Kemudahan yang hadir berkat meningkatnya inklusifitas keuangan ataupun ketersediaan sarana perkonomian, tidak serta merta berpengaruh baik bagi perilaku pengelolaan keuangan yang mana menjadi indikator pada kualitas kehidupan dari segi ekonomi masyarakat setempat. Hal ini juga dikonfirmasi dengan fenomena yang terjadi di beberapa wilayah kota Semarang, dimana pada beberapa kecamatan mengalami penurunan laju pertumbuhan penduduk yang salah satu indikasinya disebabkan oleh berpindahnya penduduk dari daerah tersebut akibat kualitas kehidupan yang tidak terpenuhi.
Secara data BPS Kota Semarang menunjukan bahwa ketersediaan fasilitas ekonomi mengalami pertumbuhan dan cukup merata pada setiap kecamatannya. Namun, hanya kecamatan Mijen yang secara konsisten memiliki peningkatan laju pertumbuhan penduduk yaitu 9,5 % dihitung sejak tahun 2019 hingga 2021. Hal ini tentunya menjadi pembahasan menarik dalam mengkaji faktor-faktor apa saja diluar dari fasilitas keuangan yang mempengaruhi perilaku pengelolaan keuangan pada daerah dengan tingkat laju pertumbuhan penduduk tinggi.
Beberapa hasil riset terdahulu telah merespon pentingnya pembahasan yang terkait dengan perilaku pengelolaan keuangan diantarnya adalah pengetahuan, pengalaman, sikap dan internal locus of control. Diluar keempat faktor tersebut, seseorang memiliki pandangan atau sikap pada risiko keuangan yang berbeda-beda. Beberapa diantaranya mampu dan berani untuk menghadapi risiko dalam pengelolaan keuangan dan sebagian lainnya tidak mampu dan tidak berani untuk menghadapi risiko dalam pengelolaan keuangan.
Masyarakat yang terkatogeri berani mengambil risiko disebut memiliki toleransi pada risiko keuangan yaitu didominasi oleh masyarakat yang menjalankan bisnis secara pribadi atau memiliki pengalaman pada berbagai portofolio investasi. Sedangkan masyarakat yang terkatogeri tidak berani mengambil risiko disebut tidak memiliki toleransi atau intoleran pada risiko keuangan yaitu didominasi oleh masyarakat yang menjadi pegawai ataupun buruh. Oleh karena itu pandangan atau sikap pada risiko keuangan juga menjadi pertimbangan penting dalam mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pengelolaan keuangan.
Secara mendasar, perilaku seseorang dapat terbentuk dari sikap dan control beliefs yang bersumber dari pengalaman dan pembelajaran baik didapatkan diri sendiri ataupun orang lain. Kerangka TPB telah menjadi suatu teori yang lengkap dalam menggambarkan asumsi terciptanya suatu perilaku pada individu sebagaimana dijelaskan pada al Quran surat ar-ra’d ayat 11
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ
Ayat tersebut menerangkan bahwa perubahan dalam diri manusia harus dimulai dari manusia tersebut. Salah satu ahli tafsir Indonesia Dr. Quraish Shihab dalam “Tafsir al-Misbah” menjelaskan arti “perubahan” adalah dalam konteks sikap mental dan pikiran. Jika sikap mental dan pikiran seseorang berubah menjadi buruk, maka perilaku buruk akan terbentuk begitupun sebaliknya ketika sikap mental dan pikiran menjadi baik maka perilaku baik akan terbentuk.
Hasil penelitian terbaru yang dilakukan di Kota Semarang menunjukan bahwa sikap keuangan berpengaruh terhadap perilaku pengelolaan keuangan dan menjadi faktor dengan pengaruh terkuat. Maka meningkatkan sikap positif pada pentingnya tabungan, pencatatan keuangan, asuransi dan khususnya adalah sikap pada pentingnya perencanaan keuangan dapat berpengaruh pada terbentuknya perilaku pengelolaan keuangan yang lebih baik. Selanjutnya internal locus of control menjadi faktor kedua dengan pengaruh yang kuat terhadap perilaku pengelolaan keuangan.
Maka peningkatan keberanian dan kemandirian dalam menyelesaikan masalah keuangan, tidak melakukan pemborosan, memutuskan keputusan alokasi investasi dan khususnya kemandirian dalam perencanaan keuangan dapat berpengaruh pada terbentuknya perilaku pengelolaan keuangan yang lebih baik. Selanjutnya, pengetahuan keuangan berpengaruh positif terhadap perilaku pengelolaan keuangan.
Maka peningkatan edukasi tentang fasilitas keuangan diantaranya adalah tabungan, investasi dan pengelolaan kas dan khususnya pengetahuan tentang manfaat dari investasi dapat berpengaruh pada terbentuknya perilaku pengelolaan keuangan yang lebih baik. Bagi kelompok yang toleran pada risiko keuangan, faktor pengalaman tidak berpengaruh terhadap perilaku pengelolaan keuangan. Kelompok toleran pada risiko keuangan lebih mengutamakan faktor kemandirian locus of control dan pengetahuan keuangan sebagai determinasi yang kuat.
Sedangkan bagi kelompok yang intoleran pada risiko keuangan, pengalaman keuangan diakui sebagai faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pengelolaan keuangan. Maka semakin banyak pengalaman dalam pemanfaatan fasilitas keuangan seperti produk-produk perbankan, investasi secara khusus investasi pada pasar uang dan pada modal dapat mempengaruhi kualitas perilaku pengelolaan keuangan di kalangan masyarakat.
Faktor-faktor pada model penelitian tersebut diantanya sikap keuangan, internal locus of control, pengetahuan keuangan dan pengalaman keuangan sebagai stimulus dalam meningkatkan kualitas perilaku pengelolaan keuangan akan lebih relevan ketika kondisi masyarakat memiliki sikap intoleran pada risiko keuangan atau bersikap hati-hati dalam penetapak keputusan keuangan yang mengandung risiko.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H