DEMI KEBERAGAMAN!
Belakangan ini jagat maya diramaikan dengan sebuah kabar pementasan teater yang kontroversial. Pementasan teater tersebut akan menceritakan kisah Romeo & Juliet, sebuah produk sastra dari William Shakespeare. Warisan kejayaan sang pujangga tersebut telah rutin direproduksi oleh banyak orang.Â
Maka, sudah selayaknya bahwa pementasan Romeo & Juliet tahun ini memperoleh sambutan meriah dari khalayak. Namun, Romeo & Juliet edisi tahun ini tampaknya malah mendapat sejuta cemooh dan hinaan. Lantas, apa yang berbeda dengan Romeo & Juliet yang disutradarai oleh Jamie Lloyd dan Jonathan Glew?
Pementasan Romeo & Juliet tahun ini diwarnai dengan casting yang unik. Tom Holland, seorang pemeran yang telah malang-melintang di Hollywood, berhasil terpilih untuk memerankan tokoh utama Romeo. Di sisi lain, pemeran Juliet yang terpilih adalah Francesca Ameduwah-Rivers, seorang perempuan berkulit hitam.Â
Pemilihan Francesca Ameduwah-Rivers sebagai Juliet inilah yang menjadi problematik. Masyarakat banyak yang tidak menerima tampilan seorang Juliet yang berbeda. Anggapan umum memang memproyeksikan seorang Juliet sebagai wanita berkulit putih. Tendensi ini disebabkan latar belakang dari sang karakter memang berasal dari Eropa. Lantas, Francesca Ameduwah-Rivers pun mendapat banyak sekali ejekan dari para netizen.
UPAYA YANG ABSURD
Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat sebuah tren baru yang meliputi perindustrian film di Barat. Tren tersebut berupa pengambilan peran berbagai kisah Barat oleh pemeran yang tidak berkulit putih. Misalnya, penggambaran karakter Ariel yang menjadi berkulit hitam di The Little Mermaid (2023). Selain itu, tokoh utama Cinderella pun diperankan oleh seorang aktris latin, Camila Cabello, dalam Cinderella (2021).
Pada hemat saya, upaya ini sangatlah aneh. Tujuan utama dari keterlibatan yang lebih banyak dari pemeran non-kulit putih adalah untuk mendukung keberagaman. Representasi tokoh populer dari berbagai kisah Disney pun dimodifikasi menurut agenda ini. Namun, sebenarnya malah keberagaman itu sendiri yang terancam.Â
Ancaman akan keberagaman yang timbul adalah hilangnya budaya dari mereka yang tidak berkulit putih. Secara realistis, kita dapat melihat bahwa banyak kisah fiksional (terutama yang dipromosikan Disney) populer datang dari Eropa. Lewat logika industri kebudayaan, kisah yang dijadikan film pun adalah mereka yang populer karena profitabilitas yang lebih tinggi. Lantas, bukankah kita malah menekan diversitas kultural itu sendiri?
UNTUK MEREKA YANG DI PINGGIR