Mohon tunggu...
Darmin Hasirun
Darmin Hasirun Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Agar Menjaga Nalar Sehat

Saya hobi menulis, menganalisis, membaca, dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lawan Money Politic, Berani?

19 Maret 2023   14:03 Diperbarui: 19 Maret 2023   14:05 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Darmin Hasirun

Dosen Administrasi Pemerintahan Daerah

Universitas Muslim Buton

Politik uang (money politic) ialah pemberian uang, atau barang, atau fasilitas tertentu, dan janji kepada para orang-orang tertentu agar seseorang dapat dipilih menjadi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah (Afan Gaffar dalam bukunya Politik Indonesia; Transisi Menuju Demokrasi).

Menurut pengamatan penulis, politik uang merupakan salah satu strategi yang cukup efektif digunakan oleh para calon kepala daerah untuk memenangkan diri dalam pemilihan kepala daerah saat masyarakat tidak lagi percaya dengan pemimpinnya, isu ini masih sering menjadi perbincangan hangat di masyarakat, pro dan kontra pun bermunculan, ada yang tidak suka dan ada pula yang masih menginginkannya.

Sosialisasi dan kampanye "anti money politik" yang selama ini didengungkan oleh pemerintah dan LSM menjadi bias dan terbantahkan oleh sikap sekelompok masyarakat yang masih haus dengan lembaran-lembaran uang itu, "siapa sih yang tidak suka dengan uang?" Itulah kalimat yang keluar dari mulut sebagian orang yang tidak merasa berdosa menerima uang dari para calon kepala daerah baik secara langsung maupun melalui tim suksesnya.

Money politic bukan hanya dialami oleh masyarakat sebagai pemilih, tetapi juga oknum-oknum dalam partai politik seperti yang diungkapkan oleh Direktur Advokasi Pukat UGM, Oce Madril bahwa pemberian mahar politik di Partai Politik adalah praktik money politic yang sulit terdeteksi dalam pemilihan kepala daerah. Artinya para calon kepala daerah tidaklah murni dicalonkan oleh partai politik tersebut, harus butuh uang untuk memuluskan ambisinya menjadi calon kepala daerah. Visi misi, program kerja dan strategi pembangunan yang dipaparkan dalam seleksi bakal calon KADA agar diusung oleh partai politik tersebut hanyalah sekedar formalitas untuk mengisi laporan kegiatan partai, tetapi dibalik itu ada praktek-praktek mafia berdasi dengan melihat siapa yang paling banyak kedekatan dan uangnya.

Masyarakat yang masih suka dengan politik uang, seperti terhipnotis oleh uang-uang yang mereka terima, sehingga hati nuraninya tidak lagi berfungsi hanya karena hitam pekat perilaku mereka oleh godaan uang-uang tersebut.

Memang susah menghapus budaya politik uang ketika masyarakat mulai meragukan kapasitas dan kepemimpinan para kandidat dalam memecahkan masalah daerah, disatu sisi para pemilih diwajibkan oleh negara untuk memilih pasangan calon kepala daerah sehingga muncul kalimat "daripada tidak memilih lebih baik memilih kandidat yang mempunyai banyak uang".

Dalam pandangan penulis, masyarakat yang masih suka dengan politik uang ibarat "Kupu-Kupu Malam atau Ikan Kering yang Siap Dibeli".

Kupu-kupu malam merupakan gambaran orang-orang yang mempunyai modal hidup, masih muda, ganteng/cantik, masih enerjik, dan mempunyai semangat yang baik, tetapi mereka menggadaikan dirinya dan masa depannya hanya untuk mendapatkan uang.

Ikan kering yang siap dibeli artinya orang-orang miskin yang kurang materi, hanya karena faktor kemiskinan, badan kurus, tak berdaya dan kering akhlaknya, mereka rela mengambil uang dari salah satu kandidat, pada akhirnya mau tidak mau, suka tidak suka mereka harus memilih kandidat tersebut.

Kondisi seperti di atas mengubah gaya "politik uang" dari para kandidat bertransformasi menjadi gaya "politik gadai diri" dari rakyat, mereka kecanduan melihat figur calon hanya pada uang tebalnya, akibatnya setelah mereka dibeli kehormatan dirinya lalu dicampakan oleh mereka yang telah duduk enak di singgasananya.

Oleh karena itu, politik uang menjadi bentuk pembodohan (jahiliah) zaman modern, dimana manusia sudah diperbudak oleh uang-uang, yang nantinya mereka akan menyesal oleh perilaku dirinya di kemudian hari, begitupula daerahnya digadaikan selama lima tahun, jadi jangan salahkan sepenuhnya kepada mafia-mafia pemerintahan yang menyalahgunakan uang daerah karena mereka ingin mengembalikan modal yang sudah sekian miliar membayar suara rakyat.

Padahal dalam aturan negara sudah melarang keras perilaku politik uang ini dengan memberikan hukuman penjara paling singkat 36 bulan dan maksimal 72 bulan serta denda Rp.200 juta hingga 1 miliar (Pasal 187A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota), begitupula dengan hukum agama Nabi Muhammad bersabda "Rasululllah SAW melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap". (HR. Abu Daud).

Pemberian sanksi kepada para pelaku politik uang dan penerima uang suap dalam Pilkada agar menimbulkan efek jera kepada kandidat yang terbukti melakukan pelanggaran, begitupula masyarakat yang berbukti secara hukum menerima uang suap dari salah seorang kandidat.

Dalam tulisan ini, penulis hanya memberi dua pilihan bagi pemilih dan pengurus partai "Jikalau ingin menghancurkan dirimu dan menggadaikan daerahmu pilihlah Politik Uang, tetapi jikalau ingin menyelamatkan dirimu dan membangun daerahmu pilihlah kandidat dengan kepemimpinannya, akhlaknya, dan program kerja yang berguna bagi daerah".

Mari Lawan Politik Uang, Politik Gadai Daerah, jangan korbankan anak cucu dan daerah kita hanya untuk memuaskan hasrat diri sekejap saja, setelah itu penyesalanlah yang didapatkan. Anda berani? Buktikan saat pemilihan nanti..!

Semoga bermanfaat. Wassalam..!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun