Mohon tunggu...
Danz Suchamda
Danz Suchamda Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saya seorang spiritualis, praktisi meditasi, penulis. Hidup ini saya pandang sebagai sebuah meditasi yang mengalir sepanjang waktu. Dan manakala kita melihat dunia dalam persepsi termurnikan, sekaligus berani telanjang terhadap apa yang ada; maka dunia ini menjadi begitu berwarna, bercahaya, bernuansa pendar, dan menguak berjuta makna yg berlapis-lapis.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lelucon Tuhan : Mono-Idolatry

9 April 2016   11:20 Diperbarui: 9 April 2016   11:41 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Apabila kita salah memahami tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, maka akan dapat menjadi musibah bagi kemanusiaan.."][/caption]Hari menjelang senja, mendung dan hujan rintik-rintik. Kotbah itu begitu indah, damai, sejuk dan memberikan penghiburan hati yang penat. Aku sungguh merasakan kehadiran Tuhan di dalam acara persembahyangan itu. Sehingga manakala waktu doa bersama pun kuturut memejamkan mata hening sembari mengikuti doa yang dibawakan oleh pemuka agama itu. Hanyut dalam kesyahduan dan kekhidmatan doa-doa yang dilantunkan.

Tiba-tiba kutertegun..........mengapa orang-orang yang hatinya tersentuh oleh kehadiran Tuhan ini manakala beranjak keluar dari tempat ibadah......
..ketika hendak membagikan kasih kepada sesamanya, yang terjadi adalah perpecahan?
.. ketika hendak mengulurkan tangan pertolongan, yang terasa adalah kesombongan?
.. ketika hendak mewartakan kebenaran yang terasa adalah penghakiman?
.. ketika tersenyum ramah dan bicara teratur penuh santun, yang terbayang adalah kebusukan?
What the hell are these phenomena!!?

Apakah diriku sedang memainkan "victim play" terhadap mereka? Kutilik dan teliti setiap renung hati dan pikiranku. Kuputar ulang kembali rekaman-rekaman dari kejadian-kejadian yang pernah terjadi pada diriku maupun pada teman dan kenalan yang lain, "Tuhan.....jelaskanlah pada diriku, apa arti dari semua ini? Mengapa mereka yang menyembahMu menjadi sumber konflik di luaran?"

Kata "menyembah" itu tiba-tiba menjadi sebuah pemantik api pengetahuan yang segera menjalar menerangi ruang pengertianku. Ya, ada yang salah dengan persoalan "menyembah" ini!
"Lho kok salah? Apanya yang salah dengan menyembah Tuhan Allah yang Maha Tunggal? Bukankah itu yang dikehendakiNya?"

Tunggu dulu..... Marilah kita teliti dan pelajari lagi kisah perjalanan sejarah bangsa Israel yang senyatanya dari hasil penelitian arkeologis dan sejarah obyektif dan bandingkan dengan apa yang tertera di dalam Alkitab.

Para ahli sejarah memastikan bahwa bangsa Israel tidaklah berbeda dengan suku Canaanite (bangsa Kanaan), hanya saja dalam proses sejarahnya memisahkan diri dan membentuk identitas sendiri sebagai Israelite. Hal yang memicu hal itu adalah karena pada masa itu marak praktek manipulasi keagamaan dengan mengatas namakan dewa-dewa melalui praktek-praktek ketahayulan yang menindas dan memperalat rakyat. Rakyat dibuat menjadi ketergantungan sehingga diperalat oleh suatu struktur keimaman yang memanfaatkan kebodohan dan ketakutan massa yang ditanamkan oleh ajaran-ajarannya. Pemeralatan rakyat ini bukan saja memecah belah antara keluarga dengan keluarga, tetapi juga untuk alat mengompori agar berperang melawan bangsa-bangsa lain. Walhasil, wilayah di sekitar itu tidak pernah damai. Selalu berperang atas nama dewa-dewa masing-masing.

Bangsa Israel adalah bangsa yang pertama kali menyadari hal ini karena wilayahnya selalu menjadi bulan-bulanan antara 2 kekuatan kerajaan besar di selatan yaitu Mesir dan di utara yaitu Assyria. Tak bisa dipungkiri juga bahwa suku-suku di wilayah Yudea juga sulit bersatu karena terpecah-pecah oleh keyakinan dewa-dewa suku masing-masing. Oleh karena itu, mereka terdesak untuk mengambil suatu sikap menyatukan suku-suku bangsa di wilayah Yudea dan membentuk identitas baru melalui pandangan spiritualitasnya yang bersifat Henotheistic (Dewa Tunggal), yang melalui suatu proses kontemplasi dan perkembangan kemajuan spiritualitasnya menjadi apa yang disebut Monotheistik, yaitu pemahaman menuju konsep Ketuhanan yang lebih abstrak sebagai "Tuhan segala bangsa" (Mazmur 117 : 1). Jelas terlihat misi utamanya yaitu untuk menyatukan bangsa-bangsa agar tidak lagi saling berperang atas nama dewa-dewanya masing-masing.

Faktor ketiga, adalah sifat / karakteristik utama dari penyembahan dewa-dewa itu, yaitu adalah memanjakan ego dan bertujuan untuk memuaskan egoisme dari para pemujanya. Dewa-dewanya diciptakan berdasarkan kebutuhan nafsu-nafsu duniawinya. Oleh karena itu, bangsa Israel melakukan kritik keras dan pengajaran yang berlawanan arah dengan hal ini, yaitu : mengajarkan bagaimana hidup sebagai manusia yang melawan tendensi egoismenya untuk sadar akan makna kebersamaan dan persatuan (Unity / Echad : Adonai Echad). Oleh karena itu, Tuhan dalam konsepsi pemikiran Monotheisme ini adalah Tuhan yang melampaui keinginan / kepentingan dan nafsu-nafsu duniawi, dimana hal ini secara teknis diistilahkan sebagai Tuhan yang transenden (Adonai) tetapi tidak meninggalkan (menelantarkan) manusia....dalam artian ada kehadiranNya dalam setiap relung kehidupan mahluk di bumi. Inilah konsep imanensi (Eloheinu) yang tiada lain adalah manifestasinya dalam alam semesta, sehingga gabungan antara yang transenden dan imanen tersebut terumuskan dalam kalimat syahadat : "Adonai Eloheinu" (YHVH - Elohim).

Saya ringkas dan sorot kembali tiga faktor gugatan terhadap penyembahan dewa-dewa / berhala seperti dijabarkan di atas :
- pemeralatan / penindasan rakyat
- pemecahbelahan / penghasutan konflik
- pemupukan egoisme

Maka sebaliknya, dalam konsep bangsa Israel, maka Tuhan adalah dalam posisi sebaliknya :
- membebaskan manusia
- menyatukan manusia
- melawan egoisme

IRONIS KENYATAAN PERKEMBANGAN SEJARAH

Seperti kita ketahui dan disetujui oleh semua orang di dunia, bahwa 3 agama besar samawi yaitu : Islam, Kristen, dan Yahudi semua mengakui Kitab Taurat (Torah) atau sering disebut Bible atau Alkitab Perjanjian Lama. Meskipun demikian, melalui goresan sejarah yang tak dapat dipungkiri lagi, milyaran jiwa telah melayang tertumpahkan darahnya dikarenakan menjadi korban maupun pembela dari ajaran-ajaran Monotheisme tersebut. Disini saya bukan bermaksud untuk mengkritik para nabi, atau Alkitab, tetapi ingin membangunkan kesadaran manusianya, yang dalam pemahaman saya tentang tujuan utama Ketuhanan Yang Maha Esa ini telah meleset jauh menjadi terbalik dalam pemahaman dan prakteknya.

Untuk mencoba mengupas persoalan ini, marilah kita kembali ke scene pertama tulisan saya di awal pertama ketika menghadiri acara doa tersebut. Jelas dan tidak bisa dipungkiri doanya indah. Pesan-pesan dalam kotbahnya pun indah, mengangkat dan menghibur. Tetapi tanpa disadari, acara ibadah telah menjadi BISNIS ENTERTAINMENT. Mungkin statement saya ini terlalu pedas. Tapi cobalah lihat bagaimana kenyataan umat masa kini adalah umat yang manja! Datang ke tempat ibadah atau mencari Tuhan hanya dikarenakan ingin memuaskan egonya, mencari solusi bagi kesulitan yang menghambat pemuasan egonya! Entah dari urusan kesuksesan, pemberkatan rumah, pabrik, toko, kenaikan kelas, kelulusan ujian, mohon kekayaan, kemakmuran, dsb atau sebagai tempat mencari pembenaran atas kebenciannya, atau pelampiasan kemarahan terhadap golongan lain, bahkan tempat mengutuk kelompok lain secara legal dan halal! Maaf, apa bedanya dengan yang kalian kritik sebagai praktek perdukunan atau pesugihan atau perewangan atau santet?

Oleh karena itu jangan heran bila agama-agama "Monotheis" masa kini mengkondisikan umat, ajaran dan tempat ibadahnya menjadi semacam pasar jual-beli demikian maka para umatnya yang terpuaskan egonya menghadiri peribadahan....merasa mendapatkan "berkat khusus Tuhan", "kebahagiaan", "penghiburan" sesaat...dan manakala keluar tempat ibadahnya hendak berbagi "kasih" tanpa disadari mewujud menjadi suatu penghakiman, konflik, perpecahan. Ya! karena egonya mendapat kepuasan maka tanpa disadari ego itu juga 'memaksakan' kepada orang lain agar mengikutinya. Alih-alih mendapat penyadaran tentang egonya, di tempat ibadah itu mereka mendapat "charging batere" terhadap egonya.

Jangan heran juga bila monotheisme saat ini telah menjadi sekedar "penyembahan Dewa Tunggal"  dengan hak-eksklusif paten nama dari tiap-tiap kelompoknya, yg digunakan untuk menghakimi pihak lain dan saling berkonlik berperang mengalahkan "Dewa Tunggal" kelompok lainnya. "Tuhan Segala Bangsa" menurut Mazmur 117 : 1 hanyalah tinggal slogan kosong, akibat kebanjiran kecemasan ego yang membanjiri dengan pertanyaan-pertanyaan kecurigaan, "Apakah Tuhanmu sama dengan Tuhanku?"
Tidak ada monotheisme pada masa ini, yang ada hanyalah MONO-IDOLATRY.....penyembahan berhala tunggal tak berwujud yang dapat dihitung dengan dengan jari satu.

Sementara di bagian belahan dunia lain, khususnya di negeri Timur yang terkenal atas penyembahan berhala dan dewa-dewanya justru relatif jauh lebih akur, damai dan tenteram. Melalui mekanisme dan teknologi spiritual yang tidak kalian pahami, ternyata mereka justru lebih mampu lebih dulu mencapai pemahaman Keesaan Tuhan. Betapa ironisnya!!!
Apakah Tuhan membuat sebuah lelucon untuk mengajar dan menghajar kesombongan rohani manusia? Dia menampilkan realitas yang berkebalikan dengan angan-angan kosong manusia!!!

Dan lebih ironisnya lagi...........ajaran mendalam (inner-teaching) dari Torah yang terpaksa tersembunyi selama 2000 tahun ini karena ancaman genosida dari bangsa-bangsa terhadap bangsa Yahudi, justru muncul di akhir jaman ini membuat sebuah revelasi yang justru lebih relevan dan sejajar tematiknya dengan ajaran-ajaran Timur "penyembah berhala" yang damai dan akur tersebut.

Inilah akibat tidak sadar berkelindan dalam Simulacra yang dibujukkan oleh Iblis secara sangat halus dan tidak terasa selama ribuan tahun sedikit demi sedikit,...melalui  penutupan-penutupan realitas sejarah.... sehingga akhirnya segala sesuatunya terbolak-balik. Baik ya baik, tapi semu (imitasi) dan menimbulkan bejibun problem. Sementara kejiwaan manusia tidak mengalami transformasi....tetap ganas, agresif, manipulatif, eksploitatif, acquisitive dengan selubung yang semakin indah dan semakin canggih (sophisticated).

Ini yang dirasakan oleh sebagian besar umat manusia di dunia jaman ini sebagai sebuah : kepanikan!
"Something is terribly wrong, but no one knows what is really going on".

Rahayu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun