2. Tantangan dalam Mengembangkan Pendidikan Pancasila Berbasis Kearifan Lokal
Salah satu tantangan terbesar dalam mengembangkan filsafat Pendidikan Pancasila di Indonesia adalah bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila yang bersifat nasional dengan keragaman budaya dan kearifan lokal di berbagai daerah. Di Nias, misalnya, meskipun nilai-nilai Lakhmi dan Sumange memiliki kesesuaian dengan prinsip-prinsip Pancasila, tantangan muncul ketika nilai-nilai tersebut tidak sepenuhnya diakomodasi dalam sistem pendidikan formal yang lebih terstruktur dan cenderung fokus pada kurikulum yang bersifat generik dan nasional. Pendidikan di Indonesia sering kali terjebak dalam pola-pola yang mengabaikan kearifan lokal sebagai kekayaan budaya yang dapat memperkaya pembentukan karakter bangsa.
Untuk mengatasi tantangan ini, penting bagi pemerintah, pendidik, dan masyarakat untuk menciptakan sinergi yang kuat antara sistem pendidikan nasional dan kearifan lokal. Pengembangan kurikulum berbasis Pancasila harus memperhatikan konteks sosial dan budaya di tiap daerah. Di Nias, misalnya, memasukkan nilai Lakhmi dan Sumange dalam pembelajaran tidak hanya memberi ruang bagi pengajaran Pancasila yang lebih hidup dan relevan, tetapi juga memastikan bahwa pendidikan dapat memperkuat identitas budaya dan tradisi lokal yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.
3. Peran Lakhmi dan Sumange dalam Pembentukan Karakter Bangsa
Lakhmi dan Sumange berperan penting dalam membentuk karakter bangsa, karena keduanya menekankan pentingnya hubungan antarindividu yang dilandasi oleh rasa hormat, keikhlasan, dan rasa tanggung jawab terhadap sesama. Pancasila, sebagai dasar negara, mengandung nilai-nilai moral yang sejalan dengan nilai-nilai lokal tersebut. Sebagai contoh, sila pertama Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa, bisa diperkuat dengan semangat Sumange yang mengajarkan kedekatan manusia dengan Tuhan dan sesama melalui rasa ketulusan dan pengharapan. Sementara itu, nilai Lakhmi menguatkan sila ketiga Pancasila yang mengedepankan persatuan dalam keragaman, karena semangat gotong royong dan kebersamaan yang menjadi bagian dari Lakhmi sangat mendukung terciptanya solidaritas sosial yang lebih kokoh.
Pendidikan karakter berbasis pada Lakhmi dan Sumange tidak hanya menciptakan siswa yang berpengetahuan luas, tetapi juga beretika, menghargai nilai-nilai kemanusiaan, dan bersemangat membangun Indonesia yang adil dan sejahtera. Oleh karena itu, integrasi nilai-nilai kearifan lokal ini dalam pendidikan karakter dapat memperkaya pendidikan Pancasila dan memperkuat rasa nasionalisme serta solidaritas di kalangan generasi muda.
4. Pengaruh Globalisasi dan Modernisasi terhadap Kearifan Lokal
Globalisasi dan modernisasi telah membawa pengaruh besar terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Perubahan teknologi, pola pikir, dan gaya hidup yang lebih terbuka telah mempengaruhi nilai-nilai tradisional yang ada, termasuk kearifan lokal seperti Lakhmi dan Sumange. Banyak generasi muda yang lebih terbiasa dengan pola pendidikan yang terstruktur secara global, sehingga terkadang nilai-nilai lokal terlupakan atau dianggap kuno.
Namun, di tengah perubahan tersebut, nilai Lakhmi dan Sumange tetap relevan dan dapat diadaptasi dalam konteks modern. Pendidikan Pancasila berbasis kearifan lokal memberikan alternatif untuk memperkuat karakter yang tidak hanya berbasis pada teori dan konsep global, tetapi juga pada prinsip-prinsip yang telah lama ada dalam masyarakat. Dalam menghadapi globalisasi, Lakhmi dan Sumange dapat menjadi penyeimbang yang menjaga agar perkembangan budaya dan pendidikan tetap berada dalam koridor nilai-nilai moral yang luhur dan penuh pengharapan.