Mohon tunggu...
Dara Heidi Nurazizah
Dara Heidi Nurazizah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perspektif Islam terhadap Acara Infotainment Ditinjau dari Etika Komunikasi Islam

12 Juli 2022   12:48 Diperbarui: 12 Juli 2022   16:51 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seiring dengan perkembangan teknologi yang mampu menggabungkan antara unsur informasi dan komunikasi sehingga menjadi model interaksi sosial masyarakat modern saat ini. Media adalah power hegemoni masyarakat modern dalam mengubah tatanan struktur sosial, budaya, politik, ekonomi dan aspek kehidupan lainnya. Beragam bentuk media digunakan sebagai saran menyebarluaskan informasi kepada masyarakat modern. Tetapi media seperti televisi adalah salah satu media paling banyak yang dapat diakses, dinikmati, dan mudah terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Televisi menjadi media yang berbahaya, jika kita tidak memilah-milah acara yang disajikan. Dampak itu akan berimbas kepada anak-anak dan remaja. Tanpa disadari, televisi di samping menjadi media yang begitu berguna, dia juga sebuah musuh yang berbahaya.

Salah satu program atau acara yang sangat digandrungi oleh masyarakat saat ini adalah acara infotainment. Infotainment kependekan dari dua istilah inggris information–entertainment. Infotainment di Indonesia identik dengan acara televisi yang menyajikan berita selebriti dan memiliki ciri khas penyampaian yang unik.

Maraknya tayangan infotainment ini dipengaruhi kuatnya logika pasar bebas yang dikendalikan oleh kepentingan pasar.  Salah satu faktor yang menyebabkan maraknya tayangan infotainment di layar kaca adalah murahnya biaya produksi dan di sisi lain minat para pengiklan masih lumayan tinggi dengan dibuktikan penuhnya slot iklan berbagai program infotainment.

Meskipun media memiliki kebebasan, namun tidak dapat terlepas dari tanggung jawab. Oleh karena itu yang dibutuhkan media adalah jujur (qawlan sadidan) yang berarti berkata atau menyampaikan informasi dengan jujur.

Seperti firman Allah dalam Quran Surat Al-Hujurat ayat 12:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertaqwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Penerimat taubat dan Maha Penyayang”. (QS. Al-Hujurat: 12)

Al-Imam An-Nawawi berkata, “Ghibah dan namimah (mengadu domba) diharamkan menurut kesepakatan kaum muslimin. Dali-dalil kerharamannya sangat tegas dan jelas berdasarkan Al -Qur’an, As-Sunnah, dan kesepakatan umat.”

Media yang dengan mudah tergoda untuk memperuncing fakta-fakta dengan menghilangkan sebagian berita, memfokuskan suatu detail yang kecil tetapi menyentil, atau dengan memancing kutipan-kutipan yang provokatif, yang tujuannya bukanlah untuk mengatakan suatu kebenaran melainkan untuk menarik perhatian, media seperti inilah yang melanggar etika, baik etika dalam jurnalistik sekaligus etika komunikasi Islam itu sendiri

Dalam berkomunikasi sesuai dengan ajaran agama Islam setidaknya ada enam jenis prinsip komunikasi atau gaya bicara (Qaulan) yang tertulis di dalam kitab suci Al-Quran. Keenam prinsip komunikasi Islam tersebut yaitu, Qaulan Sadidan, Qaulan Baligha, Qaulan Karima Qaulan Ma'rufan, , Qaulan Layinan, dan Qaulan Maysura.

  1. Qaulan Sadidan

Mengucapkan dengan jujur, tidak bohong dan sesuai dengan kebenaran, tidak direkaya atau dimanipulasi. Nabi Muhammad saw bersabda: “Dari Abu Juhaifah, Rasulullah Saw bertanya: “amal apa yang paling disukai Allah? para sahabat terdiam. Tidak seorang pun menjawab. Kemudian, beliau sendiri menjawab dengan bersabda; Menjaga Lisan”. (Alaik, 2011: 98)

2. Qaulan Baligha

Kata “baligh” dalam bahasa arab artinya sampai, mengenai sasaran atau mencapai tujuan. Sedangkan qawl (ucapan atau komunikasi). Oleh karena itu prinsip qawlan baligha dapat diterjemahkan sebagai prinsip komunikasi yang efektif. Dalam Quran surat An-Nisa: 63:

Artinya: “Mereka itu adalah orangorang yang (sesungguhnya) Allah mengetahui apa yang ada di dalam hatinya. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka nasihat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya”.

Qawlan baligha ialah menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah, dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti

3. Qaulan Karima

Perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertata krama. komunikasi dakwah dengan menggunakan qawlan karima lebih ke sasaran dengan tingkatan umurnya lebih tua. Sehingga, pendekatan yang digunakan lebih pada pendekatan yang sifatnya pada sesuatu yang santun, lembut, dengan tingkatan dan sopan santun yang diutamakan. Ungkapan qawlan karima ini terdapat dalam QS. Al-Israa: 23:

Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain DIA dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang diantara keduanya atau keduaduanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘’ah‟ dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”.

4. Qaulan Ma’rufan

Ungkapan qawlan ma’rufan dapat diartikan dengan “ungkapan atau ucapan yang pantas dan baik”. “pantas” juga bisa diartikan sebagai kata-kata yang “terhormat”, sedangkan “baik” diartikan sebagai kata-kata yang “sopan”. Sebagai muslim yang beriman, perkataan kita harus terjaga dari perkataan yang sia-sia, apapun yang kita ucapkan harus selalu mengandung nasehat, menyejukkan hati bagi orang yang mendengarnya. Jangan sampai kita hanya mencari-cari kejelekan orang lain, yang hanya bisa mengkritik atau mencari kesalahan orang lain, memfitnah dan menghasut. Ungkapan qawlan ma’rufan terungkap dalam QS. An-Nisaa: 8:

Artinya: “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik”.

5. Qaulan Layyina

Pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati maksudnya tidak mengeraskan suara, seperti membentak, meninggikan suara.

Perilaku untuk berlaku lemah lembut tersebut tergambar dalam QS. Thaa-haa: 44

Artinya: “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‟aun) dengan katakata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut”.

6. Qaulan Maisura

Dalam Al-Qur‟an ditemukan istilah qawlan maisura yang merupakan salah satu tuntunan untuk melakukan komunikasi dengan mempergunakan bahasa yang mudah dimengerti dan melegakan perasaan.(Djamarah, 2004 : 110)

Perkataan qawlan maisura terekam pada QS. Al-Israa: 28

Artinya: “Dan jika engkau berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang engkau harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang lemah lembut”.

Maksud dari ayat diatas, apabila kamu tidak dapat melaksanakan perintah Allah Swt, maka katakanlah kepada mereka perkataan yang baik agar mereka tidak kecewa lantaran mereka belum mendapat bantuan dari kamu. Oleh karena itu, kamu dapat memberikan kepada mereka hak-hak mereka.

Setelah kita mengetahui beberapa prinsip komunikasi, maka sikap seorang muslim terhadapnya adalah sebagai berikut:

  • Tidak gampang membenarkan isu atau gosip yang diberitakan, karena hal tersebut belum tentu benar sesuai fakta. Oleh karenanya Allah memerintahkan kita untuk slektif dalam menyikapi gosip, sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu. (QS. Al-Hujurat:6)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun