Mohon tunggu...
Darmalasari
Darmalasari Mohon Tunggu... Guru - pribadi

Seorang Ibu dari sepasang putra putri yang cerdik dan penyejuk hati. Seorang manusia yang ingin menjadikan hidupnya lebih baik dari sebelumnya dan dapat berguna bagi orang banyak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bunga Rampai: Komitmen Melekat, Konsekuen Mendekat

29 November 2020   21:50 Diperbarui: 29 November 2020   21:52 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tahun pertama setelah lulus dari perguruan tinggi, penulis disibukkan dengan mencari pengalaman mengajar dengan membuka les privat mata pelajaran matematika dan fisika.

Namun, penulis juga tetap mencari pekerjaan dengan bertanya dan berusaha mengantarkan lamaran pekerjaan ke satuan-satuan pendidikan pada jenjang SMP dan SMA/SMK.

Hal ini penulis lakukan karena penulis merasa dengan pendidikan terakhir yang penulis dapatkan yakni sarjana pendidikan matematika, maka penulis harus mengajar di jenjang SMP atau SMA/SMK.

Dalam benak penulis pada saat itu adalah bagaimana mengajarkan matematika pada jenjang SMP dan SMA/SMK saja. Sedangkan untuk mengajar di jenjang SD masih jauh dari bayangan penulis karena merasa mengajar di SD itu sangat sulit dengan usia peserta didiknya masih dibawah 11 tahun, dimana menurut penulis usia tersebut masih sangat gemar bermain dan keinginan belajar yang tidak stabil.

Namun, kadarullah.... Allah menakdirkan penulis untuk mengajar pada jenjang SD. Penulis dipanggil oleh salah seorang kepala sekolah di SD dimana tempat penulis menimba ilmu pertama kali dalam pendidikan formal untuk mengisi kekosongan tenaga pengajar. Dari hari itu hingga sekarang penulis masih berada dalam satuan pendidikan yang sama setelah delapan tahun lamanya.

Dengan pengalaman yang minim dalam menghadapi peserta didik yang masih usia belia, penulis banyak disibukkan dengan bertanya dan berdiskusi dengan pengajar senior yang ada di satuan pendidikan tersebut. Segala hal yang belum penulis ketahui mengenai menghadapi peserta didik dengan berbagai karakternya menjadi topik setiap kali diskusi dengan pengajar senior berlangsung. 

Dari pengalaman pengajar terdahulu dan seiring berjalannya waktu serta kebersamaan yang intens dengan peserta didik, penulis mulai merasakan getaran halus dalam jiwa. Getaran yang hingga saat ini membuat penulis merasa bahwa "ya...hidupku disini,jiwaku bersama peserta didik disini".

Dua tahun pertama menjadi pengajar dengan sedikit banyak memahami karakter siswa, dilema lain mulai muncul. Setiap tahun penulis menghadapi peserta didik yang berbeda. 

Namun, entah mengapa terlintas dalam pikiran penulis bahwa "mengapa semakin kebawah, kualitas pengetahuan peserta didik semakin menurun? Apa yang menyebabkan hal ini terjadi?". Pertanyaan-pertanyaan itu mulai muncul begitu saja sehingga menggelitik penulis untuk menuangkannya dalam forum diskusi sekolah.

Dari persepsi dan tanggapan beberapa orang pengajar dan kepala sekolah, penulis mulai memahami sedikit penyebab dari menurunnya kualitas pengetahuan peserta didik setiap tahunnya. Salah satunya adalah terlalu banyak peserta didik dalam satu kelas sehingga penyampaian pembelajaran tidak merata. Hal ini terkendala dengan jumlah bangunan kelas yang tidak memadai untuk pemecahan rombongan belajar dalam satu tingkatan kelas. Sehinngga pembelajaran yang seharusnya menyesuaikan karakteristik peserta didik tidak dapat terpenuhi dengan maksimal.

Melalui persoalan tersebut, pihak satuan pendidikan menggagas suatu kegiatan bersama yang dilakukan internal warga sekolah untuk melakukan perbaikan diri dalam pembelajaran di kelas sehingga meskipun jumlah peserta didik yang banyak namun pembelajaran dapat diperoleh secara merata oleh peserta didik. Kegiatan tersebut berlangsung setelah pembelajaran usai. Kegiatan dilakukan maksimal 2 jam setiap pertemuannya. Tidak jarang pula pihak satuan pendidikan memfasilitasi pengajar dengan mendatangkan pengajar ahli untuk membimbing dan berbagi pengalaman dalam pengembangan kualitas mengajar dengan kondisi peserta didik yang banyak.

Kegiatan yang digagas oleh satuan pendidikan berlangsung selama tiga kali dalam seminggu. Namun, tidak menutup kemungkinan hanya dilakukan dua kali dalam seminggu melihat kondisi pengajar dan kebutuhan yang ingin ditingkatkan lagi. Dalam kegiatan tersebut, seluruh pengajar di satuan pendidikan penulis memperoleh kesan yang mendalam dengan segala kekurangan yang selama ini dialami oleh pengajar menjadi motivasi tersendiri bagi pengajar untuk terus mengembangkan cara mengajar yang benar dan baik sesuai dengan karakteristik siswa.

Dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia seperti yang tertuang dalam undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan harus didukung dengan peningkatan tenaga didik itu sendiri. Tenaga didik yang memiliki kualitas yang baik diharapkan dapat menghasilkan peserta didik yang berkualitas pula. Sekolah sebagai ujung tombak pendidikan dituntut untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil belajar.

