Namun, setiap kali ia menggunakan narkoba, ia sangat takut kalau tiba-tiba diserang oleh gelandangan lain. Karena saat mengkonsumsi narkoba, saat itu mereka benar-benar tak berdaya atau bahasa kerennya sedang fly. Alhasil, setiap kali menggunakan narkoba tidak ada yang menyerang mereka. Saling menyerang antar gelandangan untuk memperebutkan wilayah sudah menjadi hal biasa di terminal ini.
Pada suatu hari, ia seperti dibisiki dalam hatinya. “Sampai kapan kamu melakukan perbuatan ini Mad, bukankah hidup ini punya tujuan? Tujuan hidup ini adalah untuk menyembah Allah subhana wata’ala”, begitu bisikan dalam hati Amad. Karena kuatnya bisika itu, ia bergegas menuju masjid terdekat. Ia pun berwudhu kemudian shalat sambil memakai baju ala premannya.
Setibanya di masjid dekat terminal, tak ada satu pun jama’ah masjid yang merasa aneh dengan penampilannya. Ia pun shalat untuk menenangkan hatinya. Tak lama kemudian ia pun kembali lagi ke aktivitas lamanya sebagai gelandangan. Semakin lama batinnya selalu menolak semua bentuk maksiat yang pernah ia lakukan. Suatu hari ia mengalami peristiwa yang sangat luar biasa. Yaitu peristiwa antara hidup dan mati. Ia bertemu seseorang dalam pingsannya. Seorang sosok yang tak dikenalinya. Ia berjanji bila diberi umur panjang akan bertaubat kepada Allah subhana wata'ala.
Amad pun perlahan meninggalkan kehidupan lamanya. Ia mulai menghadiri majelis taklim. Meskipun masih ada maksiat yang belum ditinggalkannya. Perlahan, ia mulai menyadari kesalahannya di masa lalu. Ia sangat khawatir bila ada orang yang ia zhalimi menuntut balas di akhirat kelak. Ia pun mencari riski dengan jalan yang halal.
Suatu hari ia ingin menjenguk teman-teman lamanya. Ketika duduk bersama mereka ia ditawari minuman keras. Ia menolak mereka dengan halus. “Jadi, kamu tidak mau lagi minum ya!”, ujar salah satu temannya. Amad terdiam, tertunduk dan menangis. Lalu Amad berkata kepada kawan-kawannya. “Kalau saya sudah tidak minum lagi apakah kalian sudah tidak anggap saya sebagai saudara?”, kata Amad. Salah satu kawannya yang paling besar tubuhnya mendekatinya. Amad berpikir temannya akan memaksanya untuk minum minuman keras. Tiba-tiba ia memeluk Amad sambil menangis. Lalu semua kawannya memeluknya sambil menangis.
Banyak lika-liku perjuangan yang dilaluinya untuk mendapatkan riski yang halal. Kegagalan usahanya sudah menjadi makanan hari-harinya. Namun, berkat pertolongan dari Allah subhana wata’ala kemudian usahanya membuahkan hasil. Kini Amad memiliki usaha yang dibilang cukup besar. Bahkan ia selalu dicari para investor. Ia memiliki penghasilan sekitar lima miliar per tiga bulan dari hasil lahan tambak udangnya. Ia memiliki lahan tambak udang sebesar tujuh ratus hektar lebih. Bersama sepuluh orang gelandangan lainnya bergabung dalam yayasan dakwah yang dibangunnya. Sekarang Ia pun dapat mewujudkan mimpi-mimpinya yang dulu digambarnya dalam gubuk reot itu. Ia kemudian membangun gedung lima lantai di lahan rumah orang tuanya yang terbuat dari bambu.#doc Jay
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H