Sebagai salah satu program akselerasi energi baru dan terbarukan, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terus digenjot untuk mendongkrak kenaikan angka bauran energi baru terbarukan (EBT). Pada 2045 mendatang, Indonesia diharapkan sudah menjadi negara industri yang berbasis pada nilai tambah. Untuk mengejar hal tersebut diperlukan sumberdaya yang tidak kecil. Di sisi lain, Indonesia juga diharapkan dapat mengurangi penggunaan energi fosil yang tidak dapat diperbaharui.
PLTS yang merupakan salah satu jenis pembangkit EBT, memiliki total potensi terbesar yaitu 207,8 GW, dimana pemanfaatannya saat ini mencapai 0,15 GWp. Untuk memenuhi target porsi EBT, Pemerintah mengupayakan program pengembangan PLTS, salah satunya melalui pendekatan pengembangan PLTS Atap secara masif.
Pemerintah Jawa Tengah berkomitmen untuk merealisasikan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 21,32% pada 2025, sebagai provinsi tenaga surya pertama di Indonesia. Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) menjadi salah satu alternatif yang bisa menghasilkan listrik namun tetap ramah lingkungan
Dosen Magister Energi Universitas Diponegoro, Dr. Ir. Jaka Windarta, MT, secara terpisah, mengungkapkan, menghadirkan EBT yang ramah lingkungan merupakan keniscyaan yang harus dilakukan oleh pemerintah, Dikatakan, kondisi geografis Indonesia yang berada pada garis khatulistiwa menyebabkan kondisi cuaca yang cukup terik pada siang hari. Dengan menggunakan sel surya, sinar matahari dapat dijadikan sumber energi terbarukan yang hemat energi dan ramah lingkungan.
"Kita negeri sangat kaya sinar matahari. Namun, ironisnya masih sangat minim dimanfaatkan. Potensinya luar biasa besar, namun masih belum digali dan dikembangkan secara massif dan maksimal. Ini pekerjaan rumah dan tantangan bagi pemerintah," ungkap Ketua Program Studi Magister Energi Universitas Diponegoro Semarang itu.
Jaka Windarta menjelaskan, sebagai salah satu ikhtiar dan dukungan perguruan tinggi untuk membantu pemerintah dalam memanfaatkan potensi EBT yang ramah lingkungan, Magister Energi Undip belum lama ini membangun PLTS di Bank BPR BKK Mandiraja Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara. Proyek yang didukung Kemenristek Dikti itu, menyasar kantor dengan memilih Bank BPR BKK Mandiraja Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara sebagai pilot project.
Sebelum melakukan penerapan PLTS di Bank BPR BKK Mandiraja Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara, menurut Jaka, tim lebih dulu melakukan survey beban listrik yang berpengaruh kepada pemilihan jenis spesifikasi peralatan PLTS. Setelah itu, dilakukan instalasi PLTS serta sosialisasi perancangan dan perawatan, sehingga pegawai bank mengerti bagaimana cara merawat PLTS agar dapat bertahan lama. Terakhir, dilakukan monitoring dan evaluasi peralatan untuk menunjang efisiensi kerja dari PLTS.
PLTS yang diterapkan, menggunakan konfigurasi on grid, kapasitas pembangkitan setara 1200 Wp, dan dilengkapi inverter berkapasitas 1500 Watt. Menurut Jaka, pembuatan PLTS di Bank BPR dilakukan untuk memutus permasalahan klasik yang sering dialami.
Dengan daya sebesar 1300 VA, pihak BPR BKK Mandiraja Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara harus membayar sebesar Rp 1.467 /Kwh. Bagi kantor yang berada didaerah pegunungan, pada umumnya terjadi kesulitan tersendiri dalam pengelolaan anggaran, dikarenakan pasokan listrik yang sangat sulit dijangkau dikarenakan medan yang sangat sulit untuk menjangkau ke lokasi pengabdian.
Sistem PLTS atap yang digunakan ialah on grid, artinya daya listrik dimanfaatkan langsung saat siang untuk kegiatan operasional, dan saat malam hari tetap memakai suplai dari PLN. Bila ada kelebihan tenaga pada siang, listrik itu dapat dijual ke PLN.
"Nanti setiap bulan ada rekapnya dari PLN, berapa listrik yang kami pakai, berapa yang kami jual. Penghematannya mencapai 15%, makanya ini kami dorong untuk bangunan-bangunan lain memakai PLTS atap," ujarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H