Pandemi Covid-19 merupakan salah satu masalah terbesar yang terjadi hampir di seluruh negara, salah satunya Indonesia. Berbagai pihak mengalami dampak yang begitu besar, mulai dari  masyarakat hingga pemerintah terutama di bidang perekonomian.
Prosedur kesehatan yang baru, seperti social distancing, otomatis membatasi mobilitas kita dalam beraktivitas sehari-hari. Banyak lokasi yang ditutup aksesnya untuk mengurangi keramaian. Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara daring di rumah masing-masing, dimana biasanya dilakukan secara langsung atau tatap muka di sekolah atau universitas.
Gedung perkantoran terpaksa ditutup untuk beberapa waktu yang mengakibatkan para pedagang di sekitar daerah tersebut harus berhenti berjualan. Para pegawai yang bekerja di kantor juga banyak yang diliburkan, dipindahtugaskan, diberhentikan, dan berbagai opsi lainnya. Banyak perusahaan terpaksa tutup dan bangkrut meskipun beberapa dari mereka adalah perusahaan besar, tetapi tetap tidak dapat bertahan.
Pandemi Covid-19 di Indonesia
Seperti yang kita ketahui, hingga saat ini pandemi Covid-19 di Indonesia belum berakhir. Berdasarkan data terbaru hingga hari ini, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 4.174.216 kasus dan jumlah kematian sebanyak 139.415 kasus, dimana Indonesia menduduki peringkat 9 kematian kumulatif tertinggi di dunia.Â
Angka kesembuhan dan kematian Indonesia sama-sama tinggi sehingga menimbulkan pemikiran bahwa ada permasalahan. Normalnya, jika kesembuhan naik, maka kematian akan turun, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa masalah mengenai kematian nasional akibat pandemi Covid-19 masih menjadi tantangan yang belum terselesaikan.
Permasalahan ini kemungkinan disebabkan karena penguatan di fasilitas pelayanan kesehatan dan isolasi terpusat tidak seimbang dengan pemanfaatannya. Pasien Covid-19 tidak tertangani dengan cepat atau melakukan isolasi mandiri dalam keadaan yang tidak mendukung.
Kita ambil contoh kasus Covid-19 di Jawa Timur yang lebih tinggi daripada kasus di DKI Jakarta. Ada dua alasan utama yang menyebabkan kasus ini. Pertama, tingkat kepatuhan masyarakat terkait penerapan protokol kesehatan di Jawa Timur relatif rendah. Kedua, kebijakan kesehatan terkait cara penanganan wabah di Jawa Timur lemah.
Hal ini menunjukkan bahwa perilaku masyarakat terlalu sulit untuk diubah. Hal ini juga didukung dengan sikap pemerintah yang tidak tegas dan tidak persuasif. Jumlah masyarakat yang tidak mematuhi aturan penggunaan masker saat beraktivitas di luar ruangan di Jawa Timur mencapai 70%.
Hal ini secara tidak langsung menunjukkan rendahnya kesadaran risiko dan kegagalan dalam mengelola risiko. Kasus Covid-19 harus diantisipasi karena sudah terjadi di beberapa negara. Namun sayangnya, sebagian besar masyarakat Indonesia belum mengetahui tentang budaya risiko sehingga mereka tidak dapat mengatasi pandemi dengan baik.
Apa itu Budaya Risiko?
Berdasarkan buku Manajemen Risiko Pasar Modal (ISO 31000:2018) edisi 2 karangan Dr. Embun Prowanta, M.M., CSA., CRP., CFP., budaya risiko adalah istilah yang menggambarkan nilai-nilai, keyakinan, pengetahuan dan pemahaman tentang risiko secara bersama oleh sekelompok orang dengan memiliki tujuan yang sama. Budaya risiko mempengaruhi pengambilan keputusan manajemen dengan mempertimbangkan risiko yang akan ditanggung dan manfaat yang akan diperoleh.
Budaya risiko sangat penting untuk menciptakan dan menerapkan manajemen risiko dengan benar dan tepat. Mencapai budaya risiko yang baik dengan mendirikan sebuah arsitektur risiko yang tepat, strategi dan protokol dan lebih penting lagi karyawan memiliki tingkat kesadaran budaya risiko yang tinggi dan persepsi yang sama dalam mengimplementasikan manajemen risiko untuk mencapai tujuan.
Gambar di bawah ini adalah langkah-langkah yang harus dilaksanakan untuk membentuk budaya risiko (tahu - sadar - mampu - mau - perubahan pola pikir dan perilaku - budaya risiko)
Mengapa Budaya Risiko Penting dalam Menghadapi Pandemi Covid-19?
Pandemi Covid-19 adalah salah satu contoh risiko. Pandemi Covid-19 terjadi secara tidak terduga dan memberikan dampak yang negatif seperti kerugian perusahaan, ketidakstabilan ekonomi, bahkan kematian. Namun, masih memungkinkan untuk diatasi. Seperti yang kita ketahui, budaya risiko adalah salah satu solusi terbaik dalam mengelola risiko.
Budaya risiko mengembangkan kemampuan untuk mengidentifikasi risiko dan mengelolanya secara efektif dan efisien untuk menerapkan kegiatan pencegahan dan meningkatkan kemungkinan pencapaian tujuan yang ditetapkan. Budaya risiko akan membuat orang lebih sadar dengan risiko apa pun di balik tindakan mereka. Oleh karena itu, mereka akan terbiasa mempertimbangkan segala risiko saat melakukan sesuatu.
Masyarakat yang memiliki budaya risiko akan mengikuti peraturan pemerintah tentang pelaksanaan protokol kesehatan secara sukarela karena mereka menyadari bahwa dengan mengikuti protokol kesehatan tersebut, mereka akan aman dan pandemi Covid-19 dapat dikalahkan.
Orang dengan budaya risiko tidak akan terkejut ketika risiko berulang. Mereka tidak akan terkejut karena mereka selalu belajar dari risiko yang terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, mereka sudah memiliki rencana mitigasi untuk mengatasinya.
Pandemi Covid-19 sudah terjadi di beberapa negara sebelum terjadi di Indonesia. Mereka yang menerapkan budaya risiko akan mengamati situasi dan belajar dari kasus tersebut sehingga mereka telah menyiapkan rencana mitigasi untuk mengendalikan dampak yang akan terjadi.
Jadi, kita perlu memahami dan menerapkan budaya risiko, tidak hanya untuk mengatasi pandemi Covid-19, tetapi juga untuk aktivitas kita sehari-hari mulai sekarang dan ke depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H