama hamil melakukan hubungan seksual, maka sel. Jadi subur dan sehatnya bayi di dalam rahim tidak dipengaruhi oleh ada tidaknya sperma yang masuk selama kehamilan. Yang benar adalah, kualitas sel spermatozoa yang berhasil membuahi sel telur berpengaruh terhadap kesehatan kehamilan yang terjadi.
2.Posisi Kanan & Kiri. Mitos yang lain mengaitkan posisi hubungan seksual dengan jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan. Konon kalau posisi pria ketika melakukan hubungan seksual dimulai dari kiri dan diakhiri di sebelah kanan, maka bayi laki-laki yang akan dilahirkan. Sebaliknya, bila hubungan seksual dimulai dari sisi kanan dan diakhiri di sisi kiri, maka bayi perempuan yang akan dilahirkan. Tentu saja informasi ini salah dan sangat tidak rasional, karena jenis kelamin bayi tidak ditentukan oleh posisi pria ketika berhubungan seksual. Jenis kelamin bayi ditentukan oleh jenis sel spermatozoa yang berhasil membuahi sel telur. Kalau spermatozoa dengan kandungan kromosom X yang membuahi sel telur, maka akan terbentuk bayi perempuan. Kalau spermatozoa dengan kromosom Y yang membuahi sel telur, akan terbentuk bayi laki-laki. Tetapi ternyata tidak sedikit orang yang mempercayai mitos itu dan melakukannya.
3.Boleh-Tidaknya Berhubungan. Anggapan lain yang juga salah tetapi beredar luas di masyarakat ialah bahwa hubungan seksual tidak boleh dilakukan agar tidak mengganggu perkembangan bayi. Anggapan ini tidak benar, karena tidak ada alasan bahwa hubungan seksual pasti mengganggu perkembangan bayi.
Sebaliknya ada anggapan lain yang menyatakan bahwa hubungan seksual tidak menimbulkan akibat apa pun terhadap kehamilan, sehingga boleh saja dilakukan seperti sebelumnya. Anggapan ini juga tidak selalu benar, tergantung kondisi kehamilannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H