Mohon tunggu...
Darin Salsabila S
Darin Salsabila S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 20107030079

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Kenalilah Depresimu! Jangan Membuatnya Bertambah Buruk karena Kamu Terus Larut Meratapinya

13 Maret 2021   11:13 Diperbarui: 13 Maret 2021   11:16 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepertinya depresi sudah menjadi hal umum yang sering kita dengar. Walaupun begitu, masalah ini tidak bisa dianggap remeh. Depresi menyerang mental seseorang yang akan membawa dampak buruk dalam kehidupannya. Dikutip dari situs alodokter.com, depresi adalah gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam dan rasa tidak peduli. Biasanya perasaan sedih yang sudah mencapai tingkat depresi ini berlangsung lebih dari 2 minggu.

Banyak hal-hal yang dapat menyebabkan seseorang mengalami depresi. Seperti adanya trauma yang menyakitkan, tekanan batin, konsumsi obat-obatan tertentu, kecanduan alkohol, bahkan putus cinta juga dapat menjadi pemicu hal tersebut.

Disinilah pentingnya seseorang mengenali penyebab dirinya mengalami depresi. Agar ia dapat mencoba menemukan solusi yang tepat dalam masalahnya ini. Banyak kasus orang depresi tidak tahu langkah apa yang harus diambil untuk mengatasi hal ini. Dan apa yang terjadi jika sudah demikian? Bukan tidak mungkin jika mereka akan memilih jalan yang salah sebagai pelarian atas rasa yang mereka miliki ini.

Disini saya akan memberi contoh orang yang mengalami depresi dengan berbagai macam penyebabnya.  

Yang pertama adalah remaja perempuan berusia 17 tahun. Awalnya dia ditinggalkan oleh kedua orang tuanya yang meninggal karena sakit. Keduanya meninggal di tahun yang sama, ibunya meninggal setelah satu bulan kematian ayahnya. Dari situ dia merasa tidak mempunyai kasih sayang orang tua lagi. Sebenarnya dia mempunyai seorang kakak laki-laki, tapi karena sudah menikah dan mempunyai tanggungan pekerjaan maka terkesan tidak punya waktu dan sibuk dengan pekerjaannya.

Selama satu tahun, hampir setiap hari dia menangis merasa kesepian meratapi kepergian orang tuanya. Sampai suatu hari ada temannya yang merasa kasihan kepadanya. Temannya menawarkan sebuah solusi instan agar dia tidak sedih lagi. Yap, obat penenang, tanpa resep dokter, tanpa takaran yang pasti, dan sudah pasti itulah narkoba.

Dengan obat itu dia merasa senang, tenang, dan pastinya bisa melupakan kesedihannya. Selama hampir 2 tahun dia mengonsumsi barang tersebut dengan dosis yang selalu bertambah. Dia mengatakan bahwa semakin bertambah dosisnya maka ia akan semakin senang.

Namun, lama-kelamaan dia merasa nyeri pada dadanya. Karena sudah terlalu sering mengalami hal itu, dia memutuskan untuk periksa ke dokter. Dokter mengatakan bahwa paru-parunya sudah tidak berfungsi normal, dia terkena Pneumonia Aspirasi.

Ternyata inilah akibat dari narkoba yang selama ini ia konsumsi. Narkoba tersebut membawa bakteri dan mengendap di paru-paru. Bahkan dia mengatakan bahwa beberapa kali mengalami batuk darah. Tapi sampai sekarang dia masih tidak mau berhenti untuk mengonsumsi barang tersebut dengan alasan itulah yang membuat dia senang. Alasan lainnya adalah dia mendengar dari teman-temannya bahwa jika berhenti mengonsumsi obat tersebut maka akan memperburuk keadannya.

Saat saya tanya tentang keluarganya, dia tidak pernah mengomunikasikan atau pun mencoba berbicara tentang keresahan dalam hidupnya. Dia merasa tidak punya pilihan lain selain bergantung pada obat penenangnya ini sekalipun ia juga sakit karenanya.

Yang kedua, saya pernah mendengar cerita dari seseorang. Dia bercerita bahwa sering tiba-tiba menangis entah karena apa. Dia tahu bahwa itu bentuk dari depresi tapi tidak tahu penyebab pastinya. Tidak mempunyai riwayat traumatis, tidak ada tekanan batin, bukan korban bullying atau korban patah hati yang gagal move on.

Saat dia bercerita lebih lanjut, ternyata hal yang membuat dia depresi adalah kecanduannya akan minuman keras. Bagaimana tidak, dia berkata bahwa sudah mengenal minuman ini dari SD dan bertambah parah saat dia memasuki bangku perkuliahan. Saat itu hampir setiap hari dia minum alkohol. Dikutip dari situs alodokter.com, mengonsumsi minuman keras secara berlebihan dapat menyebabkan atau memperberat depresi. Saat mengonsumsi miras ini, fungsi zat kimia otak yang mengatur mood akan terganggu, sehingga muncul gejala depresi.

