Mohon tunggu...
Darrel Rondo
Darrel Rondo Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - CC'26

saya senang berpikir tentang berpikir dan juga tidur siang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mental Lembek Gen Z, Kebebasan, dan Makna

26 April 2024   20:09 Diperbarui: 26 April 2024   20:17 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi yang Lemah?

Generasi Z adalah sebuah klasifikasi rentang waktu kelahiran manusia dari tahun 1997 sampai 2012 (Beresford Research, 2024). Mereka yang terlahir di kala generasi ini hidup dan bertumbuh bersama teknologi. Dengan begitu, para manusia Gen Z (sebutan singkat bagi Generasi Z) telah menjadi erat dengan kenyamanan. Berbagai macam kebutuhan hidup dapat terpenuhi dengan cepat dan mudah. Contohnya, Gen Z yang sebagian besar berusia remaja dan dewasa saat ini dapat memesan makanan dengan cepat lewat aplikasi GoFood saat lapar. 

Kenyamanan yang berlimpah tampak menyejahterakan kehidupan para Gen Z. Kemudahan akses terhadap berbagai fasilitas seakan menjadi suatu mata air yang sangat segar. Perjuangan semakin tidak terdengar dentumannya. Alasannya bahwa para Gen Z dapat memperoleh apapun yang mereka inginkan dengan mudah. Internet sebagai suatu jaringan global juga semakin mengikat satu individu bersama jutaan individu lain di belahan bumi yang berbeda.

Manusia Gen Z juga sangat rajin mengeksplor dunia di luar diri mereka. Progres ilmu pengetahuan dan teknologi abad ini berlangsung begitu pesat. Berbagai inovasi dalam industri mobil listrik, fisika kuantum, kecerdasan buatan, dll. terus terdengar di seluruh penjuru bumi. Ratusan sampai ribuan penemuan tersebut diusahakan atas nama kemanusiaan dan keberlanjutan hidup. Oleh karena itu, dunia yang ada di luar manusia terlihat semakin harum kejayaannya. Namun, bagaimana dengan kondisi internal manusia itu sendiri?

Psike manusia modern malah menjadi semakin dekaden. Dalam konteks artikel ini, kondisi psikologis sebagian Gen Z cukup memprihatinkan. Sebanyak 58% orang dewasa muda dari Generasi Z mengalami kehampaan makna hidup (WBUR, 2024). Menurut American Psychological Association (2019), hanya sekitar 45% anggota Generasi Z yang mengaku bahwa mereka sehat secara mental.

Penelitian dari Walton Family Foundation (2022) and Murmuration juga mendapati bahwa para anggota Gen Z mempunyai kemungkinan yang dua kali lipat lebih besar untuk menghadapi depresi dibandingkan orang dewasa yang berusia di atas 25 tahun. Pelapukan ketangguhan psikologis kian terlihat di kalangan Gen Z. Alhasil, tidak sedikit orang mengejek Generasi Z sebagai suatu generasi yang sangat lembek.

Pada hemat saya, berkaratnya perisai jiwa dari manusia Gen Z dapat ditinjau dari banyak aspek. Oleh karena itu, saya akan melakukan suatu analisis interdisiplin terhadap permasalahan mental Gen Z pada artikel ini. Pertama, saya akan meninjau wacana ini dari sisi filsafat eksistensialisme. 

Kematian kebebasan dan kutukan kebebasan akan saya jadikan suatu patokan utama dalam analisis filosofis ini. Lalu, saya akan menelaah instrumen psikologis apa yang telah membutakan manusia modern (khususnya Gen Z) kepada kebebasan yang mereka miliki. Maka, pembahasan psikologis ini akan erat dengan persoalan keterasingan diri. 

Setelah itu, saya akan mencoba membahas dampak keterasingan diri ini terhadap dunia di luar manusia itu. Terakhir, saya akan mengusulkan suatu solusi yang universal terhadap masalah kesehatan mental Gen Z. Tujuannya adalah supaya dapat diterapkan oleh khalayak dari agama maupun budaya manapun.

Bukan Suatu Perayaan

Pada akhir abad ke-19, dunia Barat dihadapkan pada kemajuan sains dan industri yang sangat pesat. Orang Eropa berpikir bahwa manusia telah berhasil menaklukkan alam. Superioritas posisi mereka akhirnya kian menghilangkan peran Tuhan di dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Institusi yang berdiri atas nama Tuhan pun semakin melemah pengaruh dan kekuasaannya. Melihat kondisi ini, Friedrich Nietzsche pun menjadi berani memproklamasikan "Kematian Tuhan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun