Dulu, jika ingin mengetahui informasi tentang seseorang, kita membutuhkan beberapa usaha seperti menghubungi temannya teman, menunggu berjam-jam di tempat kerjanya, atau bahkan hingga menyewa detektif swasta.Â
Berbeda dengan saat ini, dengan mengetik nama seseorang di mesin pencarian maka internet akan memberikan banyak sekali informasi terkait orang tersebut mulai dari tanggal lahir, alamat, nomor telepon, hobi, almamater, tempat kerja, tempat-tempat yang biasa dikunjunginya, pasangannya, keluarganya, dan informasi-informasi lainnya baik yang relevan maupun tidak berhubungan sama sekali.
Tidak hanya dengan mengetik nama, kecanggihan teknologi saat ini juga memungkinkan kita mencari suatu informasi berdasarkan gambar. Tinggal unggah atau upload gambar atau foto seseorang misalnya, maka mesin pencarian juga akan membanjiri kita dengan informasi baik yang kita butuhkan ataupun tidak dibutuhkan.
Fenomena bertebarannya selebgram, influencer, dan vlogger tidak dapat dipungkiri menyumbangkan manfaat dengan menyediakan informasi, seperti vlogger yang membagikan pengalamannya berlibur dan mengulas hotel, restoran, dan objek wisata yang didatanginya memberikan kita pengetahuan yang dapat digunakan dalam menyusun rencana liburan selanjutnya agar lebih menarik, efektif, dan budget friendly.Â
Akan tetapi, perkembangan media sosial dan juga aktivitas berbagi secara online ini juga menjadi ancaman pelanggaran privasi.
Privasi didefinisikan sebagai "kontrol selektif atas transaksi antara diri sendiri (atau kelompok) dan orang lain, yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan otonomi dan/atau untuk meminimalkan kerentanan (vulnerability)".Â
Orang membutuhkan kendali atas transaksi mereka dengan orang lain (pada tingkat yang berbeda-beda) untuk memperoleh well-being yang diasosiasikan dengan keintiman dan kebutuhan emosi.Â
Selain itu, privasi diperlukan untuk perlindungan kebebasan berbicara, kebebasan berkelompok, dan kebebasan dari ketidaksetaraan dan dominasi.
Privasi tidak hanya kebutuhan individu sebagai individu namun juga individu sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu profesional mendefinisikan privasi dalam hal tingkat keterlibatan dengan orang lain, yaitu: solitude, intimacy, anonimitas, dan reserve.
Sederhananya, solitude adalah hak berdiri sendiri adalah, sementara intimacy mengacu pada kesempatan untuk berkumpul dengan kelompok kecil untuk mencapai kedekatan dengan orang yang dicintai, teman, dan rekan kerja.Â
Anonimitas dapat diartikan dalam dua cara: kebutuhan untuk dapat muncul di depan umum di mana seseorang dapat diamati oleh orang lain tetapi tidak dikenali (seseorang berhak untuk beraktivitas di ruang publik tanpa harus merasa khawatir informasi, gambar, dan videonya diambil dan/atau disalahgunakan), atau anonimitas dapat melakukan sesuatu secara terbuka tetapi tidak dapat diidentifikasi (misalnya penulis anonim yang menerbitkan artikel di media publik).Â
Reserve mengacu pada melindungi diri dari gangguan yang tidak diinginkan dengan membatasi informasi pribadi dalam hal berapa banyak informasi yang ingin ditahan atau disembunyikan dan berapa banyak informasi yang bersedia untuk diungkapkan.
Privasi tidak hanya hak asasi yang dilindungi secara hukum, namun lebih mendasar dari itu, privasi adalah kebutuhan psikologis setiap individu.Â
Solitude misalnya, adalah bentuk kebutuhan individu untuk memiliki waktu sendirian yang dapat digunakan untuk berpikir kritis, berpikir kreatif, melakukan refleksi dan kontemplasi diri, dan aktivitas personal lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi perkembangan individu baik secara kognitif, emosional, spiritual, atau profesional.
Kemudian, anonimitas adalah kebutuhan untuk bereksplorasi tanpa judgement dan gangguan. Bayangkan jika kamu sedang bersantai di cafe menikmati kopi yang nikmat, lalu tiba-tiba seseorang yang mengenalimu dari karya atau pekerjaanmu mengganggu waktu sendirimu?Â
Atau, bayangkan kamu sedang berkumpul dengan teman-temanmu di sebuah restoran, lalu orang di meja sebelahnya sedang merekam video vlog dan gambar dirimu muncul di latar belakang videonya.Â
Kemudian, seseorang yang menonton video vlog itu tertarik dan ingin berkenalan denganmu, sehingga dia mencari informasimu dan menghubungimu, padahal kamu tidak nyaman berkomunikasi dengan orang asing.
Kesadaran akan kebutuhan privasi ini bukanlah untuk membatasimu dalam berekspresi dan berkarya, namun sebagai guidance atau batasan yang harus kita miliki atas dasar menghormati hak dan kebutuhan orang lain.Â
Jika kamu seorang vlogger dan skenario di atas terjadi, kamu dapat berbicara dengan orang-orang yang muncul di latar belakang videomu dan meminta izin pada mereka untuk membagikan video tsb, dan jika mereka keberatan, maka masih ada pilihan untuk mengedit video dengan membuat latar belakang videomu menjadi blur.Â
Media sosial saat ini yang dipenuhi dengan tombol 'like' dan 'share' membuat informasi menyebar secara luas secara tak terduga, melewati batasan waktu, negara, dan budaya. Dan ini juga menambah ketidakpastian terhadap informasi ini akan digunakan oleh siapa, untuk apa, di mana, dan kapan.Â
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi terhadap diri kita, orang-orang terdekat kita, atau orang yang tidak kita kenal sekalipun namun menjadi terdampak karena konten kita, maka penting sekali bagi kita untuk semakin aware terhadap privasi. Hal ini menjadikan kita individu yang tidak hanya bertanggung jawab terhadap diri sendiri namun juga secara sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H