Mohon tunggu...
Aldila Daradinanti
Aldila Daradinanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi Jurnalistik

Belajar untuk menulis, menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayah dan Ambang Pintu Kamar

8 Maret 2022   18:39 Diperbarui: 8 Maret 2022   18:41 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini ayahku pulang cepat. Aku sedang berada di kamar, samar - samar aku mendengar suaranya yang riang bercerita tentang kegiatan di kantor kepada ibuku. Aku yang tidak bisa fokus belajar setiap kali ada suara orang yang berbicara pun merasa terganggu dengan hal itu. Lalu aku memutuskan untuk menutup pintu kamar tersebut. Tapi tak lama, ayahku kembali membuka pintu tersebut tanpa permisi hanya untuk berdiri diamdi ambang pintu sambil tersenyum dan memperhatikan seisi kamarku. Seperti biasa, ia tak menutup pintunya kembali. Dengan perasaan yang sedikit kesal, aku sedikit membanting pintu tersebut ketika menutupnya.

Kejadian kecil itu terus terjadi berulang kali hampir di setiap harinya tanpa aku tahu apa yang sebenarnya ayah pikirkan setiap kali melakukan hal itu. Dengan kebiasaan yang tak pernah hilang, dengan pola yang sama yang tak pernah berubah. Sampai itu menjadi hal yang menjadi ciri khas, menjadi salah satu deretan kegiatan sehari hari yang tak bisa ditinggalkan sama seperti menyapu lantai atau mencuci piring. Hingga terasa begitu aneh ketika tidak ada kejadian kecil itu dalam satu hari saja. Terasa begitu dirindukan ketika hal itu tidak terjadi dalam beberapa waktu, tidak terjadi lagi, bahkan selamanya.

Seperti hari ini, aku rindu kejadian - kejadian kecil itu. Hari ini, tepat 4 tahun setelah kepergian Ayahku. Dengan segala penyesalah yang ada dalam diriku ini aku mengetik cerita spele yang bahkan mungkin tidak membuat orang - orang tertarik. Tapi bagiku, apapun yang menyebut kata Ayah, adalah zikir paling syahdu yang selalu ku idam-idamkan. Panggilan paling indah yang selalu ingin kusebut - sebut. 

Menyesal tidak menjawab senyuman ramah ayah yang berdiri di ambang pintu, menyesal tidak menyambut ayah yang berulangkali masuk ke kamar tanpa permisi, menyesal tidak menyapa dan bertanya "Sudah pulang, yah?", dan menyesal tidak memakan gorengan yang dibeli ayah bersama - sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun