Mohon tunggu...
Darmawan bin Daskim
Darmawan bin Daskim Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang petualang mutasi

Pegawai negeri normal

Selanjutnya

Tutup

Diary

Biaya PCR udah Turun, Pulang dong, Pah!

9 September 2021   08:58 Diperbarui: 9 September 2021   09:02 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pah, biarin biaya PCR-nya dari Mamah deh," istri menawarkan pilihan solusi.

Adakah yang paling berhak berkeluh kesah di saat ini?

Sebuah tautan berita dari rmol.id berjudul "Alvin Lie: Jika PPKM Diperpanjang Lagi, Maskapai Sudah Siap PHK Besar-Besaran" tertulis pada sebuah status Whatsapp milik rekan sejawat. Di bawah tautan berita tersebut tertulis komentar statusnya,

"Kasihan industri airlines. Padahal sama dengan jeritan hati ASN yang kerja di luar pulau Jawa." 

Bukan beritanya, bukan pula komentar status di kalimat pertamanya, melainkan komentar status di kalimat keduanya yang paling menarik perhatian.

Hal senada juga tertulis pada status Whatsapp seorang teman SMA yang juga berstatus ASN di satu kementerian yang sama, tetapi beda direktorat jenderal. Status Whatsapp yang diunggah tepat di malam Idul Adha 1442 H tersebut bertuliskan,

"Jangan-jangan kita sudah mulai terbiasa berlebaran ga kumpul keluarga. Selamat Hari Raya Idul Adha 1442 H."

Demikian pula dengan tema obrolan daring di Sabtu pagi beberapa minggu lalu bersama seorang rekan sejawat satu kantor saat bertugas di Papua, yang kini masih bertugas di sana memasuki tahun ketiga. Isi obrolan yang berdurasi satu jam lebih tersebut tak jauh dari saling "membanggakan" seputar sudah berapa lama tidak pulang ke homebase menemui istri-anak, sebuah tema obrolan yang klise antarbulok (bujang lokal).

Dari sini dengan rasa "bangga" disampaikan bahwa sudah hampir dua bulan tidak pulang, sedangkan dari sana dengan telak membalas sudah tiga bulan tidak pulang.

Sementara, tanpa perlu membahas pemikiran bahwa pilihan bulok adalah konsekuensi masing-masing pejuang mutasi luar homebase karena saat mutasi sudah diperhitungkan semua biaya kepindahan seluruh anggota keluarga (akan menjadi sebuah perdebatan panjang), isu kepulangan mengunjungi istri/suami-anak menjadi tema hangat selama masa pandemi COVID-19.

Bila di tiga semester awal masa pandemi, yang menjadi ganjalan adalah kebijakan larangan mudik di saat-saat libur panjang hari raya keagamaan, di semester keempat masa pandemi kini, yang menjadi ganjalan adalah kebijakan PPKM yang mengharuskan tes PCR bagi calon penumpang pesawat.

Entah karena pilihan, entah pula karena keterpaksaan, faktanya ... keberadaan para bulok untuk tetap di lokasi tugas, khususnya saat momen-momen hari raya keagamaan menjadi realitas yang mesti dilalui. Sesuatu yang dulu seakan "aib" bila berlebaran tidak kumpul bersama istri/suami-anak dan kerabat, kini telah menjadi sesuatu yang biasa, persis apa yang tertulis pada status Whatsapp rekan sejawat di malam Idul Adha tadi.

Bukan cocoklogi, bukan pula upaya pembelaan, sejatinya di balik kegundahan para bulok pejuang mutasi tersebut mengandung nilai moral positif.

Satu unsur penting dalam nilai-nilai kementerian yang harapannya menjadi budaya organisasi, yaitu integritas, tidak berlebihan bila dikatakan sudah ada pada diri para bulok pejuang mutasi.

Bila mengacu ke sebuah materi berjudul Pengantar Integritas (Khalimi, Widyaiswara Ahli Madya Pusdiklat PSDM) yang ditemukan pada file folder komputer kantor peninggalan senior sebelumnya, disebutkan bahwa beberapa unsur integritas adalah di antaranya (1) disiplin, (2) peduli, (3) tanggung jawab, dan (4) jujur.

Salah satu pengertian kata disiplin dalam KBBI online adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib dan sebagainya). Di saat ada kebijakan larangan mudik pada masa hari raya keagamaan atau lebaran karena pandemi COVID-19, para bulok pejuang mutasi disiplin mematuhinya, menunda lepas kangen karena menerima realitas yang tidak biasa, berlebaran tidak bersama istri/suami-anak dan kerabat.

Layaknya pencuri yang selalu punya banyak akal buruk, sebenarnya kebijakan larangan mudik masa lebaran tempo hari dapat disiasati dengan memanfaatkan celah persyaratan khusus karena urgensi berupa surat tugas dari atasan yang berwenang, tetapi mereka tetap memilih tidak mudik.

Terlepas entah karena takut sanksi atau memang patuh dalam artian sesungguhnya, setidaknya keberadaan mereka tetap berada di lokasi tempat bertugas bersama rekan sejawat dan bawahan adalah bentuk satu kepedulian, khususnya kepedulian kepada bawahan yang lebih tidak punya banyak pilihan, selain tetap berada di tempat bertugas.

Rasa peduli yang konon informasinya berada pada titik terendah dari hasil survei integritas, memang akhir-akhir ini di saat masa pandemi COVID-19, banyak momen yang dapat dijadikan ukuran, baik secara rasa maupun angka.

Kata peduli yang dalam KBBI online berarti mengindahkan, memperhatikan, menghiraukan rasanya tak jauh beda dengan arti dari kata empati yang dalam KBBI online berarti keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.

Empati atau peduli akan lebih mudah muncul bilamana pernah ikut merasakan, bukan hanya melihat dan mendengar. 

Mereka, pimpinan yang di saat momen lebaran tempo hari lebih memilih tidak mudik, tetapi justru berkumpul berlebaran bersama bawahan tentunya dirasa lebih mempunyai empati dan peduli dibanding mereka yang tetap memilih mudik dengan memenuhi persyaratan khusus karena alasan urgensi.

Dalam hal ini, tanggung jawab mereka kepada bawahan pun terlihat dengan memberikan teladan nyata sehingga mereka dan bawahan tidak mendapatkan sanksi karena melanggar kebijakan tidak boleh mudik saat masa lebaran.

Selain disiplin, peduli, dan tanggung jawab yang sudah mereka terapkan, unsur integritas lainnya adalah jujur. Kata jujur yang dalam KBBI online berarti tidak curang, tulus, ikhlas juga diterapkan oleh mereka, para bulok pejuang mutasi yang tidak mudik lebaran.

Mereka tidak curang membuat surat tugas akal-akalan dalam rangka memenuhi persyaratan khusus mudik lebaran demi menikmati kepentingan pribadinya lepas kangen bersua dan berlebaran bersama istri/suami-anak dan kerabat.

"Papah pulangnya nunggu gak ada syarat PCR aja deh," jawabku. Dari sana istri merespons kembali, "Loh, PPKM kan berlanjut, Pah. Bakalan 2 bulanan lebih dong Papah gak pulang."

"Habisnya gimana dong, Mah. Pulang cuma 3 malam di rumah dengan modal 6 jutaan karena kudu PCR, setelah gak pulang hampir 2 bulan, kayaknya gimana gitu ...."

"Wah, tangguh dan integritasnya Papah mah karena terpaksa, karena gak punya banyak uang, bukan tangguh dan integritas dalam arti sesungguhnya, gak seperti tangguh dan integritas mereka yang tadi Papah ceritakan," istri membandingkan suaminya dengan mereka, para bulok pejuang mutasi yang tangguh dan berintegritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun