Mohon tunggu...
Dara alityaraudath
Dara alityaraudath Mohon Tunggu... Perawat - Hanya gadis belia yang sederhana, yang menyukai ruang kosong, buku dan pena.

Bagiku, menulis itu adalah imajinasi, saat imajinasi ku bermain maka tumpah lah semua menjadi tinta yang bermakna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahagia Bersama Roti Maryam ala Ibu

22 Desember 2020   00:10 Diperbarui: 22 Desember 2020   00:11 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin sebagian orang menganggap bahwa bahagia itu adalah mempunyai kehidupan yang serba ada, keuangan yang berlebih lebih, mempunyai beragam barang mewah malah mengoleksinya bahkan mungkin kehidupan yang tak harus capek capek berfikir untuk bekerja karena apa yang dibutuhkan sudah tersedia.

Ada sebagian orang lagi yang beranggapan bahagia itu tidak hanya dilihat dari harta yang di miliki, bisa jadi kehidupan orang yang bisa dibilang jauh dari cukup malah justru lebih bahagia dari mereka yang berkecukupan.        

Kali ini saya akan bercerita tentang saya lagi, maaf buat para pembaca kalau cerita alit selalu tentang alit saja, karena ibu saya pernah berkata "see yourself, comment yourself before we give opinion about other, your life is your lesson tobe a better, in every single time you have remembered it, because it can be a better side tobe a lesson."

Maka dari itu, saya selalu menjadikan setiap detik hidup saya sebagai guru bagi diri sendiri, baik pada masa hidup saya senang segembira gembira nya atau di masa sedih sesedih sedihnya (ribet ya bahasanya😁).

Bila seseorang bertanya kepada saya 'seperti apa bahagia menurutmu?'

Bagi saya bahagia itu dimana bisa saling mengerti satu sama lain, saling berbagi walau dalam keadaan susah sekalipun.

Alit ingat satu masa pada waktu itu masih bisa begitu dekat dengan ibu. Kehidupan kami yang telah saya ceritakan sebelumnya, tau lah😁, kala itu sebutir beras pun tak ada, uang pun tinggal ada tiga ribu rupiah. Waktu itu ada sepupuku, anak dari adik ibuku yang memang suka sekali berkumpul dengan kami.

Pagi itui ibuku memeriksa tempat penyimpanan beras, taraaaa...zonk, hee. Lalu dia bergegas merogoh saku bajunya, alhamdulillah masih ada tiga ribu, hehe.

Wajah ibu terlihat biasa tapi aku tau sekali kalau fikirannya luarbiasa, hehehe. Ibu pasti berfikir keras bagaimana uang itu bisa menjadi makanan buat dihidangkan kepada kami anak anaknya. Ibu tetap mengerjakan aktifitas rumah, mencuci, menyapu, dan hari itu ibu pun menyapu halaman. Saat ibu membakar sampah halaman rumah, tiba tiba tetangga sebelah rumah kami yang biasa kami panggil embah memanggil, bergegas ibu menghampiri embah.

"Ada apa mak?" kata ibuku. "Ini emak ada tempe kamu mau gak buat dimasak, emak udah kebanyakan, ini sisa jualan hari ini." kata embah dengan suara ciri khasnya yang lembut. Mata ibu berbinar haru, alhamdulillah, pasti itu   kata yang ada dalam hati ibu, karena ibu selalu mengucap itu walau dalam keadaan susah apalagi ini dapet rezeki tak terduga.

Selain alhamdulillah pasti ucapan terima kasih juga sudah ibu ucapkan, karena itu juga kebiasaan ibu. Usai berterima kasih ibu pamit, saat dirumah ibu tak hentinya berucap syukur atas rezeki hari ini. "Alhamdulillah, akhirnya ada yang bisa kita makan." ujar ibu kepada kami. "Di oseng oseng saja bu ." rehan jagoan ibu satu satunya memberi ide, kalo kami sih apa saja suka, yang penting olahan ibu. 

