Baru-baru ini publik internasional cukup dikagetkan oleh pernyataan Kanye West, seorang rapper kelas dunia asal Amerika Serikat yang lahir dan besar di negeri Paman Sam tersebut.
Pasalnya seperti dilansir dalam akun Twitter media TMZ, saat berbicara soal perbudakan ia mengatakan bahwa "Perbudakan (terjadi) selama 400 tahun. 400 tahun? Itu terdengar seperti sebuah pilihan". Padahal di negaranya sendiri, praktik perbudakan menorehkan luka bagi sebagian besar masyarakatnya.
Perbudakan di Amerika Serikat terjadi pada abad ke-18 dan 19. Ketika Amerika Serikat didirikan, status para budak biasanya melekat bersama dengan keturunan Afrika, hal ini membuat sebuah sistem dan tradisi dimana ras memainkan peran yang sangat berpengaruh. Perbudakan di Amerika Serikat berlangsung secara legal hingga diturunkannya Amendemen Konstitusi Amerika Serikat ke-13 tahun 1865.
Kebanyakan mereka yang menjadi budak adalah yang berkulit hitam dan dimiliki orang yang berkulit putih, meskipun beberapa penduduk asli dan orang berkulit hitam juga memiliki budak. Terdapat pula budak berkulit putih, namun jumlahnya sedikit.
Mayoritas pemilik budak berada di Amerika Serikat Wilayah Selatan, di mana kebanyakan budak dijadikan "mesin" untuk pertanian. Meskipun perdagangan perbudakan internasional dilarang mulai tahun 1808, perdagangan internal budak terus berlanjut dan populasi budak melonjak ke 4 juta jiwa sebelum perbudakan dihentikan.
Dengan kondisi historis yang demikian, seharusnya Kanye sebagai orang kulit hitam serta penduduk Amerika Serikat dapat memberikan pernyataan yang lebih simpatik serta suportif. Bahkan rekannnya sendiri sesama rapper, Will.I.Am menyatakan kritiknya serta tanggapan yang sama sekali berseberangan dengan Kanye.
Lebih jauh ia mengatakan, "Ketika Anda adalah seorang budak, Anda dimiliki (seperti barang). Anda tidak memilih apakah Anda dimiliki. Ketika Anda menjadi budak, Anda kehilangan pendidikan. Itu bukan pilihan, itu keterpaksaan".
Perbudakan dan Urgensi Pendidikan
Rapper Will.I.Am menyinggung soal pendidikan saat berbicara tentang perbudaka. Karena secara tidak langsung ia beranggapan bahwa kesulitan hingga ketiadaan akses pendidikan lah yang membawa seseorang akhirnya menjadi budak, karena ia tidak tahu persis perihal status; tuan dan budak, atau meskipun ia tahu, ia tidak punya cukup pengetahuan untuk melancarkan perlawanan karena kesulitan dan ketiadaan akses yang tadi disinggung.
Bagi banyak orang, pendidikan diyakini sebagai gerbang menuju kehidupan yang lebih baik dengan memperjuangkan hal terkecil hingga terbesar dalam kehidupan manusia. Hasil identifikasi peneliti Bank Dunia terhadap sejumlah negara yang berhasil dengan upaya pengentasan kemiskinannya seperti Filipina dan Vietnam, memasukkan akses pendidikan bermutu untuk semua sebagai salah satu strategi yang memberi dampak.
Pendidikan Sebagai Jalan Keluar