Seorang wanita yang hamil namun memiliki riwayat infertilitas, abortus habitualis dan primi tua sebaiknya diajurkan tidak melakukan hubungan kelamin dalam kehamilan muda ( sebaikya > 16 minggu ). Jika terjadi perdarahan selama kehamilan walaupun sedikit, merupakan kontraindikasi untuk melakukan hubungan seksual5. Perlu diingat sikap hati-hati saat bersenggama, sebaiknya tetap diperhatikan pasangan pada empat bulan pertama kehamilan, karena dikhawatirkan bisa terjadi abortus spontan. Hal ini bisa terjadi, karena placenta sebagai pelindung kehamilan belum terbentuk sempurna, padahal selain fungsinya sebagai bantalan (pelindung) janin, placenta ini menghasilkan hormon progesteron yang dikenal sebagai hormon penguat kehamilan.
Sikap hati-hati ini, juga harus diperhatikan oleh suami-istri saat kehamilan 7 sampai 9 bulan karena dikhawatirkan adanya kontraksi rahim, dapat memicu kelahiran prematur (kelahiran saat usia kehamilan 28-37 minggu).
Keguguran bisa disebabkan karena banyak hal antara lain, infeksi kandungan, infeksi mulut rahim, atau hanya karena asupan gizi yang kurang baik. Selain itu abortus bisa terjadi karena benturan seperti jatuh atau akibat hubungan seksual. Kontraksi rahim saat hubungan seksual terjadi, bila istri mencapai orgasme, yakni otot vagina dan rahim mengalami kontraksi. Jika kontraksinya kuat bisa menyebabkan perdarahan setelah berhubungan intim ini disebabkan karena pada saat orgasme pembuluh darah yang masuk ke dalam placenta (untuk menyalurkan oksigen) terjepit, sehingga dikhawatirkan asupan oksigen ke janin terhambat. Selama Kontraksi yang tidak berkepanjangan hal ini tak perlu dikhawatirkan. Namun buat wanita yang pernah keguguran atau kesulitan mendapat anak, disarankan hati-hati waktu melakukan hubungan seksual pada hamil muda, atau dihindari sama sekali.
Orgasme yang terjadi pada waktu kehamilan tidak berbahaya untuk bayi karena adanya lendir dari cervik (mulut rahim) dari ibu yang membantu melawan terhadap kuman / infeksi yang akan masuk ke dalam pintu rahim, dan secara alamiah Tuhan menciptakan suatu perlindungan yang aman pada bayi dalam kandungan, sehingga bayi terlindung. Bayi dalam kandungan berada dalam kantung rahim dan cairan ketuban serta otot rahim dan perut yang kuat yang melindungi bayi selama dalam proses kehamilan.
Tetapi, jika kehamilan yang ada termasuk kehamilan dengan risiko tinggi , atau dokter mengantisipasi nya kemungkinan komplikasi, atau anda menemukan sesuatu gejala yang tidak biasa setelah atau selama melakukan hubungan seksual seperti rasa nyeri, kontraksi atau keluar darah, sebaiknya hubungi dokter anda sebelum anda melakukan hubungan seksual lagi atau lakukan absensi selama kehamilan masih berlangsung.
Secara umum hubungan seksual tidak dianjurkan pada kasus-kasus kehamilan tertentu, misalnya:
·Ancaman keguguran atau riwayat keguguran.
·Placenta letak rendah (plasenta previa).
·Riwayat kelahiran premature.
·Perdarahan vagina atau keluar cairan yang tak diketahui penyebabnya serta kram.
·Dilatasi /pelebaran servik.
·STD atau penyakit seksual yang menular. Untuk kasus STD disarankan tidak melakukan hubungan seksual sampai STD sudah disembuhkan.
Namun terkadang banyak pasangan suaami istri yang tak mampu untuk melaksanakannya, misalnya sang suami masih muda atau nafsu seksualnya memang besar sedang istrinya sedang hamil tua atau istri mengalami kehamilan beresiko tinggi. Dalam hal demikian dapat dianjurkan jalan keluar, apabila sang suami memang tak dapat mengendalikan nafsu birahinya, maka dapat dilakukan manipulasi ekstragenital dengan tangan sang istri ( seperti pada masturbasi ), atau penis digosok gosokkan di antara kedua payudara atau di antara kedua paha yang dirapatkan ( koitus interfemora ). Sebagai bahan pelumas dapat digunakan air ludah, paraffinum liquidum atau gliserinum.
Mitos Mengenai Seks Selama kehamilan
Banyak mitos tentang seks dan kehamilan yang beredar luas di masyarakat, dan dianggap sebagai suatu kebenaran. Karena dianggap benar, maka perilaku seksual juga dipengaruhi dan mengikuti informasi yang salah sesuai dengan mitos itu.
1.Harus sering. Salah satu mitos yang beredar luas di masyarakat ialah hubungan seksual harus sering dilakukan selama masa hamil, agar bayi di dalam rahim dapat bertumbuh subur dan sehat. Alasannya, dengan melakukan hubungan seksual maka bayi mendapat siraman sperma sehingga bertumbuh subur dan menjadi bayi yang normal dan sehat. Maka tidak sedikit pasangan suami istri yang berupaya agar sering melakukan hubungan seksual selama hamil dengan tujuan agar sang bayi normal dan sehat. Padahal anggapan tersebut tidak benar sama sekali. Tidak ada hubungan lagi antara sperma dengan bayi yang ada di dalam rahim. Tidak ada hubungan pula antara sperma dan pertumbuhan bayi. Artinya, kalau selama hamil melakukan hubungan seksual, maka sel. Jadi subur dan sehatnya bayi di dalam rahim tidak dipengaruhi oleh ada tidaknya sperma yang masuk selama kehamilan. Yang benar adalah, kualitas sel spermatozoa yang berhasil membuahi sel telur berpengaruh terhadap kesehatan kehamilan yang terjadi.
2.Posisi Kanan & Kiri. Mitos yang lain mengaitkan posisi hubungan seksual dengan jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan. Konon kalau posisi pria ketika melakukan hubungan seksual dimulai dari kiri dan diakhiri di sebelah kanan, maka bayi laki-laki yang akan dilahirkan. Sebaliknya, bila hubungan seksual dimulai dari sisi kanan dan diakhiri di sisi kiri, maka bayi perempuan yang akan dilahirkan. Tentu saja informasi ini salah dan sangat tidak rasional, karena jenis kelamin bayi tidak ditentukan oleh posisi pria ketika berhubungan seksual. Jenis kelamin bayi ditentukan oleh jenis sel spermatozoa yang berhasil membuahi sel telur. Kalau spermatozoa dengan kandungan kromosom X yang membuahi sel telur, maka akan terbentuk bayi perempuan. Kalau spermatozoa dengan kromosom Y yang membuahi sel telur, akan terbentuk bayi laki-laki. Tetapi ternyata tidak sedikit orang yang mempercayai mitos itu dan melakukannya.
3.Boleh-Tidaknya Berhubungan. Anggapan lain yang juga salah tetapi beredar luas di masyarakat ialah bahwa hubungan seksual tidak boleh dilakukan agar tidak mengganggu perkembangan bayi. Anggapan ini tidak benar, karena tidak ada alasan bahwa hubungan seksual pasti mengganggu perkembangan bayi.
Sebaliknya ada anggapan lain yang menyatakan bahwa hubungan seksual tidak menimbulkan akibat apa pun terhadap kehamilan, sehingga boleh saja dilakukan seperti sebelumnya. Anggapan ini juga tidak selalu benar, tergantung kondisi kehamilannya.