Dara Ania no.52
Suatu ketika di tengah obrolan bersama sahabat-sahabat ember, yang selalu dengan beraneka banyolan dan sepertinya tak pernah habis oleh waktu kecuali bayolan itu akan berhenti ketika kita tak berkumpul, pulang kerumah masing-masing, dan tidur.
" An, gantian dong kamu minggu depan yang bikin eksperimen kuliner," celetuk Fara tanpa sungkan.
" Emang kalian pengen aku bikin apa?" jawabku sambil minta persetujuan mereka.
" Ya apa kek, yang penting bisa dimakan, bisa bikin kenyang perut," timpal Puri seperti tak punya beban.
Akhirnya aku punya ide untuk bikin cilok atau pentol. Cuma cilok bikinanku ini aku tambahkan bahannya. Tidak banyak yang dibutuhkan sih. Bahannya simpel, cukup 3 gelas terigu, 2 gelas tepung tapioka, daun bawang, merica bubuk, penyedap rasa, 8 buah bawang putih, garam secukupnya, dan kali ini aku ingin menambahkan daging sapi sedikit yang sudah dihaluskan. Aku menambahkannya agar rasanya semakin kuat, enak, dan nikmat. Aduk semua bahan menjadi satu. Sampai kalis jangan sampai encer. Jadi ketika menambahkan  air secukupnya saja. Sambil nenunggu air mendidih, kemudian aku membentuknya menjadi bola-bola kecil, lalu masukkan ke dalam air yang telah mendidih tadi. Setelah kira-kira mengapung dan matang segera tiriskan. Dan ini yang terpenting menurut resep ibuku biar matangnya menyerap dan menyeluruh, setelah ditiriskan, tuang cilok ke baskom yang berisi air dingin tapi yang sudah matang. Tunggu beberapa menit lalu tiriskan lagi.
Liburan tiba. Ternyata sahabat-sahabat gokilku sudah menunggu di tempat kita biasa membuat janji untuk menghabiskan libur bersama. Langsung saja mereka semua menyambar tas bawaanku yang berisi cilok plus saus botolnya. Sedangkan aku hanya menunggu reaksi dari mereka. Menunggu berbagai protes, ejekan, atau mungkin olokan. Kurang ginilah, kurang gitulah, itulah kebiasaan sahabat-sahabatku. Padahal tinggal makan doang.Â
" Gimana nona-nona manis, kurang apa? " tanyaku dengan melirik sebagian cilok yang tersisa.
" Hemmmmmmmm, sumpeh enak banget, pas rasanya." puji Aya.Â
" Tumben enak banget bikinan kamu, bumbunya apa nihhh." tambah Sela ikut-tan komentar.
" Kalian mau tahu bumbunya apa?" seruku membuat mereka penasaran.
Sedangkan sahabat-sahabatku kompak manggut rasa ingin tahu.
" Ni, bumbunya di hati, ha ha ha," ketawaku sambil tanganku menebah dada.
" Kayaknya aku ketagihan nih," Puri mulai lagi keinginan anehnya.
" Iya aku juga," Fara ikutan tunjuk jari.
Aku cuma bisa tepuk jidad. Tahu gini aku gak bakal bikin enak tu cilok. Kenapa gak aku bikin keasinan aja atau tanpa rasa gitu. Tapi nasi dah jadi bubur, mau gak mau aku harus memenuhi keinginan manusia-manusia aneh, yah sahabat-sahabatku yang penuh warna.
" Tenang aja kali ini gak gratis kok, kita pasti bayar. Oke!" tepukan Dea meyakinkanku supaya tak rugi.
Akhirnya aku menyetujuinya. Sebenarnya tanpa dibayar pun aku sudah senang. Apalagi ternyata eksperimenku kali ini tidak mengecewakan mereka. Senangnya itu bisa dirasakan dihati. Senang yang luar biasa.
Persahabatan bersama cilok.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H