JODOH
                       Â
 "Masa sih ! si Budi jelek hitam, dan keriting itu nikah sama Yunita. Ah, tidak mungkinlah bro," kata Andi kepada Janarka. "Beneren bro, saya lihat sendiri kemarin gandengan tangan", kamu jangan rasis kayak gitu!,"sahut Janarka. Mereka berdua berdebat soal pernikahan Budi dan Yunita. Pasalnya Yunita adalah gadis kembang desa dan menjadi incaran para pemuda di kampung dan kampung tetangga.Â
Tampaknya Andi pernah menyukai Yunita tapi cintanya tak kesampaian. Hasad dalam hatinya muncul, kenapa bukan dia yang menikah dengan Yunita. Perdebatan mereka sampai hari menjelang Magrib. Seakan gelapnya malam menambah gelapnya hati Andi karena kepo dengan urusan Budi dan Yunita.
Sementara itu, di pematang sawah, tampak dua orang saling bergandegan tangan dari kejauhan. Siapa lagi kalau bukan Budi dan Yunita. Merekq berdua seperti burung love bird yang sedang bercumbu. Meskipun Budi sudah dewasa, ia tak pernah mengenal gadis, apalagi pacaran. Yunita adalah cinta pertamanya dan sekaligus istrinya. Inilah juga yang diinginkan Ayah Yunita bahwa pacaran setelah menikah itu sangat nikmat. Kepulan asap dan kicauan burung di pagi hari menambah indahnya suasana sawah di perkampungan.
Ayah Yunita sudah tua, ia selalu memberikan wejangan kepada anak perempuan satu-satunya. Ia sangat menyayangi Yunita. Dan Yunita baru saja lulus dari Fakultas Kedokteran. Pacaran setelah menikah ibaratnya orang yang sangat lapar lalu ia diberikan makanan tentu itu adalah makanan yang sangat nikmat. Berbeda dengan orang yang sudah kenyang, bila disuguhi makanan, bisa jadi, lama-lama makanan itu akan terasa hambar.
Memang Budi memiliki fisik yang kurang tampan tapi akhlak dan budi pekertinya membuat seorang Yunita yang dulunya ingin dilamar anak konglomerat di kampung tetangga ditolaknya mentah-mentah. Alasannya karena anak konglomerat itu ingin pacaran duluan sebelum masuk ke jenjang pernikahan.Â
Tentu saja, Yunita dan orangtuanya menolak hal itu. Itu tidak sesuai dengan tradisi keluarganya. Orang-orang kampung juga tahu kalau orang tua Yunita merupakan keturunan terhormat. Selain itu, Ayah Yunita terhitung tokoh agama yang begitu gigih mendakwahkan islam. Orang-orang kampung mengenalnya sebagai Da'i yang sangat berwibawa.
Waktu semakin berlalu, kiranya Andi mau menerima takdir yang Allah subhana wata'ala berikan untuknya. Ia tidak mau menerima hal itu. Api hasad semakin lama membakar hatinya. Apalagi orang-orang kampung telah mengetahui bahwa lamarannya dulu ditolak orang tua Yunita. Ia semakin bertambah geram. Setan pun mulai membisikkannya dengan godaan-godaan. Ia mulai terbakar api cemburu yang dalam. Sampai-sampai setiap malam ia tidak bisa tidur nyenyak gara-gara memikirkan Yunita dan Budi. Kadang-kadang ia menceracau sambil menyebut nama Budi.
Andi mulai mengatur rencana, diundangnya kawan-kawan nakalnya dari kampung sebelah. Meski Janarka berteman dengan Andi, Janarka tidak ikut-ikutan. Ia selalu menasehati kawannya itu tentang riski, mati dan jodoh tapi Andi tidak mau menggubris nasehat Janarka. Mengingat kejadian lamarannya, Andi pun naik pitam bertambah emosinya. Dadanya sesak tidak teratur. Pasalnya, ia sangat mencintai Yunita. Begitulah keadaan pemuda zaman sekarang, sulit dinasehati.Â
Ia mulai menghasut orang-orang kampung kalau Budi pernah terlibat kasus Narkoba dan penyebar aliran sesat. Semakin lama orang-orang kampung semakin percaya karena Budi setiap kali ada hajatan baik itu kematian dan pernikahan tidak kelihatan. Bila ada orang meninggal di kampung itu, ia hanya datang memberikan uang atau beras kepada keluarga duka selebihnya ia pulang ke rumah. Begitu juga dengan acara pernikahan. Meski tidak kelihatan, ia selalu memberi bantuan kepada orang-orang yang berduka tersebut. Begitu pula dengan pemuda miskin yang ingin menikah, Budi selalu membantu mereka diam-diam. Ia tidak pernah menghadiri pernikahan orang kampung kalau ada acara joget atau musik.Â
Sudah menjadi tradisi kampung tersebut bila ada pernikahan atau  kematian selalu menutup jalan. Bagi Budi menutup jalan merupakan dosa besar karena mengganggu orang-orang yang lewat di jalan. Banyak kendaraan yang harus berputar arah. Budi berpikir  bagaimana kalau ada orang sakit yang seharusnya segera dilarikan ke rumah sakit. Kalau menutup jalan bisa-bisa pasien kritisnya meninggal.Â
Demikianlah akhlak Budi. Ia selalu memperhatikan hal-hal kecil dalam hidupnya karena ia yakin kelak Allah subhana wata'ala pasti meminta pertanggungjawabannya. Meski Budi bukan seorang yang memiliki pendidikan tinggi seperti Andi tapi ia sangat paham dengan Islam. Ia sangat paham bagaimana mempraktekkan islam yang murni yang dibawa oleh rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam.Â
Tapi tak semua orang kampung yang terhasud perkataan Andi, namun malam itu sebagian dari mereka berkumpul dan telah sepakat untuk mengusir Budi dari kampung itu. Baru saja Budi pulang dari Mesjid selepas shalat Isya, didengarnya orang-orang membawa obor berteriak, "usir, usir, usir," teriak orang-orang kampung. Dengan santai, Budi berjalan ke arah mereka. Lalu terjadilah dialog antara Budi dan para pemuda kampung yang telah terhasud perkataan Andi.
"Kami tidak mau ada pemahaman aliran sesat di kampung ini, dan menjual narkoba" kata salah seorang pemuda yang bertubuh besar. "Baiklah, dari mana kalian tahu kalau saya menyebarkan aliran sesat, saya mengingatkan kepada saudara-saudara semua bahwa fitnah itu jauh lebih kejam dari pembunuhan", kata Budi kepada pemuda kampung tersebut. Setelah Budi menjelaskan panjang lebar, para pemuda kampung tersebut sadar kalau mereka hanya terhasud oleh perkataan Andi.Â
Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka, grrr...,seorang kakek memakai kopiah hitam berdiri di depan rumah. Itulah Ayah Yunita sambil berkata : "ada apa ini?", kemudian Budi menjelaskan kepada Ayah mertuanya masalahnya. Ayah Yunita yang akrab disapa Abah Muin pun menjelaskan kepada pemuda kampung soal lamaran Andi yang ditolaknya dengan alasan yang benar. Ia juga menjelaskan kepada pemuda kampung tersebut perlunya mencari tahu kebenarannya ketika ada orang yang terkenal kedustaannya menyampaikan suatu berita. Para pemuda itu pun sadar dan pulang ke rumahnya masing-masing.#doc Jay
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H