Mohon tunggu...
Darren Kirana
Darren Kirana Mohon Tunggu... Insinyur - Pemain Baru :)

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Stephanie Anak Senie

27 Februari 2020   15:23 Diperbarui: 27 Februari 2020   15:21 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti orang-orang yang dimabuk cinta, tiap malam mengarang puisi, curahan hati, anak seni. Dua sampai tiga bait, kadang lima bait, kadang satu paragraf, kadang menjelma cerpen, kadang berakhir dengan tisu-tisu, botol plastik, dan bungkus biskuit. Sajak-sajak yang tak jadi lahir, terarbosi, di tempat sampah.

Lima ribu puisi ia karang, tiga ribu nihil, seribu lima ratus layak dibaca, empat ratus layak dipamerkan, sembilan puluh sembilan layak dipublikasikan, tetapi hanya satu yang ia suratkan. Dua bait, kertas bergaris, dan tinta hitam. Tiap kata tersusun rapih, hasil latihan lima ribu kali, untuk nya, yang tak berhati, Stepahanie, si anak seni.  

Stephanie gemar makan, makan rendang, makan soto, makan roti, sampai teman sendiri. Rambut nya hitam legam, sepundak lebih sedikit, panjang keriting bawah seperti artis-artis Korea. Matanya anggun seperti angsa, alis nya tegas bak pernyataan. Bulu matanya lentik, mengusik ketika berkedip. Hidung nya mancung kebarat-baratan, kulit nya putih seperti wanita-wanita Jepang. Dan yang terpenting, bibir nya, ia pastikan, berwarna pink, pink alami, variasi pink.

Sudah ku bilang ia tak berhati, tapi bernyali, berani, si petualang, penjelajah, unik, dan aneh bagi mereka yang hidupnya membosankan, sayang nya hampir semua orang serupa, membosankan. Itulah yang membuat mereka tergila-gila dengan Stephanie, si anak seni.

Stephanie sering ditembak, berkali-kali, oleh para pria, dan juga wanita. Namun pelurunya berbalik, ke hati masing-masing, karena Stephanie kebal peluru, peluru cinta. Hatinya dingin, seperti baja. Bagai hutan rimba yang perawan, tak tersentuh, tak terjelma, oleh manusia.

Karena itu Stephanie banyak melahirkan penyair, termasuk ia yang menuliskan ini. Di depan layar laptop empat belas inci, berharap ditatapnya balik. Jika bukan panggilan video, mungkin coba yang lebih sederhana. Bulan, teman. Tempat curhat bagi mereka yang mengidam-ngidamkan Stephanie. Berharap Stepahnie juga menatapnya di waktu yang sama, bagai dunia parallel. Bersama ku disini, kretek, kopi, puisi, yang abadi, menemaniku dimalam hari, sendiri, bersama Stephanie, si anak senie.

Terinspirasi dari lagu berjudul Stephanie Anak Senie oleh Jason Ranti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun