***
Perkembangan geopolitik di kawasan ditandai dengan China yang meningkatkan aktivitas militer dan sipilnya di Laut China Selatan, termasuk membangun pulau-pulau buatan dan fasilitas militer di beberapa gugusan karang yang disengketakan. Berdasarkan data riset U.S -- China Economic and Security review Commision bahwa Dari Desember 2013 hingga Oktober 2015, China membangun pulau buatan dengan luas total hampir 3.000 hektar di tujuh terumbu karang yang ditempatinya di Kepulauan Spratly di bagian selatan Laut China Selatan. Meskipun pengerukan, reklamasi lahan, dan pembangunan pulau-pulau buatan bukanlah hal yang unik di China, skala dan kecepatan aktivitas China, keanekaragaman hayati di wilayah tersebut, dan pentingnya Kepulauan Spratly bagi ekologi wilayah tersebut membuat tindakan China menjadi sangat penting. Selain kerusakan pada terumbu karang, aktivitas pembangunan pulau yang dilakukan China juga berdampak negatif terhadap perikanan di sekitar lokasi reklamasi, dan dapat berdampak negatif terhadap kesehatan perikanan di wilayah pesisir Laut China Selatan. China juga sering mengirimkan kapal-kapal penjaga pantai dan nelayannya untuk menjaga kehadiran dan mengintimidasi negara-negara lain yang berusaha mengeksplorasi sumber daya alam di perairan tersebut. Tindakan China ini telah menimbulkan kekhawatiran dan protes dari negara-negara ASEAN yang menginginkan penyelesaian damai dan sesuai dengan hukum internasional. Namun, China menolak untuk berunding dengan ASEAN secara multilateral, melainkan lebih memilih pendekatan bilateral yang dapat memberinya keuntungan.
Dampak dari meningkatnya eskalasi kekuatan China di Laut China Selatan membuat Amerika Serikat sebagai pihak yang berkepentingan  di kawasan terlibat dalam konflik guna mendukung sekutu-sekutunya, Amerika Serikat telah menunjukkan komitmennya untuk mendukung sekutu-sekutunya di kawasan tersebut dan menegakkan kebebasan navigasi dan penerbangan di Laut China Selatan. AS telah melakukan operasi-operasi kebebasan navigasi (Freedom of Navigation Operation -- FONOP) secara rutin dengan mengirimkan kapal-kapal perangnya untuk berlayar dekat dengan pulau-pulau buatan China atau melintasi perairan yang diklaim oleh China sebagai wilayah teritorialnya. Diprediksi hal ini akan terus dilakukan oleh Amerika Serikat dalam rangka  menjaga keseimbangan kekuatan di kawasan Indo-Pasifik dan mencegah dominasi China.
Laut China Selatan merupakan titik ketegangan global terdekat bagi Indonesia, hal ini menjadi ancaman yang sangat serius bagi kedaulatan bangsa Indonesia. Indonesia dalam waktu dekat memiliki agenda perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur, hal ini perlu mempertimbangkan kekuatan pertahanan dalam menghadapi ancaman dan eskalasi konflik yang terjadi di Laut China Selatan. Secara geografis perpindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur membuat jarak Ibu Kota Negara semakin dekat dengan wilayah konflik Laut China Selatan. Sebagai pusat penyelenggaraan pemerintahan nasional, Â IKN akan menjadi center of gravity yang berkedudukan penting mendukung keberlangsungan negara.
Posisi IKN Â yang dekat dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II), yakni Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, dan Selat Lombok memiliki beberapa kerawanan. Sebagai salah satu jalur perdagangan dan pelayaran strategis, jalur tersebut turut disertai dengan beragam risiko yang perlu menjadi perhatian terkait kerawanan pertahanan IKN. Posisi IKN yang berada di pusat jaringan pelayaran dan logistik regional membuatnya akan menjadi jalur pengerahan kekuatan bagi negara-negara yang berkonflik di Laut China Selatan.
Melihat perkembangan geopolitik di Laut China Selatan dan ancaman terhadap kedaulatan negara terutama wilayah IKN Nusantara, pemerintah Indonesia harus melakukan langkah-langkah strategis guna menjaga kedaulatan bangsa. Langkah strategis diplomasi dapat  dilakukan dengan negoisasi Code of Conduct bersama negara-negara di kawasan, perlu juga peningkatan deteksi dini dan pengintegrasian alutsista. Percepatan pembangunan sistem pertahanan yang mampu melindungi seluruh wilayah IKN menjadi prioritas yang harus diutamakan dalam rangka menjaga kedaulatan bangsa Indonesia. Pembangunan kekuatan sistem pertahanan negara tidak terlepas dari impor alutsista dan penguatan industri pertahanan. Kementerian Pertahanan Inggris menyatakan bahwa industri pertahanan mencakup semua pemasok pertahanan (milik nasional dan asing) yang menciptakan nilai, pekerjaan, teknologi atau aset intelektual di negara tersebut (Setiadji Agus, 2021).
Penguatan industri pertahanan Indonesia bisa menjadi salah satu solusi jangka panjang dalam menghadapi ancaman konflik di Laut China Selatan. Industri pertahanan selalu didorong oleh kebijakan nasional dan strategi pertahanan negara, selain militer dan pemerintah pembangunan industri pertahanan tidak terlepas juga dari sektor industri baik bumn maupun swasta, konsep ini dikenal juga sebagai " segitiga besi atau iron-triangle (pemerintah-militer-industri). Kemandirian dalam sektor industri pertahanan akan mampu meningkatkan kekuatan pertahanan dalam menghadapi ancaman konflik Laut China Selatan, seperti produksi kapal perang, kapal patroli, dan kapal selam yang dilakukan oleh PT PAL, dengan kemajuan teknologi yang mampu mengimbangi kekuatan kapal milik China dan Amerika Serikat, hal ini tentu akan memberikan deterrent effect serta bargaining power untuk Indonesia dalam menyelesaikan konflik Laut China Selatan dan menjaga kedaulatan Indonesia.
***
Referensi:
Agus, Setiadji. (2021). Arah Kemandirian Pertahanan. Universitas Pertahanan Indonesia