Komitmen pengajar terhadap lembaga sekolah sebagai organisasi pada dasarnya merupakan satu kondisi yang dirasakan oleh guru yang dapat menimbulkan perilaku positif yang kuat terhadap organisasi kerja yang dimiliki dan berkaitan dengan identifikasi dan loyalitas pada organisasi dan tujuan-tujuannya. Komitmen terhadap pekerjaan merupakan perspektif yang multidimensional yang berupa pengembangan dari teori komitmen organisasi. Dalam pendekatan multidimensional, komitmen terhadap pekerjaan seperti halnya komitmen organisasi memberikan pemahaman yang kompleks mengenai keterikatan seseorang dengan pekerjaannya (Meyer et all, 1993 dalam Ningsih P. 2016)

Dalam menjalankan tugas sebagai seorang pendidik, penulis merasa bangga atas tugas yang dipercayakan kepada penulis untuk mempersiapkan generasi penerus yang berkualitas sehingga dapat bermanfaat bagi masa depan bangsa. Pendidik harus mengajar dan memberikan contoh dalam segala aspek. Baik sikap, tingkah laku, tangung jawab,disiplin, taat peraturan dan bagaimana harus bersikap.

Setiap pengajar dalam dunia pendidikan dituntut untuk memiliki integritas dalam mengemban tugas. Integritas tersebut berupa komitmen terhadap apa yang menjadi prioritas utama seorang pengajar dalam mendidik peserta didik sebagai generasi penerus bangsa yang akan menjadikan bangsa semakin maju dan merdeka. Ketika komitmen terhadap satuan pendidikan melekat dalam sanubari, maka kompetensi dan loyalitas pengajar akan menjadi lebih tinggi.

Dalam meningkatkan kompetensi, penulis sebagai pengajar atau pendidik mengacu pada UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen yang meliputi : Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, dan Kompetesi Profesional. Dari setiap kompetensi yang ingin dicapai maka sebaiknya pemahaman terhadap karakteristik peserta didik dalam kelas menjadi prioritas utama dalam meningkatkan keempat kompetensi yang ingin dicapai.

Setiap tingkah laku ataupun kegiatan yang penulis lakukan membuat penulis merasa bahwa jika integritas terhadap satuan pendidikan ingin tercapai, maka sebaiknya penulis harus konsisten dalam melaksanakannya. Dalam hal ini, penulis berusaha untuk terus melaksanakan apa yang sudah menjadi tuntutan dalam bertingkah laku dan bertindak sesuai dengan integritas diri sebagai seorang pendidik.

Namun pada kenyataanya terkadang dengan kondisi sosial, dan emosional penulis yang masih belum stabil membuat penulis merasa dalam pelaksanaannya penulis masih harus banyak belajar untuk mengontrol diri sehingga tingkah laku dan sikap yag seharusnya tidak terdeteksi atau muncul dihadapan peserta didik akan menjadi hilng sama sekali. Hal ini penulis terapkan dalam setiap aktivitas baik di satuan pendidikan maupun di lingkungan tempat tinggal penulis.

Sikap integritas harus dilakukan dengan konsistensi yang tinggi dan berkelanjutan. Jika tidak terdapat konsistensi dalam pelaksanaannya, maka inetgritas diri sebagai pendidik akan hilang bahkan menjadi sesuatu yang dapat dianggap sebagai topeng pendidik belaka. Pendidik yang berintegritas dapat meningkatkan kualitas peserta didik dengan tingkah laku dan contoh prilaku keseharian pendidik yang dapat dijadikan panutan bagi peserta didik itu sendiri. Sehingga peserta didik tidak merasa dibohongi dengan tingkah laku palsu yang penuh kepura-puraan belaka jika pendidik dalam kawasan sekolah atau satuan pendidikan.

Sebagai konsekuen dalam konsistensi berkomitmen untuk meningkatkan integritas sebagai pendidik, maka penulis berupaya melakukan apa yang seharusnya seorang pendidik lakukan dengan rasa ikhlas dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Sehingga menjadikan penulis sebagai manusia yang bersyukur dengan segala sesuatu yang terjadi dan menjadikan segala pengalaman sebagai guru terbaik dalam kehidupan selanjutnya.

Penulis mengutip sebuah kalimat yang diucapkan sosok inspiratif dalam hidup penulis yang pernah mengatakan bahwa "keberhasilan itu bukan sebuah kebetulan yang diawali dengan tiba-tiba. Namun, sesuatu yang direncanakan dengan aba-aba, lalu dilanjutkan dengan kerja cerdas bukan coba-coba." Karena setiap kegiatan disiapkan dengan komitmen, dilakukan dengan konsisten, dan dimantapkan dengan konsekuen.

Siak, 13 Oktober 2020

           

Glosarium :

  • Integritas : mutu, sifat atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran.
  • Komitmen: perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu; kontrak
  • Konsisten : tetap (tidak berubah-ubah)
  • Konsekuen : sesuai dengan apa yang telah dikatakan atau diperbuat; berwatak teguh, tidak menyimpang dari apa yang sudah diputuskan.

Daftar Pustaka :

Ningsih Prapti.(2016). Pengaruh Komitmen, Kompetensi, Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Guru Di Kecamatan Pasangkayu Kabupaten Mamuju Utara.e Jurnal Katalogis,4,127-137.

Permendikbud. (2003). Undang-Undang  Nomor  20    tentang    Sistem    Pendidikan    Nasional.Pusat   Data   dan   Informasi   Pendidikan.   Jakarta:   Balitbang, Depdiknas

Hoetomo. (2005). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Mitra Pelajar.

Undang-Undang   Nomor   14   Tahun   2005 tentang penjelasan     Undang-undang Guru dan Dosen

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun