Mohon tunggu...
Boby Hermawan Arifin
Boby Hermawan Arifin Mohon Tunggu... Ilmuwan - Mahasiswa Magister - Universitas Paramadina

Mahasiswa Magister - Universitas Paramadina

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Agenda Setting dalam Studi Kasus Jiwasraya

19 Januari 2020   18:36 Diperbarui: 19 Januari 2020   18:39 8496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dari @deswantidwin di twitter

1. Membongkar orang-orang penting dalam tubuh Jiwasraya yang mengambil keputusan high risk

Solusi ini memang cukup sistemik, namun demikian cara paling mudah untuk dilakukan pemerintah saat ini tanpa perlu bertele-tele adalah membongkar siapa orang yang mengambil keputusan high risk. Terlebih beredar informasi bahwa asset yang dimiliki oleh Jiwasraya di salurkan pada saham-saham gorengan yaitu saham dengan volatilitas harga yang tinggi, meski tidak didukung oleh fundamental maupun prospek bisnis yang bagus.

2. Meningkatkan peran lembaga antirasuah dan otoritas jasa keuangan yang independen

Lembaga antirasuah (KPK) memiliki peranan yang cukup penting dalam mengusut kasus korupsi. Sebagai contohnya, KPK pernah memetakan 10 orang yang berpengaruh dalam skandal Bank Century yang merupakan salah satu skandal korupsi yang cukup banyak menyita perhatian masyarakat Indonesia waktu itu hingga saat ini.

Diterbitkannya RUU KPK adalah salah satu bentuk pelemahan KPK dimana didalamnya adalah menetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Artinya KPK menjadi bagian lembaga eksekutif kekuasaan yang semula adalah lembaga independen yang tak akan diganggu kepentingannya sekalipun oleh lemga eksekutif.

3. Tak ada alasan apapun untuk melindungi koruptor sekalipun dia berada dalam tubuh pemerintah saat ini. 

Hukum di Indonesia yang cenderung tajam ke bawah dan tumpul ke atas membuat penegakkan hukum di Indonesia memiliki independensi yang lemah. Revisi UU KPK seharusnya memperkuat peranan lembaga tersebut bukan justru memperlemah dan membuat kewenangan menjadi terbatas oleh kepentingan lembaga tertentu terlebih jika koruptor itu sendiri ada didalam tubuh eksekutif atau menjadi rival lembaga eksekutif secara politik yang menjadikan hak KPK untuk mengusut tuntas kasus korupsi menjadi seolah-olah perpanjangan tangan bagi pemilik kekuasan dan menjadikan mereka super power dalam mengatur jalannya penegakan hukum di Indonesia.

Penegakkan hukum dalam kasus korupsi seharusnya tak memandang bulu siapa pelakunya sekalipun dia berada didalam tubuh pemerintahan atau bersembunyi dibalik pemerintah saat ini. Namun dengan pelemahan fungsi KPK yang seharusnya independen justru penegakan hukum dalam kasus korupsi menjadi seolah-olah tebang pilih dan mempersulit ruang gerak KPK dalam memberantas korupsi.

[Tambahan] Solusi bagi masyarakat yang terpapar teknologi komunikasi massa

ekonomi.okezone.com
ekonomi.okezone.com
Kemajuan teknologi dan informasi di era disrupsi memiliki peranan yang cukup besar dalam merubah pola audience dalam mencari informasi yang up to date. Berdasarkan data Nielsen media saat ini juga melakukan duplikasi konten antara konvensional media dengan media digital atau yang saat ini dikenal dengan istilah Hybrid Media (Media Hibrida). Dari data di atas dapat diperoleh nilai duplikasi sebesar 50% antara perpaduan TV dengan media digital, 62% duplikasi antara radio dan media digital, serta 72% duplikasi antara media print dan digital.

Trend hybrid media belakangan ini menjadi lebih massif lantaran tak semua kelompok masyarakat memiliki keterbatasan yang sama dalam mendapatkan informasi. Hal tersebut tentunya membuat Kita semakin lebih rentan terserang informasi yang merupakan buatan dari media-media yang memiliki kepentingan.  Satu-satunya cara untuk mengatasi paparan informasi yang semakin sulit untuk difilter adalah dengan membandingkan antara satu berita dengan yang lain dan memahami berita-berita itu sendiri bukan hanya menerimanya secara utuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun