Mohon tunggu...
Ida Bagus Komang Darma Yudanta
Ida Bagus Komang Darma Yudanta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S2 Ilmu Manajemen UNDIKSHA

Semangat dan selalu berjuang

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Overconfidence, Sikap Percaya Diri Pengusaha yang Menyebabkan Pengusaha Rungkad

8 Oktober 2023   20:14 Diperbarui: 8 Oktober 2023   20:15 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sikap percaya diri adalah salah satu karakteristik yang sering dihubungkan dengan pengusaha sukses. Ketika seorang pengusaha percaya pada dirinya sendiri dan visinya, itu bisa menjadi pendorong motivasi dan inovasi. Namun, terlalu banyak kepercayaan diri atau overconfidence bisa menjadi bumerang. Artikel ini akan membahas bagaimana overconfidence, atau sikap percaya diri yang berlebihan, seringkali menjadi penyebab utama kebangkrutan bagi pengusaha.

Overconfidence adalah fenomena di mana seseorang memiliki keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuannya atau penilaiannya. Pengusaha yang memiliki sikap overconfident mungkin merasa bahwa mereka tak terkalahkan, apapun keputusan yang diambil olehnya akan selalu benar, walaupun ketika ada bukti-bukti yang menunjukkan sebaliknya. Hal ini bisa disebabkan karena ketidakmampuan untuk mengenali risiko dengan baik atau terlalu fokus pada hasil positif tanpa mempertimbangkan potensi kerugian.

Salah satu dampak overconfidence adalah pengambilan keputusan yang berisiko. Pengusaha yang terlalu yakin bisa menginvestasikan terlalu banyak sumber daya dalam proyek yang berisiko tinggi tanpa melakukan analisis risiko yang cermat. Ini bisa berakhir dengan kerugian finansial yang besar.

Overconfidence juga dapat mengaburkan penglihatan pengusaha terhadap perubahan pasar. Mereka mungkin merasa bahwa mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pasar daripada yang sebenarnya, sehingga mengabaikan sinyal-sinyal peringatan atau tren yang muncul. Ini bisa menyebabkan ketertinggalan dalam beradaptasi dengan perubahan pasar yang cepat.

Ada banyak kasus nyata pengusaha yang gagal karena sikap overconfidence yang dimilikinya, salah satunya ada pada kasus kegagalan bisnis dari Enron Corporation. Enron Corporation merupakan perusahaan energi yang didirikan pada tahun 1985 di Amerika, dan pada masanya dalam waktu singkat Enron menjadi pemain dominan di pasar energi dan komoditas di Amerika Serikat, bahkan sempat dianggap sebagai salah satu perusahaan paling sukses di dunia. 

Namun sayangnya, di tahun 2001, Enron Corporation tiba-tiba mengumumkan kebangrutan dengan kerugian yang sangat besar hingga mencapai lebih dari 60 juta dolar Amerika pada pasar saham. Keruntuhan Enron Corporation menjadi salah satu skandal bisnis terbesar dalam sejarah Amerika Serikat. Ribuan pekerja kehilangan pekerjaan, dan investor kehilangan jutaan dolar. Bahkan, kegagalan Enron menyebabkan keraguan besar dalam sistem peraturan dan pengawasan bisnis di Amerika Serikat pada masa itu.

Apa yang menyebabkan perusahaan sebesar Enron Corporation bangkrut ? Secara garis besar ada dua faktor kunci yang menyebabkan kebangrutan Enron Corporation, antara lain:

  • Praktik Akuntansi Kreatif
    Enron Corporation menggunakan praktik akuntansi yang sangat kompleks dan kreatif untuk menyembunyikan utang dan kerugian perusahaan. Mereka membentuk entitas terkait dan entitas khusus (SPV/SPE - Special Purpose Entities) yang diakui secara terpisah dari laporan keuangan utama Enron, sehingga memungkinkan mereka untuk menyembunyikan utang yang seharusnya terlihat.
  • Ketidaktransparan dan Tidak Adanya Pengawasan yang Efekti
    Enron Corporation tidak memberikan informasi keuangan yang transparan kepada publik dan investor. Praktik akuntansi yang rumit membuat sulit bagi pihak luar untuk memahami keuangan perusahaan dengan baik. Selain itu, badan pengawas dan lembaga audit juga gagal mendeteksi manipulasi keuangan yang dilakukan oleh Enron Corporation.

            Diluar dua faktor kunci diatas, ternyata ada peran CEO Jeffrey Skilling dalam kebangrutan Enron Corporation. Sebagai pemimpin perusahaan, Jeffrey Skilling merupakan orang yang ambisius. Ditangan Jeffrey, Enron Corporation menjadi perusahaan yang pertumbuhgan yang sangat cepat, bahkan menjadi salah satu perusahaan yang paling sukses di dunia. Namun, sayangnya kesuksesan Enron Corporation membuat timbulnya sikap overconfidence pada diri Jeffrey dan para pemimpin lainnya, sebagai pemimpin mereka meyakini bahwa Enron Corporation merupakan perusahaan unggul dan dikepalai oleh orang-orang yang paling cerdas di bidangnya, sehingga mereka (pada pemimpin Enron) berani dalam mengambil risiko dalam segala pengambilan keputusannya

            Sikap ambisius dan overconfidence para pemimpin Enron Corporation membuat terjadinya ekspansi yang tidak terkendali. Sayangnya, keputusan ekpansi yang dilakukan tidak didasari dengan analisis keuangan yang tepat yang menjadikan Enron Corporation kehilangan fokus pada bisnis utamanya. Diluar itu, ternyata pada pemimpin termasuk Jeffrey terlibat dalam konflik kepentingan karena memiliki saham di entitas terkait yang berhubungan dengan bisnis Enron, hal ini menciptakan situasi dimana kepentingan pribadi dapat menyebabkan keputusan bisnis yang tidak akuntabel. Hal inilah yang membuat para pemimpin memanipulasi keuangan mereka, agar terlihat baik-baik saja dimata investor, karena mereka masih terlalu percaya diri bahwa invasi bisnis yang mereka lakukan akan menghasilkan sesuatu yang besar.

            Sayangnya, di tahun 2001 semua skandal keuangan dan praktik bisnis yang dilakukan Enron Corporation terungkap, bahkan pada saat itu harga saham Enron Corporation langsung merosot tajam, dan mereka kehilangan kepercayaan investor. Sampai akhirnya pada Desember 2001, perusahaan Enron Corporation mengajukan kebangrutannya.

Kasus Enron adalah contoh yang kuat tentang bagaimana overconfidence dalam pengambilan keputusan bisnis, termasuk penggunaan praktik akuntansi kreatif dan ketidakmampuan untuk mengenali risiko yang sesungguhnya, dapat menyebabkan kegagalan bisnis yang menghancurkan. Ini juga mengingatkan kita tentang pentingnya transparansi, peraturan yang ketat, dan pengawasan yang efektif dalam dunia bisnis untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun