Jam menunjukkan pukul 06:45 ketika pesawat FinnAir mendarat di Bandara Udara Vantaa. Suhu udara diluar berkisar 16 derajat celcius pada pagi itu. Meskipun bukan pertama kali menginjakkan kaki ke belahan bumi ini, tetap saja cukup dingin untuk kulit Indonesia saya.
Tujuan akhir saya adalah Vaasa, sebuah kota yang terletak lebih utara dari Helsinki, di pesisir pantai barat Finland. Oleh sebab penerbangan saya nanti pada pukul 14:10 siangnya, jadilah saya keluyuran ke Helsinki. Euro 5.50 harga tiket kereta api dari Vantaa Airport ke Helsinki.
Setiap kali ke Helsinki, selalu saja saya ke area pelabuhan. Entah karena saya dilahirkan di sebuah desa pada sebuah rumah yang berada di laut, yang membuat saya selalu ingin melihat laut. Nah, jika datang ke Helsinki pada musim panas seperti ini, area pelabuhan selalu ramai dengan para penjual makanan dan souvenir khas Finland. Di tempat inilah kemudian saya bertemu dengan seorang yang memberikan saya informasi yang menarik tentang Wakatobi.
**********************
Namanya Anjelique, tetapi kemudian memperkenalkan diri sebagai Ayumi. Ada seorang gadis belia yang montok menemaninya siang itu. Ida namanya. Saya terkejut ketika disapa dengan bahasa Indonesia yang lumayan fasih. “Silahkan Cerry-nya, itu manis sekali. Murah, cuma Euro 6,- saja. Buat kamu, Euro 5,- saja.” Saya ternganga, sambil mengenyampingkan kamera saya. Kok bisa ada orang bisa berbahasa Indonesia seperti ini di belahan bumi utara yang jauh.
Catatan Ayumi tentang Wakatobi
1. Banyak sekali sampah: Hal ini saya pikir ada benarnya. Padahal ini butuh disiplin sedikit saja. Peran serta masyarakat dan stimulus dari pemerintah mesti digalakkan.
2. Resort Murah tidak ada: Menurut Ayumi, sebahagian besar resort murah di Hoga ketika dia berkunjung, dalam kondisi tutup. Jadinya, Ayumi merasa seperti orang terlantar. Makan susah, air tidak ada.
3. Infrastruktur pariwisata sangat minim: Hal ini saya pikir banyak benarnya.
4. Pengelola Objek Wisata terkesan terlalu komersil: Ini saya pikir perlu pelatihan-pelatihan tentang hospitality handling. Perlu belajar lagi kayaknya.
5. Tour Guide yang ada tidak profesional: Ini Ayumi jelaskan sambil memberikan intonasi seolah-olah dia ditipu. Sebab dealnya pengen ke Pasi Kaledupa, malah dibawa ke Kampung Bajo saja. Ini saya pikir masukan yang perlu ditindaklanjuti secara serius.
********************
Itulah catatan Ayumi tentang Wakatobi. Sambil berkereta balik menuju Vantaa, saya kemudian merenung: "Jauh juga saya mendapat masukan tentang kampung saya." Tapi saya pikir ini masukan langsung dari customer. Nah, bagi para praktisi dunia bisnis, hal semacam ini sangatlah bermanfaat. Jika kemudian masukkan di atas ditanggapi secara serius, saya pikir banyak peluang yang bisa dikembangkan.
Vaasa - Pantai Barat Finland, Minggu Sore 26 Juni 2016 (Matahari Masih Terang Sekali.)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H