"Assalamu 'alaikum wr wb, selamat siang ndan, maaf mengganggu, izin ndan apakah tulisan opini untuk Buletin November ini sudah bisa saya terima? Untuk keperluan editting, terima kasih ndan sebelumnya, " chat dari anggota tim redaksi buletin kantor kepada penulis.
Di saat agak lelah mengonsep dan menyusun materi kegiatan-kegiatan Hari Antikorupsi Sedunia Tahun 2022, waktu istirahat adalah momen untuk mengembalikan mood yang mulai bergeser. Harapan itu sempat tak terpenuhi manakala menerima chat di atas. Layaknya yang berhutang ditagih oleh seorang debt collector.
Persis satu minggu sebelumnya memang anggota tim redaksi buletin kantor tersebut mengonfirmasi kepada penulis apakah mau mengisi tulisan di buletin kantor lagi. Dan memang anggota tim redaksi mendapatkan konfirmasi positif saat itu juga.
Entah karena sok sibuk menyiapkan materi dan mengikuti rapat kerja wilayah atau memang karena ketidakmampuan diri ini menuangkan isi kepala dalam tulisan dalam waktu seminggu yang diberikan tim redaksi, akhirnya chat di atas dijawab, "Wa 'alaikumussalam wr. wb. Belum ada tulisan saya yang baru."
Sejalan dengan Hari Antikorupsi Sedunia tanggal 9 Desember, tema buletin kantor pada bulan November adalah antikorupsi, sebuah tema yang sebenarnya tidak asing bagi penulis. Tetapi, entah mengapa rasa bosan dan jenuh tiba-tiba muncul. Padahal, saat itu penulis sedang mengonsep dan menyusun materi kegiatan-kegiatan Hari Antikorupsi Sedunia Tahun 2022, sesuatu yang sangat relate dengan tema buletin kantor periode ini.
Terdorong dengan rasa bersalah tidak dapat memenuhi janji, selepas ishoma penulis mendadak membuka Samsung Notes. Kata per kata muncul di layar membentuk kalimat-kalimat di bawah ini.
***********
"Apakah Anda bosan melihat berita TV tentang pejabat yang melakukan korupsi ditangkap KPK?", pertanyaan pancingan di awal tulisan ini.
Pertanyaan selanjutnya bisa jadi, "Kenapa sih masih banyak pejabat yang korupsi?"
Terlalu banyak teori yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. Mulai dari teori faktor internal, faktor eksternal, aspek individu, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek politis, sampai teori aspek organisasi.
Terlalu lelah mencoba mencerna teori yang sampai saat ini pun belum terpahami karena keterbatasan daya pikir, otak nakal ini mulai tergoda, "Jangan-jangan kalau saya jadi pejabat seperti yang di TV itu, saya pun akan melakukan korupsi. Masalah tidak adanya kesempatanlah yang masih menyelamatkan saya saat ini."
Semakin nakal dan liar otak ini, "Berarti tontonan pejabat korupsi di TV itu adalah cerminan saya sendiri dong?"
Sebelum makin tidak jelas arah otak ini, teringat akan tanggal 9 Desember sebagai Hari Antikorupsi Sedunia.
"Apakah tanggal 9 Desember adalah hari bagi saya untuk berhenti korupsi? Berhenti  sejenak melakukan korupsi di satu hari itu?", pikiran tak karuan datang lagi.
Semakin lelah karena mengisap tiga batang rokok, pertanyaan penutup, "Apakah permasalahan korupsi masih menjadi topik hangat sepanjang waktu? Ataukah hanya saat menjelang tanggal 9 Desember? Ataukah hanya saat ada pejabat di lingkungan kerja kita yang korupsi dan tertangkap? Bagaimana kalau tidak tertangkap, akan menjadi topik hangat kah, atau justru menjadi topik yang sangat tabu untuk kita bicarakan bersama pimpinan, atasan, dan bawahan?"
Kopi, mana kopi? Tiga batang rokok tanpa kopi, rasanya asem banget.
************
Tulisan yang hanya 234 kata dan diselesaikan dalam waktu kurang dari 10 menit tersebut langsung penulis kirim ke anggota tim redaksi buletin kantor, "Judulnya: Mau Sampai Kapan Pikiran Liar ini Ada? Tulisan baru saya semenit lalu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H