Jadi minuman keras ternyata dapat menyebabkan seseorang menjadi depresi. Saat saya tanya apakah dia akan berhenti, dia dengan santainya menjawab tidak dengan alasan karena dia menyukai hal itu tanpa peduli efek depresi yang sering ia rasakan.

Yang ketiga, ini kisah tentang seorang laki-laki yang putus cinta. Dia menjalani hubungan hampir dua tahun. Sampai suatu hari pacarnya memutuskannya secara tiba-tiba. Dia hanya mengiyakan walaupun rasanya tidak terima. Pada akhirnya rasa ketidakberdayaan ini berubah menjadi rasa putus asa dan kesedihan yang berlarut. Dan ya berujung pada depresi. Tidak sampai disitu, bahkan beberapa kali dia mengaku melakukan cutting pada tangannya. Dia merasa tenang jika sedang melakukan hal tersebut. Sedikit penjelasan mengenai cutting, ini merupakan bentuk melukai diri sebagai pelampiasan atas rasa sakit yang ia rasakan.

Yang keempat, broken home memang sering kali menjadi penyebab kebanyakan anak mengalami depresi. Rasa traumatis atas berpisahnya kedua orang tua, melihat mereka bertengkar, dan meneriaki satu sama lain. Itu sungguh menimbulkan bayangan mengerikan bagi anak. Tidak ada tempat untuk dirinya berkeluh kesah menyampikan beban hidupnya yang akhirnya akan dia pendam sendiri sampai menjadi luka yang dalam.

Dalam hal ini, saya juga mempunyai teman yang sedang berjuang melewatinya. Orang tuanya bercerai sekitar 4 tahun lalu. Dari situ dia hidup sendiri di kos tapi kadang juga tinggal dengan neneknya. Dia merasa terpuruk, merasa sangat kesepian, kehilangan semangat hidup, menangis setiap malam, jam tidur tidak teratur, dan pola makan berantakan.

Diperparah lagi sejak dua tahun terakhir ini, dia menjalani toxic relationship. Sangat disayangkan orang yang ia yakini bisa menghilangkan rasa sedihnya malah memperburuk keadaannya. Dia menjadi tambah tertutup, tidak mempercayai siapapun, bahkan untuk bertemu orang lain pun sangat takut. Dia mengalami kecemasan sosial yang teramat buruk.

Sampai pada akhirnya sebulan terakhir depresi yang ia alami bertambah buruk. Setiap kali dia merasa sedih dan ketakutan, dia akan menangis dengan waktu yang lama dan itu sangat sesak. Dia merasakan sesak tidak seperti biasanya dan sangat menyiksa.

Dia memutuskan dalam waktu dekat ingin segera ke psikiater. Dia ingin hidup normal kembali dan melepas beban hidupnya. Saya kira ini adalah langkah awal yang bagus untuknya.

Gangguan mental ini memang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Seperti beberapa contoh di atas, orang yang mengalami depresi seperti tidak mempunyai pilihan lain dalam hidupnya. Tapi tentunya mereka memiliki kesempatan untuk hidup lebih baik lagi jika bisa melewatinya.

Beberapa yang dapat disimpulkan dari bertambah buruknya depresi seseorang adalah:

  • Berada di lingkungan yang negatif
  • Mempunyai pikiran bahwa tidak ada pilihan lain
  • Takut untuk membicarakan kepada orang lain
  • Takut untuk mempercayai orang lain
  • Takut untuk berpisah dengan zona nyamannya
  • Tidak mengenal fungsi psikiater
  • Tidak pernah bercerita untuk mengeluarkan sedikit kesedihan hidupnya
  • Tidak ada kepedulian dari keluarga

Tak dapat dipungkiri, seseorang yang sedang depresi memang memiliki emosional yang naik turun. Tekanan dari lingkungannya, ketakutan hidupnya, rasa traumatis terhadap kejadian di masa lalu yang bercampur menjadi satu membuat mereka tidak bisa berpikir jernih lagi. Tidak jarang ada yang memilih jalan instan untuk menyelesaikannya, seperti konsumsi narkoba. Bahkan melampiaskannya dengan menyiksa diri sendiri (self-harm), dianggap sebagai pilihan terbaiknya. Ada juga yang memilih pergaulan bebas sebagai solusinya.

Orang yang mengalami gangguan jiwa ini, memang harus dijaga dan dikeluarkan dari lingkungan negatifnya. Mencoba peduli tanpa harus menghakimi juga dibutuhkan dalam hal ini. Merangkul dan mendukung yang terbaik untuk mereka juga bisa dilakukan. Saya rasa mereka hanya butuh seseorang yang dapat mendengarkannya. Konsultasi ke psikiater juga cara aman jika mereka tidak percaya dengan orang di sekitarnya.

Satu kalimat yang saya dapat dari seseorang yang sedang melewati depresinya, "kita masih diberi hidup, masih diberi kesempatan untuk bernapas karena akan ada jalan baik jika bisa bangkit dan bertahan."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun