Kembali ke ucapan pimpinan di satu paragraf sebelumnya.
Di hari pertama bertugas di tempat yang baru karena mutasi, dua pertanyaan yang tak ditemukan jawabannya akan muncul:
- Sampai kapan bertugas di sini? dan
- Lalu, berikutnya akan dimutasi ke mana?
Dua pertanyaan tersebut baiknya disikapi dengan mencoba menikmati kerja di tempat yang baru, (1) segera pelajari segala sesuatunya, (2) temukan yang bisa dilakukan perbaikan, (3) lalu lakukan apa yang bisa dikerjakan demi perbaikan dan kebaikan. Tiga hal yang saya tafsirkan sebagai implementasi ucapan pimpinan di atas.
Sikap sebaliknya, dengan hanya menghitung hari, menghitung minggu, menghitung bulan, lalu menghitung tahun, tanpa berbuat banyak yang positif ... justru akan merusak diri sendiri.
Setelah berbuat positif sesuai kemampuan, cukuplah menghitung minggu, "Udah empat minggu nih gak pulang, waktunya pulang."
Memang sih terkesan klise dan sok bijak, tetapi jujur ... tak ada cara lain dalam kondisi seperti itu.
Potensi pengganggu jiwa bagi pejuang mutasi yang berstatus bulok (bujang lokal) pastinya saat akhir pekan, hari Sabtu dan Minggu.
Seperti pesan Whatsapp yang masuk di pagi hari Sabtu saat istirahat di warung kopi, sesaat setelah selesai jalan sehat, "Mas, di mana posisi? Kangen, biasanya ada teman luntang-lantung di sini."
Kali ini, pesan tersebut bukan dari cewek, bukan pula dari istri orang, melainkan dari rekan kerja saat bertugas di Papua yang kini masih bertugas di sana.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!