Mohon tunggu...
Emil Elestianto Dardak
Emil Elestianto Dardak Mohon Tunggu... profesional -

Praktisi dan akademisi di bidang ekonomi pembangunan, utamanya perencanaan wilayah dan infrastruktur. Lulusan program Doktoral dari Ritsumeikan Asia Pacific University Japan. Menekuni hobi sebagai pianis, pencipta lagu dan penyanyi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengupas Visi Misi Jokowi sebagai Calon Presiden

15 Mei 2014   16:59 Diperbarui: 15 November 2018   15:10 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Visi misi Jokowi membawa angin segar karena akhirnya untuk pertama kalinya, pada tanggal 13 Mei 2014 di Rapimnas LDII, Jokowi menyampaikan visi-misi secara elaboratif mencakup bidang pendidikan, pertanian, kelautan, energi, infrastruktur dan administrasi birokrasi. Tulisan ini mencoba mengupas beberapa dari visi-misi tersebut.

Dalam segala hal diatas, terdapat beberapa usulan Jokowi terkait infrastruktur dan pembangunan sarana prasarana yaitu: 

1) dalam hal pertanian, Jokowi mengatakan “pernah tidak mendengar kita bangun waduk dan bendungan baru?” dan mengusulkan perlunya dibangun bendungan dan sistem irigasinya, 

2) perlu dibangunnya terminal agro di setiap kabupaten, 

3) dalam hal energi, Jokowi mengusulkan konversi pembangkit listrik BBM menjadi batubara atau gas, 

4) dalam hal transportasi, Jokowi mengusulkan pengembangan tol laut dimana kapal-kapal berukuran besar yang utamanya menghubungkan Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Makassar dan Sorong, sehingga ongkos logistik bisa ditekan serendah mungkin untuk transportasi antar pulau; 

5) kerjasama dengan investor swasta untuk pengembangan bandara terutama jika APBN tidak sanggup dimana biaya pengembangan dan pelayanan dibebankan kepada masyarakat atau pengguna; 

6) penambahan jalur kereta di Jawa dan membangun jalur kereta di kawasan tambang Sumatra dan Kalimantan, supaya tidak merusak jalan raya milik negara.

Terkait visi-misi di bidang pertanian, pada kenyataannya telah dan sedang dibangun bendungan-bendungan seperti bendungan Karian, bendungan Jatigede, bendungan Jatibarang, dan bendungan Tugu. Namun demikian Jokowi menargetkan 70 waduk per tahun, sehingga mungkin yang diharapkan adalah peningkatan pembangunan hingga jumlah tersebut. 

Biaya bendungan tentunya relatif mahal, semisal bendungan Jatigede yang mengairi 90.000 hektar sawah adalah sebesar Rp2 triliun. Waduk Ciawi yang sedang ramai dibahas untuk membantu penanganan banjir diestimasi senilai Rp1,9 triliun dan memerlukan lahan lebih dari 100 hektar. Namun demikian, negara telah pula membangun waduk-waduk skala kecil seperti waduk Nipah di Madura dengan biaya Rp100 milyar. 

Sehingga apabila visi-misi didasari pandangan bahwa banyak waduk yang belum dibangun, tentunya perlu dipertimbangkan realita terkait pembangunan bendungan dan waduk yang ada, serta anggaran yang dibutuhkan jika ingin membangun hingga 70 waduk per tahun. 

Dalam hal terminal agro, telah dikembangkan pula konsep agropolitan dimana desa pusat pertumbuhan diberikan bantuan infrastruktur berupa jalan poros desa agropolitan serta sarana produksi dan pengolahan pertanian atau peternakan di desa pusat pertumbuhan dan kawasan hinterland atau desa-desa pusat produksi.

Terkait visi-misi di bidang energi, arah kebijakan sudah tidak lagi terbatas pada konversi ke gas dan batubara. Pada kenyataannya banyak pembangkit listrik gas seperti Grati, Gresik, Tambak Lorok, Muara Tawar, namun diantaranya banyak yang kesulitan memperoleh gas, karena yang diperlukan justeru pipanisasi atau infrastruktur pendukung transmisi gas tersebut. 

Untuk batubara, telah dibangun banyak pembangkit, tetapi yang menjadi kendala adalah dampak lingkungan serta ketersediaan tanah terutama di Jawa. Untuk luar daerah, pembangkit batubara adalah baseload dimana dia tidak bisa mengatasi arus puncak atau peak load saat waktu malam, sehingga tetap saja pembangkit BBM akan dibutuhkan untuk waktu tersebut. 

Bank Dunia telah mendanai proyek PLTU Upper Cisokan berkapasitas 1000MW untuk memindahkan daya batubara dari siang hari ke malam hari dengan memompa air saat listrik berlebih di pagi dan siang hari, dan air dialirkan ke turbin pada malam hari saat beban puncak.

Terkait visi-misi dibidang transportasi, pengembangan tol laut memang sangat menarik, namun yang menjadi tantangan juga infrastruktur pendukung ke pelabuhan seperti akses jalan dari pusat produksi dan distribusi ke pelabuhan. Semisal, pelabuhan Bitung perlu didukung jalan tol Manado-Bitung, begitu pula dengan jalan tol Pekanbaru-Dumai. 

Konsep Pendulum Nusantara juga mendorong adanya shuttle serviceuntuk meningkatkan efisiensi transportasi laut melalui skala dan frekuensi yang memadai. Di Papua, harga semen bisa mahal jika dipaksakan diangkut ke lokasi pedalaman karena walaupun sudah tiba di pelabuhan besar, tetap harus melalui jalur logistik lanjutan yang berat.

Untuk bandara, saat ini bandara utama dikuasai Angkasa Pura, sehingga swasta tidak bisa masuk ke bandara yang justeru terkendala overcapacity. Namun swasta sudah bekerjasama dengan Angkasa Pura dengan polabusiness-to-business. Berkaca dari pengalaman dengan monorail, mengundang swasta tidak bisa hanya dengan memberikan pintu masuk, tetapi perlu didukung kontrak kerjasama yang memadai dan bankable

Alokasi risiko akan menimbulkan kewajiban kontinjensi kepada pemerintah yang perlu melibatkan identifikasi dan mitigasi risiko kontrak yang memadai. Saat ini telah dibentuk PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) dibawah Kementerian Keuangan, untuk mengevaluasi kesiapan proyek KPS dan lembaga pemerintah penanggung jawab proyek terkait dalam memasuki kontrak kerjasama.

Untuk kereta api, benar adanya diperlukan jalur kereta, namun mengingat dibutuhkan investasi swasta juga, maka aspek terkait kendala kerjasama pemerintah swasta perlu diperhatikan. Saat ini sudah banyak proyek yang diusulkan sepihak oleh swasta justeru belum terealisasikan seperti kereta Kalimantan Timur yang melibatkan konsorsium MEC, ada juga Russian Railways, dan kereta di Sumatra Selatan.

Visi-misi yang disampaikan Jokowi memang menyentuh isu-isu utama, namun diharapkan dapat selanjutnya dikaitkan dengan the real underlying bottleneck sehingga masyarakat dapat memahami apa strategi beliau untuk debottlenecking atau mengatasi permasalahan fundamental yang sebenarnya dihadapi. 

Sebagaimana sering beliau sampaikan, permasalahannya bukan di program, tetapi di strategi implementasi. Strategi untuk mewujudkan visi-misi tersebut perlu kita pahami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun