Mohon tunggu...
Darmawan
Darmawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Wawan

STIKes Mitra Keluarga

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kenali Demensia Lebih Dekat dan Cara Pencegahannya pada Lansia

7 Oktober 2021   17:07 Diperbarui: 7 Oktober 2021   17:12 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut undang-undang no. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pasal 1 ayat 1 adalah seseorang yang telah mencapai 60 tahun ke atas. Lansia merupakan periode akhir dari rentang kehidupan manusia (Triningtyas & Muhayati, 2018). Menurut WHO (World Health Organization) Jumlah dan proporsi penduduk usia 60 tahun ke atas semakin meningkat. 

Pada 2019, jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas mencapai 1 miliar. Jumlah ini akan meningkat menjadi 1,4 miliar pada tahun 2030 dan 2,1 miliar pada tahun 2050. Peningkatan ini akan meningkat dalam beberapa tahun yang akan mendatang, terutama di negara berkembang.

Indonesia termasuk negara berstruktur tua, hal ini dapat dilihat dari persentase penduduk lansia tahun 2008, 2009 dan 2012 telah mencapai di atas 7% dari keseluruhan penduduk. 

Struktur penduduk yang menua tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pencapaian pembangunan manusia secara global dan nasional. Keadaan ini berkaitan dengan adanya perbaikan kualitas kesehatan dan kondisi sosial masyarakat yang meningkat. 

Dengan demikian, peningkatan jumlah penduduk lanjut usia menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan sekaligus sebagai tantangan dalam pembangunan (Manullang & Widiakustanto, 2013).

Seiring dengan meningkatnya jumlah lansia di Indonesia, semakin meningkat juga permasalahan penyakit akibat proses penuaan. Salah satu nya adalah permasalahan saat otak mulai menua yaitu demensia. Akibat dari demensia dapat menyebabkan risiko jatuh meningkat dan dapat mengakibatkan cedera dan keterbatasan gerak pada lansia. 

Jadi, dapat dibayangkan saat proses degenerasi atau penurunan mengenai otak kita, sudah pasti akan menurunkan fungsi otak, yang pada akhirnya akan mengganggu fungsi kerja sehari-hari dan berujung lansia tersebut menjadi ketergantungan dan menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.

Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Penderita demensia sering kali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian yang menganggu ataupun tidak menganggu. 

Demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku (Syadiyah, 2018).

Kemunduran fungsi kognitif dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari individu, penyakit maupun lingkungan. Faktor individu meliputi usia, tingkat pendidikan, faktor genetik, beberapa penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan kadar kolesterol. 

Selain faktor individu, faktor lingkungan diduga ikut mempengaruhi risiko kemunduran fungsi kognitif seperti hubungan atau keterlibatan sosial (social engagement) dan aktivitas baik aktivitas fisik maupun aktivitas kognitif (Wreksoatmodjo, 2016). 

Demensia ditandai dengan menurun nya daya ingat, penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata, dan ada nya perubahan perilaku yang dapat mempengaruhi fungsi harian dan kualitas hidup.

Berdasarkan penelitian (Husmiati, 2016) Perawatan atau tindakan psikososial sangat penting bagi kelangsungan dan kualitas hidup pasien demensia. 

Terdapat beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadi nya demensia yaitu menyediakan lingkungan yang menyenangkan dimana lansia diberikan perhatian agar lansia merasa tidak ditelantarkan oleh keluarga. 

Selain itu berdasarkan penelitian (Wreksoatmodjo, 2016) aktivitas fisik dapat mencegah penurunan fungsi kognitif. Jenis aktivitas fisik yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif pada penelitian ini adalah olahraga aktif atau berenang, jalan kaki dan latihan fisik seperti senam. 

Lansia yang tidak pernah melakukan kegiatan-kegiatan tersebut berisiko 1,4 sampai 1,6 kali lebih besar penurunan fungsi kognitif dibandingkan lansia yang melakukan kegiatan aktivitas fisik (Wreksoatmodjo, 2016). 

Selain aktivitas fisik yang telah disebutkan diatas, pada penelitian (Abas, Setiawan, Widyatuti, & Maryam, 2020) senam gerak latih otak sangat mudah dan ringan dilakukan oleh lansia karena memengaruhi peningkatan fungsi kognitif lansia. 

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa lansia yang aktif berolahraga (tiga kali seminggu atau lebih) akan memiliki fungsi kognitif yang lebih baik dari mereka yang melakukan olahraga kurang dari tiga kali seminggu.

Referensi

Abas, I., Setiawan, A., Widyatuti, W., & Maryam, R. S. (2020). Senam Gerak Latih Otak (Glo) Mampu Meningkatkan Fungsi Kognitif Lanjut Usia. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 11(1), 70. https://doi.org/10.26751/jikk.v11i1.716

Husmiati, H. (2016). Demensia Pada Lanjut Usia Dan Intervensi Sosial. Sosio Informa, 2(3), 229--238. https://doi.org/10.33007/inf.v2i3.839

Muhayati, D. A. T. & S. (2018). Mengenal Lebih Dekat Tentang Lanjut Usia. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=FoCWDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=lansia+adalah&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=lansia adalah&f=false

Syadiyah, H. (2018). Keperawatan Lanjut Usia Teori dan Aplikasi. Sidoarjo: Indomedia Pustaka.

Widiakustanto, E. V. M. &. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan.

Wreksoatmodjo, B. R. (2016). Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta. Cdfk, 43(1), 7--12.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun