Sebab lucu. Ada pesan utama pada jumlah yang lebih besar bahwa tidak ada belajar tatap muka, tapi kok tidak digelembungkan informasinya.
Inilah yang jadi pembodohan. Akhirnya begitu.
Media tidak meluruskan apa yang jadi inti besarnya. Angka 94 persen kalah opini oleh 6 persen.
Kasihan pembaca. Kasihan masyarakat.
Penjelasan 94 persen keputusan Nadiem tetap melarang adanya belajar tatap muka tertutupi. Media dominan membingkai seolah Nadiem bolehkan sekolah lagi --meski ditambahi embel-embel di zona hijau.
Ambil rapor belajar dilaksanakan hari Sabtu. Kecuali beberapa murid saja hari Jumat. Apakah sama artinya bahwa seluruh murid harus ambil rapor belajar hari Jumat?
Begitulah media. Yang terbaca dominan opininya memberitakan soal aktivitas sekolah pada tahun ajaran baru 2020/2021 saat pandemi.
Efeknya: dapat membuat orang tua murid atau masyarakat salah tafsir. Dipikir informasi pengambilan rapor belajar adalah semuanya hari Jumat.
Media mencerahkan. Begitu seharusnya.
Bukan membuat publik punya persepsi berbeda.
Apa karena tidak seru bagi media jika situasi tidak gaduh? Lalu bakal kehilangan target berita karena semua tenang.
Entahlah....
Hanya bisa tertawa saja. Hehe, hihihi....