Seperti kita ketahui dan disetujui oleh semua orang di dunia, bahwa 3 agama besar samawi yaitu : Islam, Kristen, dan Yahudi semua mengakui Kitab Taurat (Torah) atau sering disebut Bible atau Alkitab Perjanjian Lama. Meskipun demikian, melalui goresan sejarah yang tak dapat dipungkiri lagi, milyaran jiwa telah melayang tertumpahkan darahnya dikarenakan menjadi korban maupun pembela dari ajaran-ajaran Monotheisme tersebut. Disini saya bukan bermaksud untuk mengkritik para nabi, atau Alkitab, tetapi ingin membangunkan kesadaran manusianya, yang dalam pemahaman saya tentang tujuan utama Ketuhanan Yang Maha Esa ini telah meleset jauh menjadi terbalik dalam pemahaman dan prakteknya.
Untuk mencoba mengupas persoalan ini, marilah kita kembali ke scene pertama tulisan saya di awal pertama ketika menghadiri acara doa tersebut. Jelas dan tidak bisa dipungkiri doanya indah. Pesan-pesan dalam kotbahnya pun indah, mengangkat dan menghibur. Tetapi tanpa disadari, acara ibadah telah menjadi BISNIS ENTERTAINMENT. Mungkin statement saya ini terlalu pedas. Tapi cobalah lihat bagaimana kenyataan umat masa kini adalah umat yang manja! Datang ke tempat ibadah atau mencari Tuhan hanya dikarenakan ingin memuaskan egonya, mencari solusi bagi kesulitan yang menghambat pemuasan egonya! Entah dari urusan kesuksesan, pemberkatan rumah, pabrik, toko, kenaikan kelas, kelulusan ujian, mohon kekayaan, kemakmuran, dsb atau sebagai tempat mencari pembenaran atas kebenciannya, atau pelampiasan kemarahan terhadap golongan lain, bahkan tempat mengutuk kelompok lain secara legal dan halal! Maaf, apa bedanya dengan yang kalian kritik sebagai praktek perdukunan atau pesugihan atau perewangan atau santet?
Oleh karena itu jangan heran bila agama-agama "Monotheis" masa kini mengkondisikan umat, ajaran dan tempat ibadahnya menjadi semacam pasar jual-beli demikian maka para umatnya yang terpuaskan egonya menghadiri peribadahan....merasa mendapatkan "berkat khusus Tuhan", "kebahagiaan", "penghiburan" sesaat...dan manakala keluar tempat ibadahnya hendak berbagi "kasih" tanpa disadari mewujud menjadi suatu penghakiman, konflik, perpecahan. Ya! karena egonya mendapat kepuasan maka tanpa disadari ego itu juga 'memaksakan' kepada orang lain agar mengikutinya. Alih-alih mendapat penyadaran tentang egonya, di tempat ibadah itu mereka mendapat "charging batere" terhadap egonya.
Jangan heran juga bila monotheisme saat ini telah menjadi sekedar "penyembahan Dewa Tunggal" Â dengan hak-eksklusif paten nama dari tiap-tiap kelompoknya, yg digunakan untuk menghakimi pihak lain dan saling berkonlik berperang mengalahkan "Dewa Tunggal" kelompok lainnya. "Tuhan Segala Bangsa" menurut Mazmur 117 : 1 hanyalah tinggal slogan kosong, akibat kebanjiran kecemasan ego yang membanjiri dengan pertanyaan-pertanyaan kecurigaan, "Apakah Tuhanmu sama dengan Tuhanku?"
Tidak ada monotheisme pada masa ini, yang ada hanyalah MONO-IDOLATRY.....penyembahan berhala tunggal tak berwujud yang dapat dihitung dengan dengan jari satu.
Sementara di bagian belahan dunia lain, khususnya di negeri Timur yang terkenal atas penyembahan berhala dan dewa-dewanya justru relatif jauh lebih akur, damai dan tenteram. Melalui mekanisme dan teknologi spiritual yang tidak kalian pahami, ternyata mereka justru lebih mampu lebih dulu mencapai pemahaman Keesaan Tuhan. Betapa ironisnya!!!
Apakah Tuhan membuat sebuah lelucon untuk mengajar dan menghajar kesombongan rohani manusia? Dia menampilkan realitas yang berkebalikan dengan angan-angan kosong manusia!!!
Dan lebih ironisnya lagi...........ajaran mendalam (inner-teaching) dari Torah yang terpaksa tersembunyi selama 2000 tahun ini karena ancaman genosida dari bangsa-bangsa terhadap bangsa Yahudi, justru muncul di akhir jaman ini membuat sebuah revelasi yang justru lebih relevan dan sejajar tematiknya dengan ajaran-ajaran Timur "penyembah berhala" yang damai dan akur tersebut.
Inilah akibat tidak sadar berkelindan dalam Simulacra yang dibujukkan oleh Iblis secara sangat halus dan tidak terasa selama ribuan tahun sedikit demi sedikit,...melalui  penutupan-penutupan realitas sejarah.... sehingga akhirnya segala sesuatunya terbolak-balik. Baik ya baik, tapi semu (imitasi) dan menimbulkan bejibun problem. Sementara kejiwaan manusia tidak mengalami transformasi....tetap ganas, agresif, manipulatif, eksploitatif, acquisitive dengan selubung yang semakin indah dan semakin canggih (sophisticated).
Ini yang dirasakan oleh sebagian besar umat manusia di dunia jaman ini sebagai sebuah : kepanikan!
"Something is terribly wrong, but no one knows what is really going on".
Rahayu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H