Sejenak ibu merogoh kantong, cuma ada tiga ribu rupiah, wajah ibu terlihat sedikit bingung, tak ada beras apa yang cocok untuk teman oseng tempe dengan uang tiga ribu. Puja saudara sepupu kami saat itu juga merasakan kebingungan ibu. "Puja ada uang dua ribu bu, kita beli terigu saja lalu di masak lempeng terigu, kan sama seperti roti maryam." kata puja nyengir. 

"Ide bagus, hari ini kita makan menu timur tengah di kolaborasi dengan masakan indonesia, roti maryam oseng jawa." seru ku mengangkat alis berkali kali sambil tersenyum. 

Rehan mendekati ibu, "sini buk, biar aang yang ke warung beli terigu." sambil menowel pipi ibu aang meraih uang tiga ribu ditangan ibu dan menyambut uang dua ribu di tangan puja. "Berangkaaaattt.!!" seru rehan kocak meniru pemeran sinetron tukang ojek, serentak kami semua tertawa melihat ulahnya.

Usai rehan pulang dari warung ibu mulai mengolah makanan kami, tak ketinggalan kami anak anaknya dan puja membantu, di tengah kegiatan kami mendapatkan keseruan, kebahagiaan walau sebetulnya posisi kami dalam kesempitan. Tak hentinya rehan membuat ulah menghidupkan suasana yang membuat kami tertawa kelucuan apalagi dibaur dengan kekonyolan kakak kedua ku, nadinda, semua kesenangan hari ini membuat kami lupa kesedihan sebelumnya.

"Sini nak kumpul, masakan sudah siap." seru ibu meletakkan sepiring lempeng terigu yang boleh dikatakan mirip roti maryam. Disebelah nya lagi ada sepiring oseng tempe yang terlihat menggugah selera. Hmm..mantap!

Tapi, kenapa cuma ada satu piring yang ibu sediakan. Aku beranjak bangun. "Sebentar bu, alit ambil piring lainnya dulu." ucapku berpikir ibu terlalu letih untuk menyiapkan nya. "Tidak usah alit, sini duduk biar ibu di tengah tengah kalian." jawab ibu meraih tanganku.

"Hari ini hari istimewa, menu kita pun istimewa, jadi ibu ingin menyuapi kalian semua biar suasana tambah istimewa." kata ibu mengambil piring mengisinya dengan 'roti maryam' ala ibu dan oseng tempe. Tangan ibu mulai menyuapi kami, mulai dari yang terkecil, bergiliran.

Satu, dua, tiga, empat,, satu putaran. Saat putaran kedua, rehan, aku, kak puja...heeyy, kenapa dia?

"Lhooo, kok nangis?" kata ibu melihat puja tersedu meneteskan airmata. "Maaf nak ya, ibu cuma bisa menyajikan hidangan ini, pasti tidak enak ya?" kata ibu pada kami.

"Bukan buk, puja nangis karena baru kali ini puja makan di suapi, mama tidak pernah menyuapi puja seperti ini." jawab puja cepat seraya menyeka airmata nya. "Terus waktu mbak puja bayi disuapi siapa coba, kan tidak mungkin makan sendiri." jawab rehan lagi lagi buat tertawa. "Iihh, aang ini, maksudnya pas sudah SD sampe sekarang, sebenernya mau banget seperti ini." jawab puja menepak bahu rehan.

"Ya sudah, jadikan hari ini hari yang menggembirakan, ingat satu hal, selalu saling berbagi, walau salah seorang diantara kita dalam kesusahan cobalah selalu untuk berbagi kebahagiaan."

        Hari itu benar benar hari istimewa, tidak hanya untuk kami anak anak ibu, dari situ kami mendapat pelajaran untuk saling memberi walau hanya secuil kalimat untuk kebaikan, saling berbagi walau hanya  sedikit, dan saling menyantuni satu sama lain. Dan bahagia bagi kami adalah bahagia yang sederhana namun membekas yang bisa membuat kami tersenyum saat mengingatnya.

Itu bahagia versi alit, lalu seperti apa bahagia kalian ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun