Inikah yang dimaksud LDR tidak akan pernah berhasil?
Saya pernah membaca cuitan seseorang di Twitter , "LDR, 85% gagal dan 15% sisanya tidak berhasil."
Hubungan jarak jauh atau inggrisnya Long Distance Relationship (LDR) adalah hubungan dua sejoli yang terpisah oleh jarak.
Sejujurnya saya sendiri belum pernah membuktikan hal ini. Tapi dari pengalaman teman-teman saya. Saya rasa LDR memang sulit dan berisiko tinggi. Termasuk risiko di-ghosting dan diselingkuhi.
Kemaren saya dapat cerita dari kakak kelas waktu sekolah. Dia bercerita tentang masalah percintaannya.
Dia menjalin hubungan dengan seorang perempuan sejak 6 tahun lalu, kira-kira saat masih sekolah. Awalnya mereka berkenalan lewat media sosial yaitu Facebook. Dari situ mereka saling chat dan beberapa kali jalan bareng. Karena sama-sama nyaman dan merasa cocok, mereka memutuskan untuk berpacaran.  Mereka sering hangout dan melakukan hal-hal  selayaknya orang pacaran.
Sebenarnya, dari awal mereka sudah LDR. Mereka beda sekolah juga beda daerah tempat tinggal. Ketika si perempuan ini melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, kakak kelas saya lebih memilih untuk bekerja, kakak kelas saya memutuskan untuk bekerja di daerah yang sama dengan pacarnya berkuliah. Katanya, ini sebagian pengorbanan yang dilakukannya untuk bisa menjaga hubungan mereka. Sering kali kakak kelas saya juga mengantar jemput pacarnya untuk kuliah.
Dia mengatakan bahwa harapannya dengan hubungan ini sangat besar. Dia merasa sangat cocok dan nyaman dengan pacarnya. Mereka juga sudah saling mengenal orang tua masing-masing. Bahkan dia sudah mempunyai rencana untuk membawa hubungan mereka lebih serius.
Kakak kelas saya ini percaya bahwa mereka sudah saling mengerti satu sama lain. Mereka sudah saling berkomitmen akan kesibukannya masing-masing. Jadi walaupun yang satu bekerja dan yang satu kuliah, mereka tetap bisa meluangkan waktu untuk bertemu.
Oh iya, si perempuan ini kuliah di kedokteran. Tahu kan bagaimana sibuknya anak kedokteran dengan segala materi dan praktikumnya. Tapi menurut kakak kelas saya itu bukan penghalang karena sudah terbukti selama ini hubungannya tetap lancar.
Awal tahun kemaren, pacar kakak kelas saya ini sudah menyelesaikan kuliahnya dan sudah wisuda. Tapi tidak sampai disitu, dia harus melanjutkan pendidikan profesi dokternya atau sering disebut koas. Seperti yang sering kita dengar, kuliah kedokteran memang harus melewati tahap panjang dan berat. Salah satunya adalah koas ini.
Apa itu koas?
Koas atau coass atau co-assistent adalah tahapan pendidikan kedokteran yang dijalankan langsung di rumah sakit. Mereka akan ditempatkan di rumah sakit tertentu untuk belajar langsung menjadi dokter. Tahap ini akan ditempuh selama 1,5 sampai 2 tahun.
Kembali ke topik.
Pacar kakak kelas saya ini ternyata ditempatkan di luar kota dan itu jauh. Sebenarnya ini tidak menjadi suatu masalah besar bagi mereka karena mereka juga pernah LDR. Â
Seminggu ber-LDR, hubungan mereka masih lancar-lancar saja. Sebulan berselang, si perempuan ini mulai tidak bisa dihubungi. Kakak kelas saya masih bisa berpikir positif mungkin karena sedang sibuk-sibuknya koas.
Tapi kemudian si perempuan ini sudah benar-benar tidak bisa dihubungi. Kakak kelas saya mulai curiga bahwa nomornya sudah diblokir. Untuk mengetahui kebenarannya, dia mengganti nomornya dan mencoba menghubungi pacarnya. Dan yaa setelah dihubungi, nomor tersebut juga ikut-ikutan diblokir. Bahkan saking frustasinya dia mengganti nomornya sampai enam tujuh kali. Mirisnya, semua itu hanya berujung pada pemblokiran. Bukankah seperti ini yang dinamakan 'di-ghosting'?
Mereka lost-contact hampir dua bulan sampai pada akhirnya kakak kelas saya menerima pesan dari pacarnya. Pesan itu sangat singkat berupa pernyataan pemutusan hubungan. Belum sempat dibalas, nomor itu sudah diblokir lagi.
Disitu kakak kelas saya merasa sangat sedih, hancur, dan putus asa, mungkin inilah yang disebut patah hati. Rasa itu kemudian berubah menjadi rasa marah, benci, dan emosi yang tak terluapkan.
Bahkan saat bercerita pun, dia tidak lupa untuk mengeluarkan banyak kata umpatan untuk mantannya. Yang awalnya dia bercerita dengan raut wajah sedih dan putus asa menjadi raut yang penuh emosi dan kebencian.
Dia tidak habis pikir dengan hal yang dilakukan oleh mantannya itu. Tanpa penjelasan dan alasan yang jelas tiba-tiba tidak bisa dihubungi dan memutuskan hubungan begitu saja. Dia berpikir bahwa setidaknya bisa ada sedikit penjelasan atau mungkin dirundingkan bersama jika ada masalah. Mungkin dengan itu dia bisa sedikit menerima jika harus menyudahi hubungan ini, tapi yang dilakukan oleh mantannya malah menghilang dan memutuskan hubungan secara sepihak.
Dia juga bertanya-tanya hubungan enam tahun yang mereka jalani itu dianggap apa. Apakah hanya sebuah angin lalu? Disini dia merasa sangat terkhianati sampai muncullah spekulasi bahwa mantanya selingkuh dan sudah mendapat pacar baru. Yang sangat disayangkan adalah kakak kelas saya ini sampai berpikir bahwa mantannya ini bermain lebih jauh dengan laki-laki lain disana. Sepertinya patah hati membuat pikirannya tidak jernih.
Saat saya memberi tanggapan jika mungkin dia sangat sibuk dan tidak bisa membagi waktunya antara koas dan pacarnya. Dia malah beranggapan bahwa itu tidak mungkin karena selama kuliah kemaren mereka bisa melewati bersama. Saat saya menggodanya dengan kata "mungkin memang benar yang setia kalah sama yang selalu ada". Dia juga menyangkal hal itu, dia berpikir bahwa tidak mungkin semudah itu melupakan hubungan yang sudah dijalani selama enam tahun lamanya.
Setiap hubungan pasti mempunyai tantangan dan prosesnya masing-masing. Banyak yang berpikir hubungan jarak jauh tidak akan pernah berhasil. Tapi banyak juga yang sudah terbukti bisa menjalaninya. Semua kembali lagi ke komitmen masing-masing pasangan. Apapun itu, pasti akan ada sisi positif dan negatifnya, tergantung kita menyikapinya.
Semangat para pejuang LDR! Jangan sampai jadi korban ghosting.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H