Mohon tunggu...
Emil Elestianto Dardak
Emil Elestianto Dardak Mohon Tunggu... profesional -

Praktisi dan akademisi di bidang ekonomi pembangunan, utamanya perencanaan wilayah dan infrastruktur. Lulusan program Doktoral dari Ritsumeikan Asia Pacific University Japan. Menekuni hobi sebagai pianis, pencipta lagu dan penyanyi.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Menuju Megapolitan Jabodetabek yang Polisentris

26 Agustus 2014   22:04 Diperbarui: 7 November 2018   02:12 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kapasitas Margonda semakin terbatas untuk tumbuh, dan jika mencapai stagnasi, maka perwujudan CBD yang akan mendukung megapolitan polycentric akan sulit tercapai.

Depok sebenarnya berpotensi mengembangkan CBD yang berwawasan green dan menjadi pusat jasa dan perdagangan, bahkan ekonomi kreatif. Dengan adanya jalur kereta, maka seharusnya CBD dikembangkan di sekitar stasiun Depok Baru dan Depok Lama. Namun yang ada saat ini, kegiatan komersial berhenti hingga ke batas jalur rel, karena yang diutamakan adalah aksesibilitas ke Margonda. 

Dari rel kereta menuju ke arah barat kota Depok, kawasan perumahan berkembang dengan kurang tertata. Seandainya kawasan ini ditata ulang, maka stasiun akan menjadi pusat CBD, dan dengan adanya Situ (danau) Rawa Besar di dekat stasiun tersebut, maka kawasan tersebut bisa menjadi pusat komersial yang berwawasan lingkungan. 

Kegiatan komersial ditata dengan intensitas tidak terlalu tinggi, dengan menjaga garis sepadan dari bibir Situ, dan CBD ini dapat menjadi ikon Eco-District yang akan menarik bagi para profesional yang mencari suasana kerja yang kondusif terutama di sektor industri ekonomi kreatif. 

Bagi Depok yang memang tidak bisa berorientasi industri karena letaknya di kawasan resapan air, konsep ini berpotensi memberikan daya saing dalam menarik kantor-kantor berorientasi jasa, serta menjadi eco-tourism dengan konsep outdoor mall yang belum signifikan keberadaannya di Jabodetabek. 

Tentunya akan ada kekhawatiran membuka aktivitas komersial disekitar Situ malah akan menimbulkan degradasi, namun dengan menjaga garis sepadan dan membolehkan low intensity development dengan konsep Central Park, maka dapat dijaga daya dukung lingkungan setempat.

Pada akhirnya, diperlukan suatu political will yang kuat, serta kemampuan penataan kota dan hubungan dengan dunia komersial yang baik untuk dapat mewujudkan pengembangan CBD baru. Di Penang, Khazanah, perusahaan investasi milik negara Malaysia, membentuk Think City yang diarahkan kepada melakukan urban renewal untuk merombak kota agar dapat mewujudkan desain yang lebih humanis dan produktif. 

Sesuai amanat UU penataan ruang, perlu disiapkan Rencana Detail Tata Ruang untuk kota. Bahkan township development seperti BSD dengan luas 60 km persegi, dan Lippo Karawaci dengan luas 30 km persegi, memiliki masterplan yang menjadi visi bagi pengembangan kota kedepannya. 

Hong Kong pun menata kota di level makro, meso hingga mikro, dimana di level mikro, hingga ke fasad dan interaksi pejalan kaki di trotoar turut direncanakan. Bukan tidak mungkin, Indonesia kedepannya akan memiliki kreativitas yang lebih baik dalam mewujudkan CBD alternatif di kota-kota satelit, salah satunya dalam mewujudkan Eco-District di Depok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun